Mengenal Gloriavale: Sekte Agama yang Perlakukan Umat Bagai Budak

Mengenal Gloriavale, Sekte Kristen yang Perlakukan Umat Bagai Budak

Di desa Haupiri, Selandia Baru, ada nyaris 600 orang yang tidur berjejalan di sebuah asrama sempit. Para penghuni asrama hidup terisolasi dari dunia luar.

Setiap pagi, para perempuan berpakaian rapi dengan model baju terusan panjang biru dan bandana putih terlilit menutupi kepala mereka. Sementara itu, para laki-laki mengenakan kemeja dan celana panjang. Setelah semuanya siap, mereka mengikuti kegiatan ibadah pagi dan membaca kitab berjudul “What We Believe”. Beberapa isi kitabnya diambil dari Alkitab, kental dengan sentuhan pola pikir Kristen fundamentalis. Mereka percaya ajaran Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan sejati.

Videos by VICE

Orang-orang ini merupakan umat Kristen Gloriavale.

Para perempuan berlarian di padang rumput (‘Gloriavale’ 2022).
Para perempuan berlarian di padang rumput (‘Gloriavale’ 2022).

Sekilas mereka terlihat layaknya warga Selandia Baru kebanyakan. Mereka tampak hidup tentram dan giat bekerja. Mata pencaharian mereka umumnya bertani dan beternak sapi perah. Namun, di balik pemandangan damai itu, tersembunyi sisi kelam di mana pelecehan seksual, eksploitasi dan pencucian otak kerap terjadi di kalangan jemaat.

Kisah gelap itu baru terkuak melalui film dokumenter Gloriavale besutan Fergus Grady dan Noel Smyth. Filmnya menceritakan perjuangan panjang anggota membongkar kebusukan “gembala” mereka.

Dengan bantuan tim pengacara, mantan anggota Gloriavale berupaya membongkar sistem hierarkis Gloriavale. Sejauh ini, sudah ada tujuh tuntutan yang dilayangkan terhadap petinggi sekte.

Virginia Courage (‘Gloriavale’ 2022)
Virginia Courage (‘Gloriavale’ 2022)

Terpampang jelas dalam dokumenter betapa anggota perempuan diperlakukan sebagai golongan terbawah. Menurut pengakuan Virginia Courage, yang tinggal bersama anggota Gloriavale sejak kecil, posisi perempuan tak pernah dianggap penting oleh mereka.

“Kami dibesarkan dengan keyakinan saya berutang budi pada mereka, bahwa seluruh hidup saya untuk mereka,” ungkapnya.

Pemikiran semacam itu ditanamkan oleh Hopeful Christian, sang pendiri yang bernama asli Neville Cooper. Lelaki Australia itu mendirikan Gloriavale pada 1969, dengan alasan membimbing umat manusia kembali ke jalan yang benar. Mereka awalnya berkumpul untuk menyebarkan firman Tuhan, tapi lama-lama sekte tumbuh menjadi semacam kelompok yang mampu menghidupi diri sendiri. Pendapatan mereka dulu sebatas membiayai keperluan gereja, tapi kini mereka berhasil melakukan ekspansi.

Setelah 22 tahun berdiri, mereka terpaksa pindah lokasi ke Pulau Selatan karena anggota Gloriavale sudah terlalu makmur. Mereka kini memiliki lahan seluas 1.700 hektar sejak menetap di Haupiri.

“Hopeful sering menyuruh orang mengucapkan syukur dengan lantang, seperti ‘Saya berterima kasih kepada orang tua yang telah memilih jalan ini. Saya bersyukur mendapat ajaran gereja ini. Tanpanya saya takkan bisa hidup,’” Virginia menuturkan kembali hal-hal yang telah ia saksikan selama menjadi umat gereja.

“Mereka semacam dicuci otak.”

Hopeful Christian ('Gloriavale' 2022)
Hopeful Christian (‘Gloriavale’ 2022)

Hanya laki-laki yang dapat menduduki puncak hierarki. Mereka biasa disebut “gembala”, sedangkan lainnya dianggap “hamba”.

Dalam sebuah adegan, dua mantan anggota Zion Pilgrim dan istrinya Gloriana diminta menghadap para gembala karena tidak sengaja mengirim surat dari sekte. Zion diam-diam merekam isi pembicaraan mereka.

