Pelanggaran HAM

Belasan Negara Islam Membela Tiongkok di PBB Soal Diskriminasi Terhadap Etnis Uighur

Ikatan politik dan ekonomi jadi alasan negara mayoritas Muslim mendukung kebijakan rezim Partai Komunis Cina di Xinjiang, sekalipun mereka mengakui ada diskriminasi sistematis terhadap etnis Uighur.
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
JP
Diterjemahkan oleh Jade Poa
Belasan Negara Islam Membela Tiongkok di PBB Soal Diskriminasi Terhadap Etnis Uighur
Ilustrasi via Pixabay.

Kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebanyak 37 negara melayangkan surat pernyataan yang membela Tiongkok, memuji rekam jejak mereka untuk isu hak asasi, sekaligus menyangkal tuduhan penganiayaan yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uighur yang beragama Islam. Hampir setengah dari negara-negara ini berpenduduk mayoritas muslim.

Pemerintah Tiongkok dianggap sedang "melakukan serangkaian tindakan anti-terorisme dan deradikalisasi di Xinjiang," demikian bunyi surat bersama tersebut. Kamp pendidikan khusus buat warga Uighur yang kerap menjadi sorotan media internasional belakangan ini, disebut-sebut sekadar "pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan." Dilansir kantor berita Reuters, surat itu ditutup dengan mengutip minimnya serangan teroris di Tiongkok tiga tahun terakhir berkat kebijakan keras di Xinjiang.

Iklan

Pada 15 Juli, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang mengapresiasi sikap negara-negara tersebut atas "penilaian mereka yang adil."

Surat tersebut menimbulkan sejumlah pertanyaan. Salah satunya: Mengapa negara mayoritas Muslim malah membela Tiongkok?

Bangsa Uighur mengalami sejumlah penindasan sistematis di Xinjiang, provinsi yang sudah lama diduduki minoritas Turki berabad-abad lampau sebelum Beijing mendudukinya sepihak atas dasar klaim sejarah. Anak-anak dan orang dewasa ditangkap di rumah mereka, dimasukkan ke kamp dan dipaksa menanggalkan nilai-nilai Islam yang mereka anut.

Beberapa laporan independen melaporkan warga Uighur yang ditahan aparat dipaksa makan babi, sementara lainnya menggambarkan betapa pemerintah Tiongkok memisahkan keluarga dan mencuci otak anak-anak agar mereka melupakan identitasnya sebagai umat Muslim. Diskriminasi serupa tidak dialami penganut Islam lain dari etnis lain di Tiongkok. Uighur mengalami kebijakan berbeda karena dianggap "selalu ingin memberontak."

Adapun soal dukungan negara muslim di PBB terhadap Tiongkok, hawabannya mungkin terletak pada ikatan politik dan ekonomi yang mengikat negara-negara ini. Arab Saudi, misalnya. Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (biasa dipanggil MBS) menghadapi kecaman internasional terkait pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi yang terjadi Oktober 2018. Di tengah kecaman itu, Tiongkok masih bersedia menyambut kedatangan MBS ke negaranya Februari lalu.

Iklan

Selama pertemuan mereka, Presiden Tiongkok Xi Jinping memberi tahu Salman bahwa "Tiongkok berteman baik dengan Arab Saudi. Hubungan bilateral kami yang khusus mencerminkan upaya yang telah Anda lakukan."

Selanjutnya, Arab Saudi menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi dengan Tiongkok senilai $28 miliar (setara Rp389 triliun).

Dalam laporan CNN, produser Tamara Qiblawi mengutip negara-negara seperti Arab Saudi melakukan ini agar masa depannya tetap terjamin. "Tiongkok adalah mitra perdagangan terbesar Arab Saudi. Dalam hal ekonomi, sebetulnya tidak mengejutkan apabila Putra Mahkota membela Tiongkok, terlepas dari bobroknya humas dia terkait kasus Jamal Khashoggi; bahkan jika Tiongkok kebetulan juga melanggar hak asasi manusia warga Muslimnya," kata Qiblawi.

Saat ini, Tiongkok adalah mitra perdagangan terbesar Arab Saudi. Negara-negara seperti Turkmenistan dan Tajikistan, yang ikut mendukung Tiongkok dalam surat di PBB, turut mengandalkan kebijakan luar negeri Beijing demi kesejahteraan ekonomi masing-masing.

"Kepentingan ekonomi diutamakan… Perbedaan ideologis tidak menghalangi kerja sama perdagangan," tulis Qiblawi. Kepentingan mempertahankan hubungan ekonomis kuat dengan negara adikuasa seperti Tiongkok tampaknya lebih diprioritaskan dibandingkan "perbedaan pandangan soal agama."

Kepala negara Pakistan, Arab Saudi, dan Sudan ingin meraih keuntungan dari hubungan mereka dengan Tiongkok. Tentu saja ada yang harus dikorbankan apabila mengkritik pemerintah Tiongkok. Azeem Ibrahim, direktur lembaga kajian Pusat Kebijakan Global, menilai tindakan kritik terhadap Tiongkok merupakan topik tabu di Pakistan. Menurut Ibrahim, hubungan dengan Tiongkok dari sisi politik sangat "cocok bagi negara-negara ini."

Iklan

Seperti yang ditegaskan kritikus seperti Qiblawi dan Ibrahim, dukungan negara-negara mayoritas muslim tersebut sangat dilandasi motivasi politik. Penyangkalan pelanggaran HAM oleh negara-negara Islam tersebut tidak mewakili kepercayaan mayoritas Muslim. Negara yang sama padahal dengan cepat mengecam Myanmar ketika menindas minoritas Rohingya.


Tonton dokumenter VICE yang mengungkap kebijakan diskriminatif dan teror aparat terhadap muslim Uighur di Tiongkok:


Lebih dari selusin negara Afrika juga mendukung Tiongkok di PBB. Seperti yang dilaporkan Quartz Africa. Setiap negara tersebut memiliki hubungan saling menguntungkan dengan Tiongkok.

Angola dan Nigeria, contohnya, dikabarkan menerima miliaran dolar dari Tiongkok untuk proyek-proyek infrastruktur. Mesir dan Nigeria merupakan pasar terbesar produk ekspor Tiongkok sepanjang 2017, menurut Inisiatif Penelitian Tiongkok-Afrika John Hopkin University. Kajian dari The Observatory of Economic Complexity memperlirakan bila 95 persen ekspor Sudan dikirim ke Tiongkok.

Quartz juga mencatat banyak negara yang mendukung Beijing di PBB sedang mengatasi konflik internal masing-masing. Di Mesir, Presiden Abdel Fatah el-Sisi telah dikritik karena semakin opresif dan rutin membungkam media. Di Sudan Selatan, krisis politik akibat rivalitas sekian faksi militer terus meresahkan warga.

Aksi bela Tiongkok yang dilakukan negara-negara ini—baik negara Islam maupun tidak—mencerminkan satu kenyataan pahit: betapa menguntungkannya mendukung Tiongkok secara sosio ekonomi dan politik. Tampaknya ini lebih penting bagi mereka daripada penderitaan etnis Uighur.

Follow Meera di Twitter dan Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.