Obsesi Studiorama Terus Hadirkan Kebaruan Dalam Gigs Musik Alternatif Ibu Kota

Obsesi Studiorama Terus Hadirkan Kebaruan Dalam Gigs Musik Alternatif Ibu Kota

Jika kalian menyukai musik-musik alternatif, besar kemungkinan kalian pernah mendatangi salah satu gigs yang dihelat oleh Studiorama. Kolektif asal Jakarta yang satu ini tiada henti-hentinya menyuguhkan alternatif acara musik yang menarik.

Studiorama, sekumpulan anak muda kreatif itu, berusaha konsisten menggebrak kancah gigs ibu kota, dengan line up musisi dalam maupun luar negeri yang mereka hadirkan untuk para penggemar musik.

Videos by VICE

Studiorama hadir sejak Maret 2011, senantiasa membuat pentas musik yang berkesan. Dentum Dansa, konser Fazerdaze, Homeshake, hingga Japanese Breakfast adalah beberapa acara di masa lalu yang berhasil mereka selenggarakan di Jakarta. Dengan rekam jejak seperti itu, keputusan Studiorama membikin festival musik Ornaments, yang akan berlangsung pada tanggal 15 November 2019, adalah langkah logis selanjutnya.

Untuk Ornaments, Studiorama mengombinasikan beberapa artis lokal seperti BAP., Gabber Modus Operandi, Horse Planet Police Departmet, bersama dengan musisi internasional King Gizard & The Lizard Wizard, Badbadnotgood, dan These New Puritans sebagai penampil utama acara.

VICE berkesempatan ngobrol bareng Reno Nismara, salah satu pendiri kolektif Studiorama, membahas proses kreatif kolektif ini dalam merancang gigs, perjalanan acara yang sudah pernah mereka buat, hingga apa saja yang disiapkan untuk ‘Ornaments’.

VICE: Boleh dijelaskan siapa saja sih yang berkegiatan di Studiorama?
Reno Nismara: Studiorama pada dasarnya adalah kolektif musik palugada, apa lu mau, gue ada. Awalnya dari bikin acara musik sendiri tahun 2011, manggungin musisi-musisi lokal kesukaan yang menurut kami belum dapat exposure layak. Kecil tapi selalu menyenangkan. Lama-lama, dipicu sama ajakan kerja sama dari luar, kami mulai berani ngundang musisi luar. Pertama ada Mac DeMarco, lalu pernah Japanese Breakfast, Fazerdaze, A Place to Bury Strangers, Homeshake, bahkan sampai The Garden dan Young Magic. Sekarang kami semakin berani eksperimen: bikin music conference Archipelago Festival bareng Sounds from the Corner, godok acara buat pihak eksternal, dan yang paling baru dan paling ambisius sejauh ini, bikin festival skala gede yang namanya Ornaments.

Kalau bicara ‘siapa’, Studiorama dari awal, enggak tahu kebetulan atau enggak, diisi sama penggemar musik yang punya beragam selera dan nguasain bidang beda-beda. Ada yang bisa finance, ahli hukum, terbiasa nulis, tukang ngulik musik, jago gambar, dan lainnya. Ini ngebangun dinamika berkelanjutan di mana para anggotanya bisa saling melengkapi satu sama lain, baik waktu ngurusin Studiorama atau kehidupan sehari-hari.

Ciri khas kalian yang bikin selalu diingat audience seperti apa? Untuk perkara bikin event tentunya.
Salah satu yang jadi konsentrasi kami sejak awal Studiorama berdiri adalah gimana caranya harus bisa nampilin kebaruan, baik itu dari pengisi acaranya atau pengalaman nonton musiknya. Gue ingat waktu Studiorama bikin konser Mac DeMarco bareng Prasvana tahun 2015, ada media yang nulis: “Akhirnya ada promotor Indonesia yang berani datengin band muda yang lagi banyak dibicarain.” Karena pada saat itu, mungkin sebetulnya sampai sekarang, kebiasaan promotor sini adalah ngundang band-band nostalgia.

Gue pribadi senang waktu baca tulisan itu, berarti tujuan Studiorama menawarkan kebaruan tercapai. Sampai sekarang pun sebisa mungkin kami kasih sesuatu yang baru buat orang-orang. Enggak bisa dipungkiri kalau ada sesuatu yang memuaskan ketika elo menemukan, mendengar, melihat, mengalami sesuatu yang baru.

1573467137988-Studiorama
Logo Studiorama.

