FYI.

This story is over 5 years old.

Noisey

Nonton Konser Limp Bizkit di Tahun 2017 Cara Terbaik Memaknai Kedewasaan

Akhir 90-an, band nu-metal Limp Bizkit adalah fenomena. Mereka bagaikan Spice Girls untuk cowok-cowok remaja yang penuh amarah. Pertanyaannya: apakah mereka masih bertaji dan relevan bagi fans yang sudah menua?

Artikel ini pertama kali muncul di Noisey UK.

Saya tidak malu mengakui—ketika masih 13 tahun, gembrot, dan culun—Limp Bizkit sangat berpengaruh. Banyak remaja penuh hormon seumuran kala itu menemukan pelampiasan dengan cara menulis buku diary atau berolahraga. Sementara saya memilih terjun ke moshpit yang dikomandoi vokalis Limp Bizkit, Fred Durst. Meniru sosok idola itu, saya mulai mengenakan topi Yankees terbalik dan menyebut seks sebagai "nookie." Sekitar tahun 2000, saya bertemu Durst di belakang panggung Reading Festival. Dia menandatangani kaos saya. Hingga saat ini, saya belum pernah sebahagia itu.

Iklan

Awal 2000-an adalah waktu yang aneh bagi musik dan kehidupan secara umum. Tragedi 9/11 terjadi, dan masa kepresidenan George W. Bush dimulai. Masa itu kacau, tapi untungnya belum ada twitter. Anda masih bisa jadi pendengar optimis Limp Bizkit—lengkap dengan celana camo dan rantai dompet—tanpa harus sok-sokan ironis. Mungkin keadaan memang memungkinkan empat pria asal Florida ini—lengkap dengan gitaris yang selalu tampil super nyentrik—menjadi band terbesar di dunia saat itu. Ketika melihat foto-foto diri saya di masa-masa jaya nu-metal—mengenakan celana jeans baggy—saya sadar bahwa awal 2000-an adalah masa di mana orang-orang belum terlalu sadar diri seperti sekarang.

Sekarang semuanya berubah. Kita bertambah dewasa. Semua harapan dan kenaifan masa muda digantikan kegagalan demi kegagalan di umur 20-an. Cara berpakaian kita semakin formal, dan kita tidak lagi melakukan tarian "Rollin". Hanya saha, ternyata tidak semuanya berubah… Hampir dua dekade setelah masa keemasan mereka, Limp Bizkit masih eksis dan sering manggung. Baru beberapa minggu lalu, tiket konser mereka (bareng pelopor nu-metal lainnya, Korn) habis terjual di Webley Arena yang bisa menampung 12.500 orang. Tapi siapa juga yang masih ke konser Limp Bizkit hari gini? Emangnya Limp Bizkit masih relevan untuk mantan pendengar yang sudah tua seperti saya? Saya akhirnya bela-belain nonton konser itu untuk mencari tahu jawabannya.

Iklan

Ketika saya tiba di venue, rasanya serupa tapi tak sama dengan konser nu-metal di awal 2000-an. Sekarang celana jeans trendi adalah yang ketat dan tidak lagi baggy. Para penonton terlihat lebih tua dan pengamanannya diperketat. Tapi lautan kaos-kaos metal berwarna hitam, gelang kulit, dan rambut berwarna-warni masih mudah terlihat. Anda bisa menemukan anak-anak bergaya goth, para pendengar yang ingin bernostalgia, dan para metalhead yang selalu mabuk dan agresif. Biarpun dunia sudah banyak berkembang dalam 16 tahun terakhir, para penggemar nu metal terlihat sama saja.

Fred Durst kini 46 tahun dan terlihat lebih tua. Dia sedikit jenggotan, mengenakan celana gombrong berwarna merah, dan topi pancing. Dia masih menyanyikan (atau ngerap) lirik penuh amarah yang sama seperti masa mudanya. Durst terlihat seperti tokoh sepuh nu metal yang sedang terjun kembali ke dunia bersama kru lamanya, berusaha meraih kesuksesan seperti 16 tahun lalu. Menghiasi mukanya dengan cat putih tebal layaknya manusia tengkorak seperti biasa, gitaris Wes Borland masih terlihat seperti…Wes Borland—seakan-akan setiap hari adalah Halloween. Saya sendiri sudah tidak lagi gembrot seperti saat berumur 13 tahun. Kini saya hampir 30 tahun. Sambil mengenakan cardigan merek Uniqlo, saya bertanya ke diri sendiri: ngapain ya gue di sini?

