Kekacauan dan Kebingungan Mewarnai Pusat Krisis Tragedi Jatuhnya Lion Air JT 610

Penumpang di depan loket Lion Air di Bandara Soekarno Hatta pagi saat muncul kabar JT610 jatuh di Karawang.

Delapan jam setelah pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 yang berangkat dari Jakarta menuju Pangkal Pinang dilaporkan hilang kontak pada Senin (29/10) pukul 06.33 WIB, keluarga korban tak kunjung mendapatkan informasi dan kepastian nasib sanak familinya.

Sejak pukul 09.30 WIB, keluarga penumpang berdatangan ke Crisis Center yang dibuka ruangan VIP Bandara Internasional Soekarno Hatta terminal 1B. Mereka segera diarahkan masuk ke dalam ruangan dan memperoleh keterangan dari otoritas bandara. Sayangnya, mayoritas pulang tanpa membawa kepastian dan informasi apapun soal nasib keluarga mereka.

Videos by VICE

“Kita enggak dapat info apa-apa di dalam (crisis center). Sama sekali enggak ada info apapun,” kata seorang perempuan yang matanya basah, kepada VICE, sembari meninggalkan halaman VIP room Terminal 1B.

Di tengah kesimpangsiuran tersebut, muncul kabar soal crisis center dibuka di Bandara Halim Perdanakusuma. Hal ini membuat sebagian keluarga korban yang baru datang, bergegas menuju Halim. Pihak bandara Soekarno Hatta menyediakan bus mengangkut penumpang.

1540804256252-2018-10-29T065539Z_1613118434_RC15F8CB94F0_RTRMADP_3_INDONESIA-CRASH
tim SAR mengirim penyelam ke koordinat diduga lokasi jatuhnya pesawat.

Beberapa keluarga mendengar informasi jatuhnya Lion Air pukul 6.33 pagi ini melalui berita dan media sosial, bukan dari informasi tim internal Lion Air ataupun otoritas terkait. “Belum ada keterangan apapun. Ini sih disuruh moving lagi ke Halim, karena nanti crisis center terpusat di sana,” kata Alexius Andri, keponakan salah satu penumpang pesawat nahas tersebut. “Baru nama penumpang saja yang dimonitor itu dikasih lihat terus.”

Alasan pemisahan crisis center oleh maskapai tidak jelas. Dalam konferensi pers, Kepala Otoritas Bandara, Bagus Sunjoyo, juga tidak bisa memberi alasan pasti. “Mungkin itu inisiatif [korban] yang rumahnya dekat di sana,” ujarnya di hadapan awak media.

Presiden Direktur Lion Air, Edward Sirait, mengklaim pesawat Boeing 737 MAX yang jatuh di perairan Karawang itu layak terbang. Apalagi seri yang sama telah dipakai terbang ke Timur Tengah beberapa pekan lalu, dan baik-baik saja. Lion mengoperasikan 11 Boeing 737 MAX, termasuk yang bernasib nahas hari ini, sejak 15 Agustus 2018.

“Saat itu tidak ada masalah, penerbangan ke Timur Tengah 9-12 jam,” ujarnya saat diwawancarai Metro TV. “Boeing 737 MAX ini ketika diterbangkan dari Seattle ke Indonesia sudah dilakukan pengecekan. Kemudian ada sertifikasi oleh kemenhub, baru bisa kami gunakan artinya ketika pesawat ini siap, sehingga menerima sertifikat layak terbang.”

Berdasarkan laporan BASARNAS, ditemukan sedikitnya lima jasad terapung di perairan Karawang. Beberapa kartu tanda pengenal, mulai dari KTP, SIM, hingga paspor juga diperoleh tim SAR di antara puing dan serpihan pesawat. Tim SAR mengerahkan penyelam dan mengirim Remotely Operated Vehicle (ROV) untuk mencari korban maupun kotak hitam.

Sunjoyo, selaku Kepala Otoritas Bandara Soekarno Hatta, menyatakan kondisi pesawat sampai dengan lepas landas pukul 06.20 WIB dinyatakan layak terbang. Namun dia membenarkan berdasar komunikasi antara pilot dengan menara pengatur penerbangan (ATC), sempat muncul permintaan Return To Base alias putar balik setelah 13 menit pesawat mengudara. ATC sudah mengizinkan permintaan itu, namun beberapa detik kemudian pesawat hilang dari radar yang mengindikasikan terjadi gangguan teknis. “Kemungkinan memang [ada masalah] namun apakah masalah itu terjadi sejak posisi awal kita belum tahu. Nanti Komite Nasional Keselamatan Transportasi yang investigasi,” kata Sunjoyo.

Semua pihak terkait, baik itu Airnav, KNKT, Kementerian Perhubungan, maupun Lion Air, meminta publik bersabar menanti penemuan kotak hitam untuk memahami penyebab jatuhnya pesawat. Berdasarkan insiden kecelakaan pesawat sebelumnya, butuh waktu berbulan-bulan bagi KNKT untuk menggelar penyelidikan.

1540804187143-Screen-Shot-2018-10-29-at-160918
Serpihan diduga dari pesawat Lion Air JT 610. Foto oleh Basarnas/Reuters

Presiden Joko Widodo dari Bali mengucapkan duka cita atas insiden tersebut. Semua indikasi tim SAR di lapangan menunjukkan ada korban dalam jatuhnya Lion Air. “Kita berharap keluarga bisa tenang, menunggu tim SAR yang saat ini sedang bekerja keras di lokasi kejadian,” kata Presiden Jokowi. :Saya juga telah memerintahkan KNKT melakukan penyelidikan atas kejadian ini dan segera menyampaikan hasil penyelidikan secepat-cepatnya.”

Insiden ini menambah panjang problem Lion Air sebagai salah satu maskapai berbiaya murah terbesar di indonesia yang lekat dengan reputasi kurang aman. Kecelakaan di Karawang ini menjadi insiden kelima, sekaligus yang paling parah dialami armada mereka dalam kurun 2013-2018. Rangkaian insiden sebelumnya rata-rata adalah pesawat tergelincir dari landas pacu. Insiden paling parah setelah tragedi di Karawang adalah ketika pesawat Lion Air mendarat darurat di laut—dan badan pesawat terbelah—akibat kesalahan pilot membaca kondisi kabut di Bandara Ngurah Rai pada 13 April 2013.

Arzia Wargadiredja dan Yvette Tanamal berkontribusi untuk liputan ini