Iran

Tak Boleh Lagi Berkerudung Nampak Rambut, Perempuan Iran Berontak dengan Lepas Hijab

Selama ini banyak perempuan di Teheran atau Shiraz masih bisa memakai kerudung longgar. Ketika presiden baru Iran memaksa jilbab harus ketat, penolakan bermunculan.
perempuan Iran protes aturan berkerudung baru tak boleh lagi rambut terlihat dari Presiden Ebrahim Raisi
Ilustrasi jenis kerudung longgar dan rambut masih terlihat yang biasa dikenakan perempuan Iran di kota besar. Foto oleh Morteza Nikoubazl/NurPhoto via Getty Images

Perempuan Iran melepas jilbab mereka dan memamerkan video dirinya tidak berkerudung ke media sosial sebagai bentuk perlawanan terhadap peraturan yang memaksa mereka mengenakan hijab.

Namun, tindakan mereka dikecam keras oleh Presiden Ebrahim Raisi. Ulama konservatif itu menuding sikap generasi muda dewasa ini semakin “merusak akidah umat Islam”. Guna membentengi para Muslimah agar tidak tergoda melepas hijab, pihak berwenang mengadakan pawai dalam rangka memeriahkan hari “Hijab dan Kesucian” Selasa kemarin, 12 Juli 2022. Acaranya diselenggarakan di stadion sepak bola Azadi di Teheran.

Iklan

Polisi Iran terus meningkatkan patroli di berbagai wilayah, dan menindak tegas segala bentuk pemberontakan yang dilakukan perempuan. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terkait aturan berpakaian, yang semakin ketat dalam beberapa bulan terakhir.

Kaum perempuan di Iran diwajibkan berkerudung sejak Revolusi Islam lebih dari 40 tahun lalu. Akan tetapi, pelaksanaannya tergantung pada latar belakang politik presiden yang menjabat.

Kebijakan ini lebih longgar di sejumlah wilayah, seperti Teheran dan Shiraz. Di tempat-tempat tersebut, perempuan sering kali lolos dari pengawasan meski jilbab mereka tidak menutup rambutnya secara penuh. Sementara itu, di wilayah yang penduduknya lebih religius, seperti provinsi Mashhad dan Qom, perempuan benar-benar dilarang memperlihatkan aurat.

Raisi telah memperkenalkan aturan baru yang semakin mengekang perempuan sejak ia menjabat sebagai presiden tahun lalu. Para pejabat negara juga diberi arahan untuk melarang perempuan yang mengenakan jilbab seadanya memasuki kantor pemerintahan dan bank. Mereka juga tidak diizinkan naik transportasi umum apabila rambutnya masih kelihatan.

Perempuan melakukan segala macam cara untuk mengakali peraturan yang telah berlaku sejak 1979. Beberapa mengenakan jilbab warna-warni, sedangkan yang lain mengeluarkan sedikit rambut mereka. Banyak tokoh cendekiawan Islam menilai aksi mereka melanggar pedoman “hijab dan kesucian” yang telah ditetapkan negara Republik Islam.

Imam Ayatollah Ahmad Khatami bahkan kedapatan menghina para perempuan yang tidak berhijab dalam khotbah salat Jumat. Dia menyebut mereka sebagai “anak atau istri para pencuri” karena “melepas jilbab termasuk perbuatan dosa seperti mencuri”.

Satuan ‘polisi mode’ di negara itu sudah berulang kali terekam menghentikan perempuan di jalanan, dan menegur mereka karena pakaiannya kurang tertutup. Contoh terbaru dari penertiban ini terjadi pada 23 Juni di Shiraz, kota yang melonggarkan peraturannya. Kala itu, 10 gadis remaja ditangkap polisi karena tidak mengenakan hijab saat bermain skateboard bersama teman laki-laki.