Label Busana Asal Israel Menuntut Negaranya Mengakhiri Pendudukan Palestina

Lewat ADISH, desainer Amit Luzon dan Eyal Eliyahu berkolaborasi untuk menciptakan koleksi fashion yang bisa membawa perubahan bagi Israel dan Palestina. ADISH menghadirkan koleksi pakaian bergaya kontemporer yang dihiasi bordir khas Palestina dan dijahit dengan tangan.

Sentuhan Timur Tengah ini dikerjakan oleh sekelompok perajin perempuan dari Palestina, yang keterampilannya membuat ADISH memiliki identitasnya sendiri. Selain menghormati tradisi dan budaya Palestina, ADISH juga mempekerjakan lebih dari 50 tukang bordir dari Palestina.

Videos by VICE

ADISH baru saja merilis koleksi photoshoot busana keduanya, yang terinspirasi tokoh-tokoh penting dalam proses produksi pakaian tersebut: para supir taksi. Mereka kesulitan dalam bidang logistik karena pakaian diproduksi di Israel dan Palestina. Pakaian yang selesai dijahit di Israel akan dikirim ke West Bank untuk dibordir.

Berhubung desainer ADISH dilarang melewati batas antara Israel dan Palestina, maka mereka harus meminta tolong taksi untuk mengangkut pakaiannya ke pabrik mereka di Tepi Barat. Koleksi tersebut bergaya sporty dan terdapat tulisan yang biasa ditemukan pada taksi Palestina. i-D berbincang dengan desainer ADISH untuk membahas koleksi terbaru mereka yang disebut “Area A.”

i-D: Halo, bisa jelaskan alasan kalian pakai nama ADISH?
Amit Luzon: Kami berdua berlatar belakang Yahudi Mizrahi. Orang tuaku dari Libya, sedangkan orang tua Eyal dari Irak. Kami lebih peka terhadap rumitnya menjadi orang Yahudi yang lahir di Arab. “Adish” adalah kata Ibrani yang berarti “apatis”. Kami pakai kata ADISH karena ingin menunjukkan kalau kami tidak apatis sama sekali. Kami ingin membuat perubahan di Timur Tengah, dan tidak akan memercayai para politikus yang sering mengumbar janji palsu. Di ADISH, kami sadar kalau perubahan yang sebenarnya terjadi berkat orang-orang yang turun langsung ke jalan untuk menuntut perdamaian.

Apa hubungannya antara “Area A” dan tokoh yang menginspirasi koleksi ini?
Koleksi spring/summer 19 kami terinspirasi oleh para supir taksi Palestina dari wilayah Tepi Barat. Kedengarannya memang aneh, tapi di sini kami mengedepankan unsur kebebasan bergerak yang sangat dibatasi. Area A mengacu pada daerah Tepi Barat yang harusnya diurus oleh Otoritas Palestina. Tetapi, nyatanya daerah ini masih sangat diatur oleh pihak Israel. Sebagian besar orang yang tinggal di Area A, termasuk kota-kota besar seperti Ramahlah dan Nablus, tidak bisa keluar masuk sembarangan.

Mereka harus dapat izin dari otoritas keamanan Israel. Sedangkan mereka yang tinggal di Area B, kota-kota kecil di sekitar Bethlehem dan Yerusalem, hanya bisa mengunjungi Area A dan B. Area C, yang termasuk Yerusalem, masuk ke Israel dan bisa mengunjungi Area A, B dan C. Mereka juga boleh masuk ke Tel Aviv. Bagi supir taksi Palestina, hanya yang dari Area C saja yang bebas mengunjungi berbagai daerah. Dengan koleksi ini, kami harap ADISH bisa mengangkat isu ini ke publik sekaligus menghargai gaya hidup supir taksi di Palestina.

Foto koleksi busana kalian sebelumnya diambil di Jisr az-Zarqa, satu-satunya desa Arab yang tersisa di pantai Israel. Apakah lokasi photoshoot untuk koleksi terbaru kalian juga memiliki arti khusus?
Lokasi kali ini lebih konseptual. Kami melakukan photoshoot di taman nasional di Hadera, pusat kota Israel, yang berada di sebelah pantai yang paling indah. Tapi kamu tidak bisa lihat pantainya di foto ini. Kami memilih lokasi ini karena kebanyakan orang Palestina yang kami tanyai mengatakan mereka mau pergi ke pantai kalau dapat kebebasan bergerak. Laut Tengah tidak begitu jauh dari Area A, tapi orang yang tinggal di sana tidak pernah bisa mengunjunginya. Makanya, kami sengaja mengambil foto dekat pantai tapi tidak menampilkan pantainya. Alasannya karena penduduk Area A dilarang pergi ke sana.

Koleksi pakaian kalian mencerminkan kolaborasi multinasional. Pernah dapat respons negatif dari publik Israel?
Kami sering mendapat respons negatif soal nilai dan keaslian ADISH. Kami sadar sih kalau proyek ini kontroversial, jadi wajar saja menerima tanggapan seperti itu. Dikritik berarti orang lain memerhatikan apa yang kami lakukan dan katakan. Yang pasti kami harus tetap berpegang teguh dengan tujuan awal.

Artikel ini pertama kali tayang di i-D.