Thaipusam adalah festival saat bulan purnama yang dirayakan para diaspora Hindu Tamil di seluruh dunia. Upacara tersebut digelar untuk memuja Dewa Murugan, dewa perang dan kemenangan berwajah enam.
Di puncak festival ini, peserta akan melakukan kavadi attam—yang diterjemahkan harfiah sebagai “tarian beban”—melambangkan keikhlasan manusia menerima kesulitan hidup dan utang kepada Tuhan. Di Singapura, upacara ini dirayakan dalam perjalanan tiga sampai empat jam dari candi ke candi melalui pusat kota. Di tempat lain, tarian ini bisa menjadi ziarah selama beberapa hari.
Videos by VICE
Bagi banyak penganut Hindu Tamil, Thaipusam merupakan puncaknya 48 hari pertapaan yang menuntut puasa, mengikuti diet vegetarian atau hanya mengonsumsi buah dan susu, pantang seks, dan doa terus-terusan. Praktik keagamaan diharap dapat menyucikan tubuh dan pikiran demi menyiapkan para peserta untuk tahap berikutnya.
Secara umum, ada tiga tingkat kesusahan menanggung kavadi. Praktisi reguler dari segala usia membawa periuk berisi susu sebagai persembahan atau sekarton susu yang lebih kontemporer. Pada tingkat kedua, penganut membawa tiang kayu di bahu, yang dipasangkan pajangan yang dihiasi bulu burung merak, bunga oranye, dan gambar-gambar dewa-dewi.
Lalu, sampailah kita di level ketiga. Demi menguji ketahanan fisik, peserta thaipusam harus rela melakukan perbuatan yang lebih mirip dengan modifikasi tubuh menyakitkan. Pilihan populernya: menancapkan paku kavadi ke tubuh sebanyak 108 batang, atau menarik kereta kavadi dengan roda dari kail dan rantai yang ditindik ke punggung penganut. Alat berbahan baja ini bobotnya bisa mencapai 20 sampai 30 kilogram.
Pada tahap ini tindikan di kulit, lidah, dan pipi sudah hal biasa dan tak lagi menyakitkan bagi peserta upacara keagamaan ekstrem tersebut.
Ritual tersebut sekilas tampak kejam. Tetapi festival ini merupakan acara komunal penuh semangat diiringi musik, tetabuhan, dan nyanyian. Penanggung kavadi paku dan kereta kuda menari dan berputar-putar dengan anggun. Rombongan teman atapun keluarga mengikuti mereka berbekal air minum dan dukungan moral.
Mereka yang mengusung kavadi konon mencapai keadaan meditatif, dengan caramembebaskan pikiran mereka. Karena itulah mereka tidak merasakan sakit sama sekali. Banyak yang mengklaim tindikan ekstrem itu tidak berdarah dan tidak meninggalkan bekas sama sekali setelah upacara.
Pada akhir ritual, anggota keluarga membongkar kavadi secara sistematis, mencabut tindikan, dan mengoleskan abu pada luka-luka para peserta. Setelah itu, semua orang akan ngemil panchamrita, campuran lima jajanan manis, yang konon disukai para dewa.
Simak di bawah foto-foto mereka yang membawa kavadi dari berbagai momen perayaan festival Thaipusam di Singapura.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.