Megawati Minta Mendikbud Nadiem Ungkap Sejarah ’65 Dipicu Ambisi Pribadi

Megawati Minta Mendikbud Nadiem MasukkUngkap Sejarah 1965

Milenial masih jadi sumber keprihatinan pemimpin tertinggi PDIP Megawati Soekarnoputri. Setelah nyindir generasi milenial yang dianggap kurang sumbangsih dan lebih percaya hoaks, kini presiden ketiga Indonesia tersebut menyasar Menteri milenial Mendikbud Nadiem Makarim.

Pada diskusi virtual tentang buku-buku Sukarno yang diselenggarakan Museum Kepresidenan Balai Kirti, Selasa (24/11), Megawati minta dua hal kepada Nadiem. Pertama, mengungkap sejarah 1965 yang ia anggap hilang. Kenapa ke Nadiem? Menurut Mega, Nadiem sebagai mendikbud punya tanggung jawab mendidik putra-putri bangsa Indonesia. Kedua, memasukkan buku-buku Sukarno ke kurikulum pendidikan Indonesia. 

Videos by VICE

“[Dalam sejarah Indonesia] ada ratu ini, ada raja ini, tapi tahun ‘65 begitu menurut saya seperti sejarah itu dipotong, disambung, dan ini dihapus. Permintaan saya itu bahwa tidakkah bisa diluruskan kembali [sejarah tentang] seorang yang bisa memerdekakan bangsa ini?” kata Megawati, dilansir CNN Indonesia. Fokus keluh kesah Mega bukan pada PKI lho ya, doi sebal karena kisah heroik Sukarno sebagai bapak bangsa dihapus saat Orde Baru. Istilah Bu Mega: politik desukarnoisasi.

Dari sana, Mega turut memberi solusi ke Nadiem untuk mewajibkan siswa baca buku-buku pemikiran Sukarno. Lagi-lagi, Mega menyebut Orde Baru sebagai biang keladi terpinggirkannya pemikiran Sukarno yang tertuang dalam buku-bukunya.

“Alangkah sayangnya, maksud saya, dari pikiran-pikiran yang telah diserap oleh seorang Bung Karno, yang seharusnya kalau menurut saya Pak Nadiem, itu harus jadi salah satu kurikulum. Bukankah itu [buku Sukarno] pikiran yang brilian dari seorang manusia yang ingin memerdekakan bangsa-bangsa di dunia? So, kalau saya gini kan kelihatan, ‘Ah, Ibu Mega membesar-besarkan bapaknya.’ Tidak. Fakta, fakta,” ujar Mega.

Megawati berkepentingan membersihkan nama Sukarno dari tuduhan terlibat G 30 S. Sejak ia memimpin PDI pada 1993, partai ini emang kerap dituduh komunis buat menurunkan simpati pemilih. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat pernah bilang, tuduhan tersebut adalah intrik politik yang selalu datang menjelang pemilu.

“Bisa dibayangkan, di tahun pertama kepemimpinan Megawati pada Desember 1993, tuduhan dari musuh politiknya memelihara 300 kader yang terlibat G30S/PKI secara tak langsung. Tuduhan itu ‘dilegitimasi’ ABRI. PKI emang jimat setan yang selalu ditempelkan di jidat Bu Mega,” ujar sejarawan Muhidin M. Dahlan kepada VICE, Juni lalu.

Apabila permintaan Mega soal pengungkapan tragedi 1965 beneran tulus dan bukan berdasarkan kepentingan partai sendiri, apalagi gimmick, sebenarnya pernyataan tersebut perlu kita apresiasi. Catatannya, yang dilap dari debu sejarahnya jangan cuma soal Sukarno, tapi tak disinggung 500 ribu sampai 3 juta warga sipil dibunuh karena dituduh terlibat pembunuhan jenderal.

Pernyataan Mega makin menarik karena berbagai sumber sejarah tertulis dan penuturan saksi bilang, peran militer Indonesia sangat nyata dalam pembantaian ‘65—salah satu sejarah genosida terkelam dunia. Melihat ada enam Menteri Jokowi berasal dari kalangan tentara, publik tentu penasaran dong apa makna sebenar-benarnya dari “pengungkapan” ala Mega ini?

Pernyataan Mega juga bisa jadi momentum pendorong pelurusan sejarah soal peristiwa G 30 S yang selama ini terganjal. September lalu, Peneliti Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan upaya pelurusan sejarah 1965 tersendat pasca-Reformasi meskipun banyak bermunculan buku baru, kesaksian korban, sampai teori baru soal dalang G30S. 

“Itu semua menjadi terhenti, antara lain dihentikan atau dihimpit dengan isu kebangkitan PKI,” kata Asvi dilansir Medcom.