Mengintip Kehidupan Kaum Elit Korea Utara yang Bergelimang Kemewahan

Perempuan berjalan di dekat Taman Taedongmun Pyongyang.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE NEWS.

Ketika Christian Petersen-Clausen—fotografer mukim di Cina—berkunjung ke Korea Utara tahun lalu, dia kaget melihat kebanyakan orang tidak punya ponsel di negara itu. Di dunia masa kini, saat semua orang terhubung teknologi mobile, kondisi Korea Utara yang sering disebut ‘Kerajaan Pertapa’ saking terisolirnya ternyata mendekati julukan tersebut. Belakangan Petersen-Clausen kembali ke Ibu Kota Pyongyang awal 2016. Dia terkejut melihat ponsel sudah ada di mana-mana.

Videos by VICE

“Semua orang punya ponsel sekarang,” ujarnya. “Malah kadang ada yang punya dua.”

Seorang pria Korea Utara menggunakan smartphone Android di stasiun metro Pyongyang.

Ponsel masih tergolong barang langka di Korea Utara—dari 24 juta penduduk Korea Utara, hanya 2,5 juta memiliki telepon genggam—namun meningkatnya jumlah pemilik ponsel menjadi indikasi ada lapisan masyarakat Korea Utara yang bertambah kaya.

Foto-foto Petersen-Clausen dalam kunjungannya ke Korea Utara—bagian dari kunjungan 10 hari ke Korea Utara yang disponsori Website NK News—dikompilasi dan digunakan sebagai materi kalender dinding 2017. Karya fotografi ini membenarkan teori-teori yang selama ini dilontarkan para ahli dan pengungsi Korea Utara, bahwa ada kelas masyarakat mampu yang sedang berkembang di negara tersebut. Mereka tidak terpengaruh oleh kekangan partai penguasa di Korea Utara. Dalam bahasa Korea, mereka-mereka ini disebut donju, yang artinya “penguasa uang.”

Seorang pria menggenggam dua ponsel di Pyongyang.

Orang-orang inilah yang kerap berkunjung ke “Pyonghattan” , julukan yang diberikan warga asing ke sebuah kawasan mewah penuh pusat perbelanjaan, restoran mahal, dan tempat ngopi 24 jam di Pyongyang. Area semacam ini mudah ditemukan di negara-negara lainnya, tapi di Korea Utara kehadiran tempat-tempat itu merupakan fenomena baru yang masih terhitung trendi.

Dua remaja perempuan bermain ponsel di Pyongyang.

Menurut Michael Madden, akademisi dari US-Korea Institute di Johns Hopkins School of Advanced International Studies, gelombang kemunculan ‘orang kaya baru’ di Korea Utara dimulai pada 2002, setelah pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan memperbolehkan warga negara Korea Utara berdagang dan berbisnis. Madden menambahkan para ‘OKB’ ini mempunyai hubungan simbiosis dengan rezim Kim Jong-un. Mereka diperbolehkan mengelola bisnis, asal bersedia menyogok atau membayar “pajak tidak resmi.”

Pasangan pengantin Korea Utara berpose foto dengan seekor anjing jenis Dalmatian di Kebun Binatang Pyongyang.

“Mereka seperti oligarki di Rusia,” kata Madden. “Memang ada yang kaya dari hasil usaha sendiri, namun kebanyakan dari mereka terlibat korupsi bersama para pejabat tinggi Korea Utara. Kita menganggap ini sebagai tindakan korupsi, namun inilah cara mereka berbisnis di sana. Di Korea Utara, kalau kamu tidak menyogok pejabat, entah dalam bentuk barang atau uang, maka kamu tidak akan bisa berbisnis.”

Para pengusaha ini menurut Madden memanfaatkan celah keputusan pemerintah Korea Utara memprivatisasi beberapa industri milik negara. Menurut laporan akademik, para pengusaha ini sekarang terlibat nyaris di semua aspek layanan publik Korea Utara: dari transportasi, real estate, hingga proyek pembangunan gedung pemerintah.

Biarpun ada peraturan internasional didesain mencegah barang mewah diimpor masuk ke Korea Utara, Petersen-Clausen mengatakan kenyataannya banyak barang mahal yang tersedia di negara ini. Dia melihat beberapa unit mobil Audi A6 baru sliweran di jalan raya, TV flat-screen, dan tas-tas desainer kondang dunia di salah satu mal terbesar Pyongyang.

Seorang wanita sedang les menunggang kuda di Mirim Riding Club di Pyongyang.

Pasangan muda berpakaian trendi di Pyongyang.

Biarpun kaum kaya di Korea Utara diperkirakan semakin bertambah di masa mendatang, fotografer Petersen-Clausen mengatakan potret kemiskinan yang memilukan masih mudah ditemui di mana-mana. Dia teringat sebuah peternakan yang dilewati dalam perjalanannya dari ibu kota Korea Utara ke kota pesisir Wonsan.

“Waktu itu sedang musim panen,” katanya. “Saya baru saja meninggalkan wilayah Cina. Di sana semua orang menggunakan mesin pemanen yang canggih, tidak jauh dengan yang digunakan di Iowa, Amerika Serikat. Namun di Korea Utara, anda bisa melihat 30 orang berbaris membagikan jagung panenan mereka secara manual. Memanen dengan cara seperti ini akan merusak punggung anda.”

Semua foto Christian Petersen-Clausen diunggah atas seizin NK News. Pembaca VICE News menerima potongan $5 jika membeli kalender Korea Utara 2017 lewat situs resminya, dengan memasukkan kode “vicedonju” saat transaksi hampir selesai.

Seorang pria menggendong tas kulit baru keluar dari sebuah taksi dekat Jembatan Okryu di Pyongyang.

Dua pelajar kampus sedang melihat foto di kamera digital Canon Powershot A3300.

Dua pria remaja sedang menatap layar komputer mereka di Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Pyongyang.

Seorang pria mengenakan bluetooth headset sembari bersepeda di depan East Pyongyang Grand Theater.

Dulu sulit untuk menemukan pria bertubuh ‘subur’ seperti pria ini. Dia sedang menunggu taksi di jalanan Korea Utara.

Seorang wanita Korea Utara diantarkan ke gerbong keretanya menuju Cina oleh seorang wanita Korea Utara lainnya di Pyongyang Railway Station.

Gerobak makanan ringan di Stasiun Kereta Pyongyang.