Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Kamis pekan lalu dalam Jurnal Science, lautan di berbagai belahan Bumi lebih sering dilanda badai sejak 1985. Di tempat-tempat yang paling ekstrem, kecepatan angin dan tinggi ombak naik sekitar 5-8 persen.
Tren global ini dapat memperburuk dampak kenaikan permukaan laut. Termasuk meningkatnan intensitas banjir yang merugikan masyarakat pesisir dan merusak ekosistem alami, jika terus berlanjut.
Videos by VICE
Ian Young dan Agustinus Ribal, dosen jurusan teknik infrastruktur University of Melbourne, menyusun penelitian, menganalisis data angin dan ombak dari 31 satelit dan 80 boya.
Mereka menemukan bahwa angin dan ombak di seluruh dunia semakin menguat, terutama di Samudra kawasan Selatan yang 8 persen lebih berangin. Tempat itu juga memiliki kemungkinan 5 persen lebih besar untuk memproduksi ombak ekstrem daripada 33 tahun lalu.
“Meskipun kenaikannya terdengar sepele, perubahan ini akan berdampak besar pada iklim kita jika terus berlanjut,” kata Young dalam pernyataan tertulis. “Perubahannya memiliki dampak yang dirasakan di seluruh dunia.”
Para peneliti mengaku belum tahu apakah perubahan iklim memegang peran dalam tren ini, karena interaksi antara lautan, atmosfer, dan iklim global sangat rumit. Lautan yang lebih berbadai bisa saja disebabkan oleh pemanasan global. Pada gilirannya, kondisi tersebut dapat mengakibatkan peristiwa cuaca ekstrem di masa mendatang.
“Perkiraan keadaan angin dan ombak lautan di masa depan, dan apakah kondisi ekstremnya berubah, adalah elemen penting dari proyeksi permukaan laut total,” begitu kesimpulan dua peneliti.
Pelaut telah menceritakan tentang ombak dan angin topan yang ganas di lautan sejak berabad-abad lamanya. Apabila lautan lebih sering dilanda badai sekarang, itu artinya bukan hanya pelaut saja yang akan terkena dampaknya.
Kehidupan masyarakat pesisir juga semakin terpengaruh.
Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard