Mahasiswa Laporkan Nadiem Makarim ke Komnas HAM, Dianggap Abai Pada Protes UKT

Nadiem Makarim dilaporkan mahasiswa Unnes ke Komnas HAM Karena sengketa kebijakan UKT Perguruan Tinggi

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dilaporkan oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) ke Komnas HAM, Senin kemarin (3/8).

Menurut salah satu pelapor, Franscollyn Mandalika, Mendikbud dinilai melanggar hak asasi manusia dengan mengabaikan protes besar beruntun dari mahasiswa yang keberatan dengan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) saat ini. Selain itu, Nadiem juga dianggap membiarkan kampus merepresi mahasiswa yang menggelar protes soal biaya kuliah.

Videos by VICE

“Mahasiswa menilai telah terjadi dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim,” terang Franscollyn lewat pernyataan tertulis, dilansir Tempo.

Represi kampus terhadap mahasiswa itu terjadi Unnes dalam bentuk penyidangan. “Ada beberapa contoh; mahasiswa Unnes mendapat surat panggilan sidang etik karena melakukan demonstrasi menuntut keringanan biaya kuliah,” tambahnya lagi.

Kasus lainnya adalah hukuman drop out, skorsing, dan peringatan keras dari Universitas Nasional Jakarta kepada 11 mahasiswanya yang menuntut diskon UKT serta transparansi penggunaannya.

Sebelumnya, pada Selasa dua pekan lalu (22/7), Franscollyn dan lima rekannya sesama mahasiswa FH Unnes juga memohonkan uji materi Permendikbud 25/2020 tentang SSBOPT pada PTN di Lingkungan Kemendikbud ke Mahkamah Agung. Keempat rekan Franscollyn adalah Frans Josua Napitu, Ignatius Rhadite Prastika Bhagaskara, Michael Hagana Bangun, Jonasmer Simatupang, dan Machmud Alwy Syihab.

Dalam permendikbud tersebut, Pasal 9 ayat 1 yang mengatur mahasiswa wajib melunasi UKT setiap semester dinilai bertentangan dengan prinsip adil yang diatur dalam (1) UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 47 ayat 1; (2) UU Pendidikan Tinggi Pasal 3e, Pasal 7 ayat 2, dan Pasal 63c; serta UU Penanggulangan Bencana Pasal 26 ayat 2 dan Pasal 48d.

Permendikbud ini juga mengatur mengatur bahwa universitas lah yang berhak mengatur besaran UKT, dengan persetujuan Kemendikbud. Menurut salah satu pelapor, Ignatius Radite, kewenangan ini kerap dipakai kampus untuk membenarkan keputusan UKT yang dinilai tidak sensitif dengan kondisi ekonomi mahasiswa selama pandemi Covid-19.

Pelaporan ini menjadi pukulan kesekian kepada Mendikbud Nadiem Makarim sejak wabah mengacaukan rutinitas pendidikan dasar hingga tinggi. Bersamaan dengan protes mahasiswa, pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di sekolah dasar hingga menengah, serta konflik di seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) juga konstan bikin pusing Kemdikbud.

Uji materi dan pelaporan Mendikbud ke Komnas HAM ini membuka babak baru sengketa mahasiswa versus perguruan tinggi negeri selama wabah. Sejak April, demonstrasi online dan offline telah dilancarkan merata di semua pulau, dari Sumatra, Maluku, Nusa Tenggara, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan seantero Jawa.

Protes juga menyasar ke Kementerian Agama yang mengatasi perguruan tinggi keislaman negeri (PTKIN) se-Indonesia. Terutama karena awal April lalu Kemenag sempat merilis surat edaran penurunan nominal UKT, namun segera dicabut tak lama kemudian.

Di Universitas Gadjah Mada, UKT juga membuat mahasiswa pascasarjana menjerit. Kami mendaftar, setidaknya sepanjang April sampai Juli, 14 tagar demo online pernah jadi trending Twitter, meliputi:

  • #UnpadKokGitu (oleh mahasiswa Universitas Padjadjaran)
  • #TurunkanUKTUnair (Universitas Airlangga)
  • #KemanaRektorUM (Universitas Malang)
  • #Universitaspancenndlogok (UPN “Veteran” Yogyakarta)
  • #UIBergerak (Universitas Indonesia)
  • #NadiemManaMahasiswaMerana
  • #UNYBERGERAK (Universitas Negeri Yogyakarta)
  • #UNNESNGENES (Universitas Negeri Semarang)
  • #UntirtaKokPelit (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten)
  • #InsititutPalingBorjuis (Institut Pertanian Bogor)
  • #KemenagJagoPHP
  • #kemenagprank
  • #uinwalisangamelawan (UIN Walisongo Semarang), dan
  • #GunungDjatiMenggugat (UIN Sunan Gunung Djati Bandung).

Meski sejumlah kampus telah menetapkan penurunan hingga pembebasan UKT, protes tetap tak teredam. Di UNY Jogja, misalnya, mahasiswa menilai syarat pengurangan dan pembebasan UKT mengada-ada karena orang tua mahasiswa harus bangkrut atau meninggal baru diberikan.

Syarat ini dianggap tidak toleran pada keluarga yang ekonominya terpukul meski belum sampai bangkrut.

Kalau situasinya udah separah ini sih, Kemendikbud idealnya lebih turun tangan. Sebab sudah ada juga rektor yang didemo mahasiswanya malah bilang, “Yang tidak bisa bayar UKT cuti saja.”