Krim Pemutih Wajah Merkuri Masih Laris di Indonesia, Padahal Bahayanya Berlimpah

Krim Pemutih Wajah Merkuri Masih Laris di Indonesia, Padahal Bahayanya Berlimpah

*Pemutakhiran artikel ini dilakukan pada Jumat (6/9) pukul 18.00 WIB untuk mengubah foto ilustrasi yang tadinya memuat produk Fair and Lovely, sehingga memicu kesan produk tersebut mengandung merkuri, padahal produk ini aman menurut BPOM. Redaksi VICE Asia meminta maaf atas ketidaknyamanan yang muncul akibat pemuatan foto tersebut.

Kebanyakan perempuan Asia, termasuk Indonesia, terobsesi punya kulit putih. Mereka tetap tergoda mencoba berbagai krim pemutih yang mengandung merkuri, meski sudah tahu kosmetik itu berbahaya.

Videos by VICE

Menurut laporan Bloomberg, logam merkuri biasa ditemukan pada produk kosmetik dan perawatan kulit karena mampu berperan sebagai pemutih. Laporan yang diterbitkan pada 28 Agustus membeberkan pasar merkuri meraup keuntungan sekitar $20 miliar (setara Rp283 triliun) setahun, dan sebagian besarnya merupakan kontribusi dari industri kecantikan.

Krim pemutih murah-meriah yang sering kalian temukan di pasar atau toko online justru lebih berbahaya. Kita ambil contoh krim kecantikan Goree berbahan likopen. Harganya mungkin cuma ratusan ribu, tapi nyatanya mengandung 23.000 bagian per juta (ppm) merkuri. EcoWaste Coalition dari Filipina menguji kandungan produk pencerah kulit ini menggunakan pemindaian sinar X. Merkuri sebanyak 19.900ppm juga ditemukan dalam krim pagi dan malam Goree.

Pemerintah Filipina telah melarang peredaran krim pencerah kulit semacam ini. Tapi buktinya krim sejenis bisa dibeli dengan mudah lewat toko online seperti eBay, Amazon, dan Facebook. Di Indonesia, Goree tersedia di beberapa toko online ternama. Lucunya, penjual tidak menyebutkan krimnya mengandung merkuri. Selain Goree, krim buatan Cina Feique dikatakan cuma “mengandung mineral”. Padahal, EcoWaste Coalition menemukan produknya mengandung hingga 19.200ppm merkuri.

Efek jangka panjang memakai produk berbahan merkuri tak seindah kulit putih bersih, karena zat berbahaya ini dilaporkan dapat menyebabkan warna kulit berubah, gangguan kecemasan, depresi, dan kerusakan saraf atau ginjal.

Berbagai organisasi berusaha menghentikan tren ini. Dalam Konvensi Minamata tentang Merkuri yang diadakan pada November 2018, 128 negara menyetujui pelarangan “produksi dan peredaran” produk berbahan merkuri setelah 2020.

Produk pemutih kulit sangat populer di Asia. Pada Maret 2018, Global Industry Analysts Inc. merilis laporan yang memproyeksikan nilai pasar krim pencerah akan mencapai $31,2 miliar (Rp441 triliun) pada 2024 karena tingginya permintaan dari Asia, Timur Tengah, dan Afrika.

Pada 2004, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan 40 persen perempuan di Cina, Malaysia, Filipina dan Korea Selatan rutin menggunakan krim pemutih kulit. Di India, lebih dari 61 persen pasar perawatan kulit didominasi produk semacam ini.

Sejumlah pemerintah di dunia bahkan mulai menangani isu ini. Pada Juli, Kementerian Perubahan Iklim Pakistan menyatakan akan menyita krim pencerah yang “jumlah merkurinya berlebihan.”


Krim pemutih bukan satu-satunya cara agar anak muda percaya diri, gabung dengan kultus Internet ternyata kini populer:


Sementara itu, Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura menyerukan dihentikannya penggunaan produk seperti Krim Goree tahun lalu menyusul laporan beredarnya 18 produk kecantikan yang kadar merkurinya sangat tinggi.

BPOM juga sudah memperingatkan warga untuk lebih waspada akan banyaknya krim berbahan merkuri yang dijual di toko online. Adapun lewat keterangan tertulis pada VICE, tidak semua krim pemutih mengandung merkuri. Fair and Lovely, merek yang diproduksi serta diedarkan Unilever Indonesia, menyatakan krim mereka tidak mengandung merkuri, serta sudah mendapat sertifikasi dari BPOM.


Follow Meera di Twitter dan Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.