Identity

Ngobrol Bersama Lelaki Indonesia yang Merintis Karir Jadi Aktor Film Dewasa di Jerman

Pemandian umum khusus lelaki di Kota Kabul Afghanistan

Sebagai laki-laki gay yang rajin menjelajahi dunia Internet sejak periode warnet hingga era ponsel cerdas, film-film porno tentu tak lepas dari observasi saya. Saya dulu memperolehnya dengan membuka situs-situs panas atau menunggu ada orang lain yang mengunduhnya ke dalam komputer-komputer di warnet lalu kita pindahkan ke USB (Oke, berhubung usia sekarang sudah kepala tiga, saya harus mengakui ada masa saya memindah data pakai… disket!).

Sekarang? Tentunya tidak semudah itu, Ferguso. Sejak UU Pornografi disahkan, akses-akses ke situs-situs macam itu langsung diblokir. Tentu saja sebagian dari kita (hayo, ngaku saja!) masih punya berbagai siasat demi menikmati konten porno di Internet.

Masalahnya UU Pornografi tidak hanya membatasi akses terhadap situs-situs panas tersebut, tetapi juga berpotensi digunakan mengkriminalisasi kaum gay Tanah Air. Dalam beberapa kasus, aktivitas seks sukarela yang dilakukan anggota kelompok minoritas gender dan seksual di Indonesia malah menjebloskan mereka ke dalam penjara atas dasar melanggar hukum seputar pornoaksi.

Oleh karena itu, saya amat tetarik ketika mengetahui dari media sosial ada seorang laki-laki gay asal Indonesia memutuskan terjun ke industri film dewasa benua Eropa. Apalagi ini dilakukannya di tengah diskriminasi, persekusi, dan kekerasan yang dialami teman-teman lesbian, gay, biseksual, transgender/transeksual, dan Queer (LGBTQ) di Indonesia beberapa tahun terakhir.

Pria yang mengaku lahir di Medan, Sumatra Utara pada 20 Agustus 1987 ini memilih Fabio Toba sebagai nama panggungnya. Fabio merupakan nama depan dengan inisial yang sama dengan nama aslinya (dia menolak memberitahu nama aslinya pada VICE atas alasan privasi). Sementara ‘Toba’ diambil dari nama danau terkenal di provinsi asalnya.

Beberapa waktu lalu, saya menghubungi Fabio yang kini tinggal di Hamburg, Jerman melalui aplikasi Skype. Kami pun bercakap-cakap seputar perjalanan karirnya dan tantangan yang dia hadapi karena latar belakangnya sebagai aktor film porno dari negara seperti Indonesia.

Videos by VICE

VICE: Halo Fabio. Bisakah kamu ceritakan kenapa pindah ke Jerman?
Fabio Toba: Awal mula pindah ke Jerman itu adalah dari pacar saya yang warga negara sana. Setelah pacaran lama banget, kami menikah pada 2013. Pesta pernikahannya sendiri sangat sederhana dan hanya dihadiri keluarga dia dan teman-teman terdekat.

Sekarang kami sudah bercerai tetapi masih tinggal bareng. Mengurus perceraian di Jerman itu butuh waktu yang lama. Barangkali tahun depan baru kami resmi pisah.

Lalu bagaimana ceritanya terjun ke industri film dewasa?
Saya pikir selagi tinggal di Eropa, kenapa tidak? Saya belum pernah lihat ada seseorang dari Indonesia berani memutuskan terjun ke dunia film dewasa. Saya ingin menjadi salah satu aktor porno pertama asal Indonesia.

Sebetulnya, saya sudah ingin melakukan [profesi] ini sejak dulu. Tetapi dulu saya masih kurang percaya diri ketika masih muda. Di Grindr [aplikasi kencan untuk kaum gay-red] saya sering ditolak. Bertahun-tahun saya kemudian rajin nge- gym, tambah tato, dan kemudian saya merasa badan cukup bagus.

Selain itu, sewaktu saya masih tinggal di negeri sendiri, masih ada persoalan budaya dan masih ada orang tua saya. Selagi saya masih di Jerman, peduli amat kata orang.

Saya memberanikan dirimenghubungi Tim Kruger [aktor porno gay asal Jerman dan produser studio TimTales] melalui Facebook dan Instagram. Kebetulan, di perusahaan dia belum ada model dari Asia. Dia bilang, ‘oke, kapan kamu mau mulai?’ Saya tidak perlu pakai casting dan langsung terbang ke Barcelona, Spanyol, untuk syuting film pertama saya pada Februari 2017.

Pengalaman syuting pertama kali seperti apa? Deg-degan?
Pertama-tama saya excited tetapi juga nervous. Pasti ada perasaan malu juga karena masih terbiasa dengan kebudayaan Timur. Produser saya ketika itu memaklumi hal ini dan malah menyemangati saya. Syuting pertama saya memakan waktu hampir lima jam.

Lama juga?
Karena waktu itu saya masih belum profesional. Dikit-dikit masih lihat ke kamera. Malu-malu. Fostter Riviera, lawan main saya ketika itu, ikut menenangkan saya supaya jangan nervous. Ini kan debut kamu, katanya, dibawa santai saja. Semua kru film yang ada pada saat itu juga baik-baik.

Apakah sebelum akting dirimu dites untuk HIV dan penyakit menular seksual lainnya?
Ya, pasti [tes semacam itu] ada. Karena syuting untuk rumah produksi yang merilis adegan-adegan bareback [seks tanpa kondom], tentu saya masih khawatir. Produser TimTales mengatakan pada saya sebagian besar dari model-model di sini juga sudah terkena HIV. Tetapi di Jerman kan ada PreP [profilaksis prapajanan, yaitu obat-obatan untuk mencegah virus HIV pada orang yang belum pernah terpapar-red]. Saya kemudian dirujuk ke klinik setempat cek kesehatan dan mulai menggunakan menggunakan PreP sesuai petunjuk dokter.

Setelah PreP apa masih muncul rasa takut atau khawatir?
Kalau rasa takut, ya, awal-awalnya masih ada. Namun, setidaknya di Jerman kalaupun kita terkena HIV kita juga tidak memperoleh diskriminasi. Kita masih bisa bekerja, dan lain sebagainya. Akhirnya ya rasa takut itu mulai berkurang dan setiap enam bulan sekali saya selalu cek kesehatan.


Tonton dokumenter VICE mengenai bisnis persewaan pacar untuk cewek-cewek jomblo yang populer di Jepang:


Pendidikan seks di Indonesia rasanya masih kurang mengulas hubungan seks yang aman. Boro-boro tahu soal PreP. Padahal sebagian film porno gay banyak menampilkan adegan bareback. Apa komentar Fabio soal fenomena ini?
Iya, sebaiknya sih mereka tetap menggunakan kondom karena itu lebih terjamin. Saya rasa PreP belum ada di Indonesia, baru ada di Thailand. Selain itu, PreP juga tidak 100 persen menjamin kita terlindungi. Selain itu, sebaiknya teman-teman gay juga berhati-hati dan selalu cek kesehatan secara rutin, sebelum semuanya terlambat.

Saya melihat banyak sekali di Instagram menggunggah postingan teman-teman gay yang meninggal pada usia yang rata-rata masih muda. Ada yang baru 20 tahun, 25 tahun, 35 tahun. Saya bukannya mau berasumsi mereka meninggal karena [AIDS], tetapi alangkah baiknya kan bila kita waspada. Apabila saya kembali ke Indonesia, sebetulnya saya ingin ikut mempromosikan tes HIV. Sebagian besar gay hanya tahu senang-senangnya saja, tetapi tidak tahu risikonya.

Omong-omong, benarkah jadi aktor porno menyenangkan atau malah asumsi itu sesat?
Sebelum saya menjadi aktor porno, saya juga berpikir [akan selalu menyenangkan]. Tetapi setelah saya benar-benar menjalaninya, ini-ini benar pekerjaan yang sulit. Syuting film porno itu juga memakan waktu yang lama. Selain kamu dan lawan main kamu, ada juga sutradara dan kru film lainnya di balik layar. Kamu harus konsentrasi karena di depan kamera.

Kadang-kadang bisa saja kita dipasangkan dengan lawan main yang sebetulnya bukan tipe kita. Jadi, walaupun kita tidak tertarik dengan lawan main kita, tetapi kita harus bisa pura-pura menikmati. Harus profesional. Selain itu juga harus menjaga badan. Rutin pergi ke pusat kebugaran, rajin minum air putih, tidur yang cukup, dan lain sebagainya.

