Artikel ini pertama kali tayang di VICE Sports.
Berdasarkan Laporan Kantor Berita Resmi Republik Islam Iran yang dirilis akhir pekan lalu, pegulat warga negara Amerika Serikat akan dilarang ikut serta dalam Kejuaraan Dunia Gulat Gaya Bebas. Ajang gulat itu rencananya dilaksanakan pada 16 dan 17 Februari mendatang di Kota Kermanshah, Iran.
Videos by VICE
Kebijakan Pemerintah Iran diklaim sebagai balasan atas Keputusan Presiden Donald Trump melarang muslim dari tujuh negara masuk wilayah AS, termasuk Iran. “Kementerian Luar Negeri Iran wajib menolak semua izin perjalanan dari tim gulat AS sebagai respon atas kebijakan Presiden Trump,” demikian bunyi pernyataan tertulis Teheran.
Kabar ini tentu merugikan timnas gulat Negeri Paman Sam, rival utama Iran. Dalam olahraga gulat, terutama cabang gaya bebas, Iran dan AS bersaing ketat. Untuk sementara atlet Negeri Para Mullah itu lebih unggul. Pegulat Iran meraih lima medali emas untuk cabang gulat bebas dalam lima kali kejuaraan dunia terakhir. Tiga medali itu bahkan dimenangkan pegulat Iran ketika Kejuaraan Dunia digelar di AS. Timnas AS terakhir kali memenangkan cabang gulat bebas pada 2003.
Para atlet gulat AS mengaku kecewa. Mereka sangat menghormati pegulat-pegulat Iran. Khusus untuk cabang gulat, AS dan Iran berhasil menepikan urusan politik. “Mewakili para atlet, kami sangat kecewa. Kontingen pegulat AS selama beberapa tahun terakhir sebetulnya disambut baik oleh publik Iran saat bertanding di negara mereka,” kata Patrick Sandusky, juru bicara Komite Olimpiade AS.
Jordan Burroughs, pegulat yang meraih medali emas Olimpiade 2012 turut menyesalkan adanya aksi saling balas penutupan imigrasi antara kedua negara. Dia mengaku punya banyak penggemar di Iran. “Orang Iran sangat mencintai gulat. Aku punya penggemar di sana. Karenanya kabar [pelarangan] ini mengecewakanku, karena aku ingin sekali bertanding di kejuaraan dunia di [Iran],” ujarnya.
Pelarangan Iran ini tentunya tidak akan menjadi yang terakhir kalinya, selama Pemerintahan Trump masih menerapkan kebijakan imigrasi diskriminatif. Keppres Trump itu mengundang kemarahan negara-negara yang warganya dilarang masuk AS secara sah tanpa alasan apapun. Selain Iran, yang jadi target adalah Irak, Somalia, Yaman, Suriah, Libya, dan Sudan.
Besar kemungkinan, akan banyak hambatan dialami oleh atlet AS dalam ajang kompetisi internesional bila nanti ada upaya balasan seperti dilakukan Iran. Selain itu, tidak jelas bagaimana nanti nasib para atlet dari tujuh negara saat mengikuti kejuaraan olahraga yang berlokasi di Negeri Adi Daya itu. Semua negara yang warganya dilarang masuk adalah anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC). Merespons kemungkinan adanya hambatan politis bagi para atlet di masa mendatang, IOC sedang menghubungi pemerintah AS. IOC memberi sinyal khusus untuk atlet dari tujuh negara yang dilarang masuk untuk diberi keleluasaan.
“Pemerintah AS menyatakan siap bekerja dengan kami untuk memastikan semua atlet dan official dari seluruh negara akan diupayakan memperoleh akses bertanding,” kata juru bicara IOC.