Sayangnya jawabannya tidak lekas datang. Ketika sedang menyaksikan Limp Bizkit malam itu, saya sadar musik mereka selalu mengikuti formula yang sama: ngerap, chorus, ngerap, chorus, bagian naik, mosh pit, abis. Itulah alasan mereka tidak pernah disukai para kritikus musik bahkan pada masa keemasannya. Bagaimanapun, formula inilah kelebihan utama Limp Bizkit. Anda hafal setiap bagiannya, dan anda tahu kapan bagian "rusuh" akan datang. Ketika lagu-lagu lama seperti "Faith," "Boiler," atau "Full Nelson," dimainkan, tubuh anda seakan-akan headbang secara otomatis, berusaha mengenang masa-masa muda yang indah.

Iklan

Band nu metal arus utama seperti Limp Bizkit atau Papa Roach memang agak unik. Mereka sebenarnya terlalu penuh kemarahan untuk bisa diterima publik umum. Mereka tidak seperti Linkin Park atau Nickelback yang lebih easy listening. Namun mereka juga tidak cukup "nyentrik" sehingga bisa diterima penggemar Slipknot atau Deftones. Karena kemarahan ini bukan gimmick semata, jadinya ya sampai sekarang Limp Bizkit masih sama-sama saja. Dalam lima tahun masa keemasan Limp Bizkit, mereka menulis banyak lagu-lagu hits yang sangat berkesan di telinga pendengar. Hanya dengan kembali datang ke konser Limp Bizkit, atau mendengar chord pembuka di lagu "Break Stuff," anda seakan-akan masuk mesin waktu, kembali ke masa-masa muda tersebut.

Tapi pertanyaannya: apakah musik Limp Bizkit bisa dibilang bagus? Sama bagusnya dengan Bjork atau Beyonce? Semua artis tersebut bagus dalam kapasitas mereka sendiri-sendiri. Mungkin lirik-lirik Limp Bizkit sangat kekanak-kanakan apabila didengar sekarang, sehingga dahi anda mengernyit. Tapi apa ini berarti "My Generation" sudah tidak keren lagi? Menurut saya dan 47 juta orang di YouTube yang kerap memutar lagu ini: masih.

Cara masing-masing orang mengenang Limp Bizkit tampaknya unik. Sekitar 90 persen musik mereka itu tidak berbeda jauh dengan musik tema pegulat pro saat memasuki arena. Ini musik background yang pas ketika anda sedang sok-sokan berkhayal jadi jagoan di kamar, atau sedang moshing bareng teman-teman sekolah. Limp Bizkit itu seperti sebuah institusi. Ada action figure-nya dan ada gerakan-gerakan khasnya di beberapa lagu-lagu tertentu. Di titik tertentu, ucapan "Yeah!" dan "C'mon!" khas Fred Durst bahkan menjadi bagian dari kultur pop, tak beda jauh dengan kutipan dari serial TV Friends. Limp Bizkit adalah sebuah fenomena. Mereka seperti Spice Girls untuk cowok-cowok remaja yang penuh amarah. Limp Bizkit sukses karena mereka berhasil menciptakan musik penuh kemarahan namun tetap menyenangkan. Dan sampai sekarang, fakta ini belum berubah.

Nonton konser Limp Bizkit di tahun 2017 ini penting bagi saya dan banyak pendengar setia lainnya, karena mereka menghadirkan suasana menyenangkan, tidak seperti band-band lainnya yang berusaha tampil serius. Memang mudah melihat sosok Fred Durst sekarang lantas menuding "Woy, dewasa dong! Mau sampe kapan kayak gini?" Tapi kenapa juga mereka harus jadi dewasa? Dunia kita saat ini sedang kelam-kelamnya dan kita membutuhkan pelampiasan. Mungkin kita hanya perlu berteriak "It's all about the he-says-she-says bullshit."