Sejauh ini Fabio sudah membintangi berapa film?
Sejauh ini saya bermain di 13 scene/adegan film untuk beberapa rumah produksi di Eropa. Tetapi belakangan ini saya vakum dulu karena mengurus visa. Bagi saya, film porno hanya sebagai sarana mengekspresikan diri dan bukan sebagai pekerjaan utama. Sebagian aktor porno memang menjadikan bidang ini sebagai pekerjaan utama mereka, tetapi saya tidak. Pekerjaan utama saya saat ini adalah bartender.

Apakah keluarga di Indonesia tahu orientasi seksualmu?
Keluarga besar sebetulnya tidak tahu kalau saya gay. Kebetulan keluarga bokap juga masih ada keturunan Timur Tengah. Bokap dan Nyokap sudah lama bercerai. Selama tinggal di Indonesia, saya tinggal sama Nyokap dan beliau sudah tahu mengenai jati diri saya sebagai gay. Pada 2016 silam, Nyokap juga sempat berkunjung ke sini.

Artinya profesi sambilanmu membintangi film porno keluarga tidak tahu?
Tahu. Nyokap saya mengetahuinya melalui Instagram. Kira-kira sekitar empat bulan setelah syuting pertama, tiba-tiba dia menanyakan melalui Whatsapp, ‘kamu ngapain di Jerman?’ Saya bilang, ‘kerja.’ ‘Jangan bohong,’ dia bilang. Saya kemudian bertanya ada apa. Nyokap sebetulnya sudah terbiasa melihat foto-foto saya bersama orang bule. Kemudian Nyokap bilang apa benar saya ‘main film-film blue.’ Ketika saya mengiyakan, dia bilang: ‘Masya Allah. Kok, begitu, Nak?’

Aku berkeras pada keputusanku dan pada akhirnya dia cuma berpesan supaya saya menjaga diri baik-baik.

Fabio masih mengikuti perkembangan di Indonesia seputar komunitas LGBTQ? Sudah dengar soal rencana ruqyah gay di Sumbar?
Iya, sedih melihatnya. Misalnya, kemarin ketika ada gempa dikait-kaitkan dengan LGBT. Sedih banget. Orang-orang LGBT jadi seperti sampah di masyarakat. Kita kan sebagai LGBT juga manusia. Kalau untuk permasalahan Pemerintah terhadap kaum LGBT memang sangat disayangkan tetapi mau bagimana lagi? Kita kan adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, jadi untuk isu LGBT sangatlah susah. Namun, saya berharap berharap semoga teman-teman LGBT bisa diterima di Indonesia sebab kita sudah terlahir seperti ini. Ini bukan pilihan kita.

Mengingat perkembangan di Indonesia yang tidak ramah bagi minoritas seksual, apakah kamu takut pulang ke Tanah Air?
Saya tidak merasa takut selagi masih tinggal di sini. Tetapi kalau saya berada di Indonesia, saya harus membatasi diri. Untuk jaim pun sepertinya tidak, tapi saya perlu berhati-hati di Indonesia selagi saya tidak menyalahi peraturan-peraturan yang ada.

Dari interaksi media sosial, Fabio kayaknya sudah mulai punya penggemar nih. Apakah memang kamu ingin menginspirasi orang lain yang ingin terjun ke industri film dewasa?
Saya sebenarnya tidak ingin menginspirasi, menjadi contoh ataupun panutan bagi siapa pun. Menjadi aktor porno, ya, sebetulnya apa baiknya? Saya tidak ingin menjadi role model walau apabila mereka ingin mengikuti jejak saya, ya, itu terserah mereka. Namun, untuk menjadi role model sepertinya sangat tidak bagus.

Saya hanya ingin mereka jangan pernah takut untuk menjadi diri mereka sendiri. Itu saja. Be who you are.


Amahl S. Azwar adalah penulis lepas yang sudah melela sebagai gay. Dia tinggal di Shanghai, Cina, bersama suaminya. Dia bekerja paruh waktu sebagai guru Bahasa Inggris sembari berharap bisa mengikuti jejak jadi penyanyi sekelas Anggun.