Metode creative thinking kalian seperti apa bisanya, agar dapat ide bikin event yang menurut kalian keren.
Gue enggak tahu sih ini termasuk metode berpikir kreatif atau bukan, tapi kami selalu menempatkan diri sebagai penggemar musik setiap mengemas acara. Kami mau memuaskan sesama penggemar musik. From music fans to music fans. Ada sentuhan empatinya. Kami selalu berangkat dari situ untuk ideation-nya, tapi tentunya tanpa mengompromikan identitas Studiorama yang selalu mau kasih sesuatu yang baru. Setelah itu, begitu kami bikin announcement soal acara yang kami bikin, kami cuma bisa menyerahkan ke para penggemar musik di luar sana apakah acara yang kami bikin itu appealing dan mau mereka datangi.

Menghadirkan konsep tertentu dari setiap event kalian itu sepenting apa sih?
Penting banget pastinya. Konsep itu salah satu elemen fundamental yang ngebentuk hasil akhir, mau itu acara, lagu, film, lukisan, tulisan, bisnis, dan lainnya. Coba bayangin pencetus Fuji Rock Festival, misalnya, kalau dia enggak punya konsep festival musik di pegunungan lengkap sama camping experience-nya, itu bakal jadi festival musik biasa. Atau festival musik impian gue Levitation di Austin, Texas; kalau pencetusnya enggak punya konsep festival musik psychedelic lengkap dengan estetika yang serba halusinogenic, itu juga bakal jadi festival musik biasa. Bahkan kalau Levitation, konsep jadi berpengaruh ke pemilihan pengisi acaranya. Jadi konsep bisa bikin karya atau produk jadi standout di antara pilihan-pilihan lain di luar sana.

Cara kalian agar tetap otentik gimana dong?
Dengan memercayakan selera dan referensi yang dipunyai masing-masing anggota. Otentik itu in a way personalization, kan? Jadi apa lagi yang bisa ngebentuk authenticity itu selain orang-orang yang ada di dalamnya? Semua punya suara di Studiorama, semua boleh kasih masukan, baru habis itu kami sama-sama synthesized, bisa jadi apa nih?

Gue selalu encourage orang-orang untuk ngulik. Misalkan ada orang yang suka Tame Impala gitu, gue mau orang itu ngulik lebih dalam lagi biar referensinya makin luas. “Oh, elo suka Tame Impala? Coba deh, baca-baca siapa yang influenced Kevin Parker kalau bikin musik,” gitu. Dari ngulik yang kayak gitu, elo bisa nemu Dungen, terus lanjut ke band-band Skandinavia lain, lintas dekade, lintas genre, kemungkinannya banyak banget; dan ini enggak cuma musik lho ya, bisa aja elo selipin referensi dari fotografi gitu misalnya. Makin luas referensinya, makin banyak yang bisa diolah untuk bikin sesuatu yang otentik.

Pengalaman apa sih yang kalian janjikan kepada audience yang datang ke tiap acara Studiorama?
Pengalaman yang utuh. Audio visual, multi-sensory, apalah itu. Kami bahkan sudah melakukannya sejak acara Studiorama pertama. Bukan cuma band, tapi kami juga pilih seniman dari disiplin lain buat nemenin aksi panggung. Jadi penonton enggak cuma dapat penampilan musik, tapi juga visual atau performance pengiring. Gongnya menurut gue pribadi ada di tahun 2014, acara acara Studiorama kelima: waktu Ramayana Soul main diiringi penari Aras & Aya, Future Collective kolaborasi bikin video sama Duto Hardono, dan Voyagers of Icarie tampil pakai visual dari Isha Hening dan Endira F. J.

Nah buat Ornaments, kami kolaborasi sama Offline Team dari Maika untuk desain pengalaman festivalnya. Jadi panggung, dekorasi, dan sebagainya didesain berdasarkan obrolan dua pihak. Kami sangat menikmati prosesnya, ketemu sudut pandang lain yang bisa buat acara jadi lebih baik. Kami selalu senang kalau ada sparring partner yang bisa diajak berdiskusi, membuka pintu terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.

