Identity

Kisah Perchta, Monster Natal Bertubuh Separuh Perempuan Gemar Merobek Perut Korbannya

​Seseorang dengan topeng Perchtenlauf

Dongeng-dongeng natal umumnya berkisar pada sosok lelaki tua berjenggot putih lebat, mengenakan baju merah-merah, berkeliaran di langit malam Natal sekumpulan rusa terbang kesayangannya (baca: Sinterklas). Akan tetapi, ada juga sosok mengerikan yang dikaitkan dengan perayaan Natal. Salah satunya adalah monster setengah perempuan, penculik anak-anak, perobek perut korbannya dari kawasan pegunungan Alpen bernama Perchta.

Mengacu pada legenda Austro-Jerman, Perchta sejatinya adalah dewi pagan bengis yang berkeliaran di lanskap bersalju Alpen di malam hari selama 12 Hari Peringatan Natal. Seperti penyihir Natal dari Italia, La Bafana, Perchta dikaitkan dengan Jamuan Epifani yang digelar saban 6 Januari. Apa yang diinginkan Perchta sebenarnya sederhana sekaligus bikin kita bergidik: memastikan segala macam tradisi Natal masyarakat Alpen dilaksanakan dengan benar, jika tidak dia akan meminta nyawa. Di masa lalu, ini berarti larangan memintal selama liburan Natal. siapapun yang melanggar larangan ini akan berhadapan dengan kemurkaan Perchta. Dan, percayalah kemurkaan makhluk satu ini pasti membuat bulu kuduk kita berdiri tegak.

Videos by VICE

Masyarakat Alpen percaya bahwa Perchta bisa masuk ke rumah mereka ketika penghuninya terlelap. Jika dia menemukan penghuni rumah tersebut melanggar larangan selama liburan Natal, Perchta akan merobek perut mereka, mengeluarkan isinya dan menggantinya dengan jerami, sampah dan batu lalu menjahitnya sebelum beralih ke korban selanjutnya. Perchta juga membenci anak-anak yang susah diatur dan kerap membawa pasukan pengiring yang mirip zombie. kaki Perchta yang besar dan aneh bentuknya kerap dihubungkan dengan tradisi makan angsa saat Natal.

Pakar Folklore John B. Smith menulis bahwa pada dalam inkarnasi awalnya Perchta kerap digambarkan sebagai “pengawal tabu dalam kehidupan bermasyarakat.” Dengan demikian, salah satu tugas Perchta adalah menghukum mereka yang berani memintal pada hari-hari yang dianggap suci atau mereka yang malas-malasan menyantap jamuan Natal. Smith mencatat bahwa setelah makin banyak perempuan yang bekerja, incaran Perchta bergeser. Dia beralih mengincar kaum pemalas.

“Perchta adalah sosok yang menyeramkan,” tulis Smith. “yang menghukum mereka yang jorok, malas, maruk dan banyak bertanya.” Anak-anak nakal langsung diangkut oleh Perchta. mereka dimasukkan dalam kantung dengan kaki yang dibiarkan menggantung agar jadi peringatan bagi anak lainnya. Dalam sebuah cerita, seorang buruh tani muda buta karena berusaha mengikuti gerak-gerik Perchta. Meski di akhir cerita penghilatan bocah malang itu pulih, pesan dari cerita ini jelas sekali: jangan macam-macam dengan Perchta.

Sentimen yang sama digaungkan oleh penulis dan peneliti independen Stephen Morris yang sudah banyak menulis tentang Perchta. “Salah satu cerita tentang Perchta favorit saya adalah saat dia diceritakan mendatangi pesta pernikahan padahal tak ada mengundangnya,” katanya. “Di sini, Perchta mirip sekali dengan peri jahat di dongeng Putri Tidur kan? Nah di cerita ini, Perchta semua orang yang hadir di pernikahan itu—termasuk kedua mempelainya—menjadi serigala.”

Cerita-cerita menyeramkan mengenai monster memang menyenangkan, tapi Perchta bukan semata sosok ganas dan mengerikan. “Saya pertama mendengar tentang Perchta dari buku dongen Jerman,” kata Rebecca Beyer. Beyer banyak mengkaji sosok-sosok penyihir dan pakar folklore masyarakat Alpen. baginya, dirinya punya kedekatan tersendiri dengan Perchta. “Bagi saya, semua dewi yang menyeramkan itu menarik. Perchta adalah dewi berwajah ganda. Perchta mewakili keadilan dan keburukan, terang dan gelap. saya rasa sudah memungkiri kedekatan kita dengan sosok yang sangat manusiawi seperti ini. dualitas dalam sosok Perchta mengingatkan kita bahwa ada cahaya dalam kegelapan, sekuat apapun kita berusaha memungkirinya.”

Apa yang diucapkan Rebbeca tentang dualitas dalam diri Perchta justru membuat sosoknya begitu menarik. Nama Perchta sendiri bisa berarti “dia yang berwarna terang” yang menegaskan bahwa dalam beberapa cerita Perchta digambarkan sebagai sosok perempuan muda berkulit putih bak salju, alih-alih nenek tua jahat. Perchta mungkin doyan merobek perut korbannya dan masih kerabat dekat Krampus. Namun, seperti yang diungkapkan Morris, Perchta juga dikenal sebagai Perempuan Pelindung Musim Dingin. dialah yang menciptakan salju. “Barangkali inilah versi Perchta yang paling ramah dan jauh dari kesan mengerikan,” tambah Morris.

Legenda tentang Perchta sudah berumur ratusan tahun. Kendati begitu, popularitasnya belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Di Austria dan sejumlah kawasan lainnya, Perchta masih tetap jadi bagian perayaan Natal. Salah satu contoh sempurna tradisi yang menghormati eksistensi Perchta adalah Perchtenlauf, yang didefinisikan oleh Beyer sebagai “pesta topeng riuh penuh kembang api.” Dalam pesta itu, kaum lelaki umumnya berdandan bak monster dengan tanduk yang besar. Perchent atau pengikut Perchta sengaja menakuti anak-anak dan arwah jahat musim dingin dengan berdandan lebih jelek dari mereka.

“Mereka sendiri begitu mengerikan, mereka bisa membuat hawa dingin ketakutan. Ada upaya yang terdokumentasi dengan baik untuk menindasnya pada abad ke-17 dan 18, tapi kini prosesi tersebut membangkit. Bahkan di AS ada, yang membuatku senang, dan suatu hari aku harap bisa ada di Asheville, North Carolina, dimana saya tinggal.”

Setiap tahun, Beyer merayakan Epiphany dengan menyiapkan salah satu hidangan kesukaan Perchta. “Saya pribadi suka menyiapkan semangkuk havermut dan ikan haring untuk Perchta pada 6 Januari, dan juga untuk diriku demi menghormatinya,” katanya. “Saya juga suka membuat seni dan gambaran Perchta, agar dia tidak menjadi dewi yang terlupakan.” Sentimen ini dirasakan banyak orang setiap Natal, di manapun Perchta dan perilaku seramnya dikenal.