Pangkalan antariksa milik pemerintah Cina senilai $50 juta (Rp713 miliar) berdiri gagah di tengah-tengah gurun Patagonia, letaknya lebih dari 64 km dari kota terdekat. Pangkalan ini dibangun untuk mengirim roket ke bagian tergelap bulan.
Di pangkalan itu, sebuah satelit putih besar berputar secara perlahan di sebelah tempat tinggal para ilmuwan Tiongkok. Kawasan ini dikelilingi pagar kawat berduri. Gerbang masuknya berjarak hampir 100 meter dari bangunan. Tak ada yang boleh masuk tanpa undangan.
Videos by VICE
Bangunan ini memang bandar antariksa, tetapi Cina punya ambisi yang lebih besar. Mereka ingin memperluas jangkauannya ke wilayah yang sudah lama dimanfaatkan oleh negara-negara besar lainnya — termasuk Amerika Serikat.
“Pada dasarnya, ini adalah strategi geopolitik internasional yang fokus pada penjangkauan kawasan perdagangan dengan peluang yang lebih baik, serta infrastruktur logistik untuk menempatkan dan mengimpor barang yang mereka butuhkan sebagai komoditas, seperti baja dan tembaga. Dan segala hal yang dibutuhkan Cina untuk meningkatkan pertumbuhan berkelanjutan serta barang konsumsi, seperti makanan dan kedelai,” kata Pablo Ava, peneliti kebijakan publik di Argentinian Council for International Relations.
Biaya pembangunan pangkalan tersebut hanya sebagian dari puluhan miliar dolar yang diinvestasikan Cina di Argentina selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini merupakan salah satu upaya yang lebih besar untuk mendapat kedudukan di Amerika Latin. Pada masa resesi, ketika negara-negara lain menghindari negara yang dilanda korupsi, Cina datang untuk memberi pinjaman kepada Argentina yang harus membayar utang pemerintah. Bantuan ini mampu menstabilkan kembali mata uang Peso Argentina. Sejak itu, Cina berinvestasi dalam infrastruktur dan proyek energi Argentina, dan meningkatkan perdagangannya dengan negara tersebut.
Akan tetapi, Cina juga memanfaatkan kesulitan ekonomi Argentina dengan menegosiasikan kesepakatan yang menguntungkan negaranya. Pangkalan luar angkasa ini, misalnya. Cina mendapatkan lahan seluas 494 hektar tanpa perlu bayar sewa dan pajak selama 50 tahun. Di sisi lain, pemerintah Argentina hanya mendapatkan jatah waktu 10 persen untuk mengunjungi pangkalan tersebut.
Las Lajas sempat mengalami peningkatan ekonomi ketika pangkalannya dibangun, tetapi Walikota Maria Espinosa mengatakan perekonomian kota ini kembali terpuruk setelah pembangunannya selesai.
“Banyak penduduk yang kehilangan pekerjaan dan rumah-rumah kosong setelah mereka pergi,” kata Espinosa. “Kami mengalami resesi, tetapi kami mampu mengatasinya. Masa-masa sulit kami hampir tak kentara sekarang.”
Penduduk Argentina yang pernah memasuki pangkalan tersebut hanyalah rombongan siswa kelas 3 SMA di Las Lajas yang diundang untuk melakukan kunjungan lapangan. Mereka kecewa dengan apa yang mereka saksikan.
“Beberapa kerabat saya bekerja di sekolah yang ada di pedesaan. Mereka kadang tidak mendapat suplai listrik. Kondisi kawasan di dekat pangkalan Cina sangat berbeda. Mereka bisa mengakses internet, gas, air, dan listrik, sementara penduduk setempat tidak mendapatkan satu pun layanan tersebut,” kata Iniaki Larrea, siswa SMA 17 tahun. “Mereka mendapatkannya dengan mudah. Jadi wajar saja kalau kami marah.”
Artikel ini pertama kali tayang di VICE News