“Semua ini salah kalian. Kalian telah menabur benih perselisihan di antara saudara-saudari seiman,” tandas seorang gembala.

“Kalian berusaha membongkar kekuasaan yang telah Tuhan berikan kepada gereja.”

Gloriana berdiri untuk menyuarakan isi hatinya, tapi segera dihentikan oleh gembala. “Tidak ada ayat dalam kitab suci yang mengizinkan perempuan menyuarakan pendapatnya tentang gereja. Isi kitab suci sudah jelas: Saya tidak membiarkan perempuan mengajarkan laki-laki. Sebaik-baiknya perempuan ialah mereka yang memilih diam. Hanya perempuan yang telah tergoda setan yang berani membuka suara.”

Sang sutradara, Smyth, sangat geram mendengar ucapan para gembala tersebut.

“Kami sangat beruntung bisa mewawancarai Zion,” tutur Smyth. “Dia lupa punya rekaman tersebut, dan baru ingat setelah kami selesai wawancara. Saya tak habis pikir mereka bisa semudah itu merendahkan orang, terutama perempuan.”

Berbagai tuduhan pelecehan seksual, yang banyak di antaranya melibatkan anak-anak dan guru, semakin sering bermunculan sejak 2020. Selain itu, ada juga yang melaporkan kondisi kerja mirip perbudakan. Berkas pengadilan telah mengungkap sebanyak 60 orang terlibat dalam pelecehan seksual.

Virginia sendiri mengaku pernah dilecehkan ketika masih kanak-kanak. Kondisinya saat itu dia sedang tidur di kasurnya sendiri.

Victoria Courage saat masih menjadi anggota Gloriavale (‘Gloriavale’ 2022)
Victoria Courage saat masih menjadi anggota Gloriavale (‘Gloriavale’ 2022)

“Pendiri sekte [Hopeful Christian] didakwa atas tuduhan kekerasan seksual pada pertengahan 90-an. Dia menutupi kasusnya dengan kedok agama dan kemampuannya sebagai pembicara. Saya pikir keburukannya telah meresap hingga ke semua hal yang ia ajarkan,” ujarnya.

“Ada beberapa ajaran inti yang sering ia bicarakan baik di depan umum maupun secara tertutup. Menurutnya, laki-laki tidak bisa menahan nafsu, jadi perempuan harus memuaskan mereka.”

“Para pelaku hanya perlu bertobat untuk membersihkan dosanya. Setelah korban memaafkan mereka, mereka bertingkah seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.”

Para anggota wajib menyerahkan seluruh harta mereka saat bergabung dengan Gloriavale. Tak ada satu pun orang yang diperbolehkan menyimpan harta pribadi.

Film dokumenter memperlihatkan betapa suksesnya badan amal Gloriavale di Selandia Baru. Mereka memiliki maskapai yang sudah tidak beroperasi, lahan peternakan luas, 400 ekor sapi, bisnis madu hingga sumur minyak.

Salah satu tuntutan yang dilayangkan terhadap petinggi Gloriavale menyatakan para anggota perempuan, seperti Virginia Courage, diperlakukan seperti budak. Menurut para penggugat, mereka hanya mendapat jatah libur satu hari setelah bekerja delapan hari. Mereka bahkan cuma memiliki cuti satu minggu dalam setahun. Kerja keras mereka pun tak pernah dibayar.

Berdasarkan berkas pengadilan, anggota akan mendapat hukuman fisik, tidak dikasih makan, dan dikucilkan apabila tidak mau menyanggupi tugas yang diberikan.

Sutradara ‘Gloriavale’ Fergus Grady dan Noel Smyth.
Sutradara ‘Gloriavale’ Fergus Grady dan Noel Smyth.

Grady dan Smyth hanya bisa berharap film dokumenter mereka mampu mengungkap semua kebenaran yang disembunyikan oleh sekte, dan para anggota mendapat keadilan.

“Telah terjadi ketidakadilan hak asasi di sini,” Smyth menegaskan. “Kami berharap filmnya bisa membawa perubahan. Tentu saja masalahnya tidak akan selesai begitu saja setelah film ini keluar, tapi setidaknya saya harap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat. Kami berusaha keras agar penegak hukum Selandia Baru mengetahui keberadaan komunitas ini.”

“Perubahan bisa terjadi jika kasusnya mendapat banyak perhatian media dan tekanan dari masyarakat.”

Follow Julie Fenwick di Twitter dan Instagram.