Di saat kasus Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sedang membuat citra Polri babak belur, anggotanya dari pangkat lebih rendah kembali terjerat kasus memalukan. Kepala Satuan Unit Narkoba Polres Karawang, Jawa Barat, ditangkap Bareskrim Polri karena terlibat pengedaran narkoba jenis ekstasi (MDMA) ke beberapa klub malam di Kota Bandung.
Temuan ini bermula saat polisi menangkap JS dan RH, dua pengedar narkoba yang aktif memasarkan ekstasi di beberapa kota Jawa Barat, pada akhir Juli 2022. Ajun Komisaris Polisi (AKP) Edi Nurdin Massa (alias ENM), berdasarkan ”nyanyian” dua pengedar yang dicokok, disebut rutin membantu mereka memasok ekstasi dua klub malam. Jumlah narkoba yang kerap dijuluki pil inex yang turut diedarkan Edi mencapai 2.000-an butir.
Videos by VICE
“[Polisi] mendapatkan alat bukti bahwa tersangka JS dan RH pernah mengantar 2.000 butir pil ekstasi ke tersangka Juki, pemilik THM FOX Club dan F3X KTV Bandung bersama saudara ENM,” demikian keterangan Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Krisno Halomoan Siregar, dalam jumpa pers, Selasa 16 Agustus 2022.
Berbekal pengakuan pengedar, Bareskrim menangkap ENM di Basement Apartemen Taman Sari Mahogani, Karawang, pada 11 Agustus lalu. Dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan barang bukti sabu-sabu seberat 101 gram, timbangan digital, hingga uang tunai Rp27 juta yang terkait pengedaran narkoba.
Bareskrim mengaku belum bisa menyimpulkan apakah Edi Nurdin berperan aktif menyediakan narkoba, atau sekadar mengawal dan melindungi para pengedar. “Masih kita dalami dan kembangkan, apakah AKP ENM terlibat dalam jaringan peredaran narkoba,” ujar Kasubdit III Direktorat Narkoba Bareskrim, Komisaris Besar Polisi Totok Triwibowo.
Berkaca pada kasus-kasus narkoba yang menjerat anggota aktif Polri, sering didapati bila aparat justru berperan layaknya “reseller” untuk bandar. Sebab, narkoba yang diedarkan merupakan barang sitaan.
Kasus macam itu terungkap dalam skandal di Tanjungbalai, Sumatra Utara, pada Oktober 2021. Total 11 polisi Kota Tanjungbalai terbukti menjual 19 kilogram sabu-sabu sitaan di kantor mereka pada beberapa bandar. Kasus ini menjadi kesekian kalinya aparat berdagang narkoba di kawasan Sumut. Pada April 2021, Seorang brigadir polisi berinisial WSS, ditangkap Polda Sumut karena ketahuan berbisnis sabu setelah dua kurirnya, MPM dan P, tertangkap hendak menjual 1 kilogram sabu seharga Rp450 juta.
Arsip kasus aparat turut berdagang narkoba juga ditemukan di Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Bali, sampai Papua. Jangankan polisi, pada 2019 lalu, ada pula pegawai Badan Narkotika Nasional (BNN) yang kepergok berbisnis narkoba.
Kepala Divisi Humas Polri Argo Yuwono mengaku, sejak 2019 Polri sudah lebih dari 600 anggota secara tidak hormat. Mayoritas pecatan itu karena kasus narkotika, mengindikasikan banyak pelanggaran internal oleh aparat yang melindungi atau terlibat jual-beli narkoba.
Kriminolog Universitas Islam Riau Kasmanto Rinaldi menilai, faktor ekonomi berperan besar dalam mendorong keterlibatan aparat terhadap bisnis ini.
“Narcotic crime ini sangat berbeda dengan kejahatan konvensional seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan, dan sebagainya. Sebab, dalam kejahatan ini, ada unsur keuntungan dan cost yang tinggi,” kata Kasmanto saat diwawancarai Gatra. Kasmanto menilai polisi rentan tergiur margin keuntungan besar dengan menjual narkoba sitaan kantor sendiri ke bandar, mengingat pelakunya sama sekali tidak keluar modal.