Kolom Soundcheck Terbaru Ingatkan Kita Variatifnya Talenta Musik Indonesia

kompilasi single musik Indonesia terbaik September 2022 pilihan VICE Soundcheck

Kancah musik Indonesia sedang seru-serunya. Mulai dari September lalu hingga akhir tahun 2022, hampir setiap pekan kita akan disuguhi berbagai festival besar dengan nama-nama internasional dan gig berskala lebih kecil yang gak kalah menariknya. Selain itu, kualitas rilisan lagu-lagu baru dari musisi lokal juga merefleksikan betapa menggeliatnya skena musik tanah air saat ini, apa pun genrenya.

Di kolom Soundcheck kali ini, VICE menampilkan single-single Indonesia pilihan dari bulan September, diwakili oleh berbagai genre dan mood dari berbagai penjuru negeri. Mulai dari alternative rock penuh nostalgia dari Bogor, jazzy hip-hop kontemplatif dari Jakarta hingga d-beat hardcore punk agresif dari Palembang, 

Videos by VICE

Redaksi VICE berharap playlist ini bisa menemani dan menyadarkan kita semua betapa banyak dan variatifnya talenta musik lokal yang seringkali hanya menunggu untuk ditemukan oleh telinga kita para pecinta musik.

Write The Future – Isn’t It Obvious 

Setelah 13 tahun berkarya, unit pop punk Malang, Write The Future yang kini anggotanya berumur 30an, masih terdengar “muda” dan penuh gairah. Ketika membaca lirik “Isn’t It Obvious,” tidak sulit untuk membayangkan seorang remaja yang kesal karena perasaannya dimainkan, “You told everyone it’s unintentional / Just to push your luck / Now you push me away / Isn’t it obvious you knew it all along.”

Namun dari segi aransemen lagu dan kualitas produksi, single ini justru menunjukkan kedewasaan Write The Future yang berhasil memadukan energi melodic hardcore dengan catchy hooks ala emo MTV era 2000an. Nomor ini merupakan bagian dari kompilasi The Things That Shaped Us Together, dirilis oleh Haum Entertainment, yang menampilkan band-band sekitaran pulau Jawa dan Bali dengan sound serupa.

Efek Rumah Kaca – Heroik

Single terbaru Efek Rumah Kaca, “Heroik” menawarkan kritik tajam terhadap mereka-mereka yang dianggap “tokoh” atau siapa pun yang sering mempertontonkan heroisme kosong yang sifatnya hanya membuat diri sendiri terlihat lebih baik, dan seringkali bukan tanpa pamrih, “Kita histeris sambut narsis / Berharap mesianis / Berbaris ke tepi di tubir yang tinggi / Terambing tak pasti.” Biarpun secara penulisan lagu dan pemilihan nada, “Heroik” terdengar familiar bagi pendengar setia ERK, secara produksi dan aransemen, kuartet ini terdengar lebih “kekinian” berkat beberapa isian keyboard dan synthesizer yang dominan di beberapa part lagu. 

Pullo – Truthwise

Diambil dari album debut yang bertajuk Common Wine, “Truthwise” menampilkan semua elemen familiar yang membuat kuintet asal Medan, Pullo menarik: post punk dengan nuansa gothic yang kelam. Vokalis Rally Jachmoon menawarkan teriakan kasar penuh amarah namun juga sanggup bertransisi ke suara bernyanyi nada rendah dan dalam, memberikan Pullo dua tekstur yang berbeda. Masih berfokus di topik gelap dan depresif seputar kehidupan manusia, “Truthwise” justru terdengar lebih melodik, atmosferik dan uplifting dibandingkan banyak materi Pullo sebelumnya. 

Insthinc – Beda Mama feat Zhafay

Rapper asal Jakarta, Insthinc menyadari pentingnya mengapresiasi mereka-mereka yang menjadi suporter dan kawan dalam hidup namun juga merelakan orang-orang yang akhirnya berpaling muka. Single ketiga dari album Kartografi Musim Pagebluk yang menampilkan Zhafay sebagai tamu dan diproduksi oleh beatmaker Densky9, “Beda Mama” adalah nomor hip-hop dengan nuansa jazz yang kental. Ini sangat komplementer dengan lirik mengalir Insthinc yang terdengar kontemplatif dan bahkan cenderung inspirasional tanpa harus jadi murahan, “Jelas kita beda mama gerak tidak selaras tempat bidikan searah / bentangan kisah buat tilas sejarah / Tetap ingatlah bak terikat dengan sedarah.” 

Rrag – Bayang

Lewat “Bayang”, unit alternative rock Rrag membawa kita terbang dengan mesin waktu ke era 90’an ketika band macam Cherry Bombshell, Pure Saturday dan Rumah Sakit masih merajai acara-acara musik. Penuh dengan nada familiar yang mengajak kita untuk turut bernyanyi dan melodi gitar fuzz yang membius, “Bayang” terdengar seperti tribut Rrag untuk music influences mereka dan juga kota Bogor sebagai rumah, “Tetes gerimis menyerap di kulit muka / Kenakan jas hujan dari Surga ke Villa Duta / Ratusan SUTET menjulang di Pandu Raya / Telusur jalan nikmati takdir di bayang kota.” 

Satine Zaneta – Tamu

Di “Tamu”, aktris dan penyanyi Satine Zaneta membawakan sebuah tembang folk-pop lembut tentang mereka yang sempat singgah di hati tapi pergi di kemudian hari. Alih-alih marah atau kecewa, Satine justru mengekspresikan rasa terima kasih karena telah menemani biarpun hanya sementara, “tak disangka pertemuan singkat ini / meninggalkan bahagia yang abadi / walau akhirnya pergi / namun tak ada perih.” Ditemani strings, gitar akustik dan piano yang menggugah, “Tamu” berhasil mengekspresikan perasaan bittersweet ketika mengenang seseorang yang sudah tidak lagi di dalam hidup kita. 

Eleanor Whisper feat Effi – Superficial

Duo alternative pop Eleanor Whisper akhirnya menunjukkan taji mereka. Dibantu vokalis tamu Effi Sastri, “Superficial” terdengar seperti sebuah nomor shoegaze klasik yang punya sensibilitas melodi yang kuat, lengkap dengan kombinasi vokal unisono lelaki-perempuan halus yang menjadi salah satu ciri genre ini. Melankolis dan romantis, single ini cocok menjadi soundtrack pasangan yang sedang menikmati momen jalan-jalan di malam hari tanpa tujuan yang jelas, “I’ll take you anywhere / I wonder how we end / I hope it’s not a waste / of superficial feelings.” 


Critical Issues – Plague Years

Di nomor “Plague Years” dari rilisan debutnya, Critical Issues yang berisikan banyak anggota dari band-band di skena hardcore punk Palembang (Manekin, Justice, Detention, dst) tidak menghabiskan sedetik pun untuk melampiaskan rasa frustasi dan kemarahan mereka terhadap kekacauan dan kesengsaraan yang terjadi selama pandemi, “hospital run out of bed / oxygen for your last breath / evicted and unemployed / corruption and hidden agenda.” Lugas dan straight forward, dengan gaya drum d-beat yang ngebut, Critical Issues hanya butuh satu menit untuk mencuri perhatianmu dan membuatmu merasa sedang berada di tengah moshpit yang ganas.


Yudhistira Agato adalah jurnalis lepas yang bermukim di Jakarta, fokus mengamati kancah musik Indonesia. Laporannya bisa dibaca di VICEthe Jakarta Post, serta NME. Follow dia di Twitter