Memburu Sisa-Sisa Mujahidin Indonesia Timur

Sepak terjang kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) tampaknya akan segera berakhir. Alih-alih terus menambah kekuatan, anggota kelompok yang beroperasi di daerah Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah tersebut terus menyusut.

Menurut catatan kepolisian, anggota MIT kini hanya berjumlah tujuh orang dari sebelumnya sembilan orang. Dua anggota MIT, Firdaus alias Daus dan Askar alias Jaid, tewas dalam baku tembak dengan aparat Satgas Tinombala awal pekan ini.

Videos by VICE

Menurut Polda Sulawesi Tengah, kelompok yang kini dipimpin oleh Ali Kalora itu tak lagi memiliki kekuatan untuk menebar teror. Kini para anggotanya lebih memilih untuk terus bergerak demi menghindari kejaran aparat.

“Dulunya mereka bergerak untuk mengganggu masyarakat dan menyerang aparat, kini cenderung bergerak saja,” ujar juru bicara Polda Sulawesi Tengah Hari Suprapto dikutip Tempo.co. Satgas Tinombala, yang merupakan aparat gabungan dari Polda Sulawesi Tengah dan Kodam XIII Merdeka, akan menggelar operasi hingga awal Juni.

Kelompok MIT kini tidak memiliki kekuatan untuk merekrut anggota baru karena tak lagi memiliki sosok pemimpin yang berpengaruh pasca tewasnya pendiri MIT Santoso alias Abu Wardah pada 18 Juli tahun lalu. Para pengamat menilai tidak ada regenerasi di pucuk kepemimpinan. Bawahan Santoso dinilai tidak memiliki kecakapan berdakwah, kemampuan gerilya, dan koneksi kuat dengan militan di daerah lain.

Namun Hari menolak jika aparat gabungan bakal meremehkan kekuatan MIT. Menurutnya MIT kemungkinan masih memiliki kontak dengan militan di Filipina Selatan.

MIT berdiri pada awal 2010 pasca konflik sektarian berdarah yang mengguncang Poso pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an. MIT lahir setelah Jemaah Islamiyah (JI) melakukan operasi di Poso berjuluk Proyek Uhud.

Pada masa kejayaannya, anggota MIT berjumlah sekira 40-an orang. Lebih dari 20 serangan terjadi dalam periode 2011-2016, menimbulkan puluhan korban tewas. Kebanyakan serangan tersebut menyasar aparat kepolisian dan warga yang dituduh sebagai mata-mata Densus 88.

Butuh waktu empat tahun hingga pemerintah bisa menekan gerakan teror kelompok Santoso. Sejak 2012 hingga 2016 aparat telah menggelar sedikitnya 10 operasi keamanan mulai dari Operasi Aman Maleo, Operasi Camar Maleo hingga Tinombala. Sekitar 30 anggota MIT tewas dalam rangkaian operasi tersebut, sisanya tertangkap atau menyerahkan diri.

Pengamat terorisme Sidney Jones dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mengatakan bahwa kelompok MIT masih perlu diwaspadai meski jalur logistiknya telah lama diputus sejak aparat melancarkan operasi keamanan.

“Kelompok MIT memiliki dukungan dari masyarakat di sekitar Poso pesisir. Tanpa dukungan dari masyarakat lokal pasti tidak bisa bertahan. Saya kira ini kembali akibat konflik Poso zaman 2001,” ujar Sidney.

Pengamat terorisme Solahuddin dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia mengatakan dukungan warga terhadap kelompok MIT tercermin saat ribuan warga menghadiri pemakaman Santoso. Di kampung halaman Santoso, tempat jenazahnya dimakamkan, terbentang spanduk bertuliskan “Selamat datang, Syuhada Poso, Santoso alias Abu Wardah.

“Saya khawatir radikalisme kelompok MIT sudah sempat tertanam di sebagian warga Poso,” ujar Solahuddin.