Adakah event paling berkesan selama Studiorama berdiri?
Buat gue pribadi, enggak tahu yang lain, pastinya gelaran Studiorama pertama. Itu kickstart buat apa yang sudah dilakuin Studiorama sampai detik ini. Yang datang mungkin cuma puluhan orang, tapi kalau tidak ada itu, enggak bakal ada kesempatan buat bikin acara-acara berikutnya, apalagi dapat kesempatan buat ketemu dan kenalan sama orang-orang hebat di sekitaran. Enggak mungkin ada juga cerita-cerita seru yang kekumpul, kayak gimana gue sama teman-teman lain nemenin Mac DeMarco cari topi Ralph Lauren di Sarinah atau gimana anak-anak Homeshake yang mayoritas vegetarian puas banget makan Pecel Boma, Fatmawati sampai bilang: “Makanan ini harusnya dapat Michelin Star.” Efek domino yang menyenangkan.

1573467497738-Homeshake
Homeshake yang dibawa Studiorama, diajak makan di warung pecel Fatmawati.

Gimana pengalaman kalian saat bikin event pertamanya Studiorama?
Kalau ngomongin pengalaman bikin event pertama Studiorama, nggak bisa lepas dari momen pertama kami memutuskan untuk bikin Studiorama. Kejadiannya di rumah gue awal tahun 2011, lagi kumpul-kumpul, bentuk lingkaran, dengar-dengar lagu, ketawa-ketiwi. Tiba-tiba kami bertanya-tanya, “Kok acara musik yang main itu-itu saja ya? Mana nih yang baru-baru kok enggak keangkat?” Kayak ada kenyamanan di scene yang udah bertahan terlalu lama, yang bikin kami lumayan jenuh waktu itu. Kami mau angkat band atau penyanyi lokal yang bagus, yang agak terkubur, belum banyak yang tahu.

Akhirnya kami sepakat untuk bikin sesuatu yang bisa mengakomodir ini, dan enggak lama kami gerak cari venue, ketemulah sebuah studio musik bernama Mary Jane di daerah Karang Tengah. Itu juga alasan nama kami Studiorama, sebatas karena acara kami di studio musik. Waktu itu pengisi acara perdananya adalah Loud [sekarang Sigmun], Caves [sekarang Kracoon], dan Jelaga. Nama-nama itu lumayan krusial sih untuk bikin semacam statement, kayak ngasih tahu ke luar sana: “Nih band-band bagus yang layak dikasih panggung sesering mungkin.” Responsnya ternyata oke banget dan orang-orang langsung paham kalau Studiorama cukup mementingkan scouting yang dalam.

Konsep dari event terbaru ‘Ornaments’ yang kalian garap pada 15 November 2019 seperti apa?
Mungkin ini bisa dijawab dengan alasan memakai nama ‘Ornaments’ itu sendiri. Secara definisi literal, ‘ornament’ artinya “a quality adding grace, beauty, or honor to something.” Lewat festival ini, kami mau honor atau merayakan the music scene, mau itu global atau lokal, apa pun jenis musiknya, pelaku atau penikmat. Selain itu, kayak yang sudah gue bilang tadi, kami kolaborasi dengan Offline Team untuk experience design-nya. Nah untuk yang ini, kayaknya enggak bijak kalau gue kasih spoiler sekarang, kalian harus datang langsung ke Ornaments untuk bisa immerse ke konsep festival ini.

Menurutmu, kenapa pecinta musik perlu datang ke acara ‘Ornaments’?
Ornaments bisa dibilang sebagai kumpulan dari semua acara Studiorama yang pernah ada. Kami punya beberapa series acara, dari Studiorama Live yang manggungin band atau penyanyi lokal sampai Studiorama Ascension yang agak techno, semuanya bakal terwakili di Ornaments. Pengisi acaranya juga datang dari banyak negara, ada yang dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Taiwan, Australia, sampai tentunya Indonesia. Jadi bakal ada something for everyone di festival ini.

Harapan kalian sendiri buat event ‘Ornaments’ kayak gimana?
Mungkin supaya festival ini bisa jadi semacam gerbang discovery buat penonton untuk menemukan musisi-musisi baru. Pasti banyak penonton yang tahu semua pengisi acara Ornaments, tapi buat yang mengincar untuk nonton musisi-musisi tertentu, tidak ada salahnya mencoba menonton yang lain, siapa tahu ada yang nyantol dan jadi favorit baru. Intinya, open mindedness itu penting untuk menikmati Ornaments pada khususnya dan festival musik pada umumnya.


Artikel ini adalah kolaborasi VICE dan Studiorama untuk publikasi konser Ornaments yang digelar di Kuningan City Ballroom, Jakarta Selatan, pada 15 November 2019. Tiket bisa didapatkan di sini.