Artikel ini pertama kali tayang di VICE Netherlands
Baru-baru ini, sembari berdiri di sebuah bar atap gedung di Lison, dengan wajah memerah akibat terpanggang matahari dan rambut berpasir karena seharian main di pantai, saya melihat ke sekeliling saya dan menyadari suatu hal: kok semua orang di sini cakep semua? Beneran lho, setiap orang yang saya lihat di sini terlihat memesona dan bergaya. Dan karena semuanya cakep, mereka tidak kaget dengan kondisi fisik masing-masing, atau menganggap fenomena ini ganjil.
Nah, karena dikelilingi oleh orang-orang yang cakepnya gak ketolongan, saya jadi kepikiran gimana ya hidup mereka. Apakah mereka selalu ngeh bahwa mereka cakep? Pernahkah mereka bosan mendengar puja-puji seputar penampilan mereka? Kalau pas sedang mimi-mimi cantik, berapa banyak gelas minuman yang ditraktir orang asing?
Untuk mencari tahu, saya meminta kawan-kawan saya menunjukkan orang-orang paling cakep yang mereka kenal di media sosial. Hasilnya, saya ngobrol-ngobrol dengan enam manusia cakep di bawah ini. Mereka sangat membantu saya memahami hidup dari sudut pandang orang-orang cakep.
Videos by VICE
Billie*, 28 tahun
VICE: Wah, Billie, kamu cakep banged.
Billie: Iya, saya tahu. Tapi sejujurnya, nih, seperti orang lain, ada banyak yang ingin saya ubah soal penampilan saya. Dan saya sadar, saya enggak sebaiknya berpikir seperti itu, saya seharusnya bersyukur. Tapi ya, benar, ada banyak manfaat punya tampang kayak begini. Saya kan kerja di bidang perhotelan, jadi saya sering dapat tip gede, dan cowok-cowok sering nawarin traktir minuman.
Teman-temanmu pernah cemburu, pas kamu jadi pusat perhatian?
Iya, saya kadang merasa begitu. Jadi saya suka merasa bersalah kalau cowok-cowok cuma ngobrol sama saya dan mengabaikan teman-teman saya. Kalau sudah begitu, biasanya cowok-cowok ini saya cuekin aja. Saya sering menyampaikan pujian ke teman-teman saya soal penampilan mereka, tapi mereka menganggap saya sekadar bercanda.
Apa benar, orang-orang tidak menganggapmu serius hanya karena mereka berasumsi orang cakep pasti blo’on?
Wah, iya banget tuh. Waktu cowok-cowok ngajak ngobrol saya, mereka cuma ngomong bahwa saya cantik banget. Mereka enggak nanya saya suka apa. Ya begitulah, kalau kamu cakep, kamu hanya dinilai berdasarkan penampilanmu. Orang-orang terkadang lupa bahwa kita juga punya kepribadian.
Emil, 32 tahun
VICE: Apa hidupmu lebih mudah, hanya karena kamu sangat cakep?
Emil: Ya, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa orang-orang yang cakep lebih mudah disukai. Tapi di sisi lain, orang-orang seringkali berasumsi saya arogan. Mereka bilang, mereka enggak bisa akrab sama saya karena saya canggung. Dan mereka bingung, kan saya cakep, kok masih bisa-bisanya enggak pede.
Apakah ada orang yang jadi gugup di sekitarmu karena kecakepanmu?
Ada dulu seorang rekan kerja yang tiba-tiba menjatuhkan barang-barang, isi piring, gelas, bolpen, ketika dia ada di sekitar saya.
Kapan kamu pertama kali sadar bahwa kamu cakep?
Ibu saya selalu bilang saya cakep, tapi namanya juga ibu, jadi pujiannya ga saya anggap serius. Setelah bekerja selama satu tahun sebagai model, barulah saya mulai percaya. Tapi hal ini tidak saya pikirin, sih. Biasa aja bahwa cewek-cewek di jalan tersenyum pada saya. Eh, tapi, jangan-jangan itu enggak biasa ya? Kurang tahu juga sih.
Sering dapet barang gratisan kah?
Sayangnya, enggak. Mungkin ini terdengar seksis, tapi saya rasa cewek-cewek secara umum lebih mahir menggoda orang supaya dapat barang gratisan.
Nina, 23 tahun
VICE: Apa menurutmu orang-orang cakep secara umum lebih bahagia?
Nina: Ya, memiliki penampilan cakep bisa sangat membantu sih. Misalnya, saya enggak pernah harus wawancara kerja. Biasanya saya hanya ngobrol-ngobrol santai, lalu mereka menawarkan saya pekerjaan itu. Saya juga ngeh bahwa orang-orang lebih permisif pada saya, kalau misalnya saya berprilaku buruk. Waktu saya di klab, berdiri di bar, mengambil sendiri bir dari keran, saya enggak diusir. Orang-orang juga selalu ramah pada saya, saya enggak perlu berusaha keras untuk nyari teman.
Jadi, kamu cukup percaya diri lah ya?
Enggak gitu juga. Saya tahu saya cakep, tapi emangnya saya memandangi diri sendiri seharian? Di malam-malam tertentu, terutama ketika saya tidur cuma sebentar, saya terlihat sangat jelek.
Ayolah, orang-orang mungkin rela melakukan hal-hal aneh supaya bisa memiliki penampilan kayak kamu.
Saya enggak merasa saya secakep itu. Dulunya saya bekerja sebagai seorang model, tapi pekerjaan itu membuat saya merasa tidak nyaman karena industrinya penuh pencitraan. Menjadi cakep enggak hanya membawa manfaat, tahu. Orang-orang mudah terintimidasi denganmu, atau mereka berasumsi kamu arogan.
Peter, 37 tahun
VICE: Kamu pernah takut akan kehilangan penampilan ini saat menua nanti?
Peter: Iyalah, tentu saja. Saya dulunya seorang penari profesional, jadi penampilan berperan penting dalam karir saya. Saat seseorang masih muda dan cantik, semuanya terasa mungkin. Seiring bertambahnya usia, hal itu berubah.
Apa kamu pernah memanfaatkan fakta bahwa kamu fit banget?
Ya, saya bisa sih memanfaatkan pesona saya jika saya menginginkan sesuatu. Misalnya nih, dulu seorang kawan dinominasikan untuk Man of the Year Award majalah GQ di Belanda. Dia enggak menang, jadi untuk menghibur hatinya, dia dan saya menggunakan pesona kami untuk menghasut perempuan yang mengurus goodie bag supaya memberikan selusin untuk kami bawa pulang.
Kamu sering diajak kencan dong ya?
Iya, lumayan sering. Tapi saya rasa ini juga berhubungan dengan pekerjaan saya sebagai penampil. Orang-orang suka menghampiri saya berpikir mereka kenal sama saya, hanya karena mereka ngeliat saya tampil di atas panggung sekali. Itu rada aneh, sih.
Luca, 21 tahun
VICE: Hidupmu asyik banget, apakah selalu seru jadi orang cakep?
Luca: Enggak selalu seru sih, seringnya orang-orang hanya memandangi saya, membikin saya enggak nyaman. Dan mereka senang berasumsi saya itu tolol.
Apa orang-orang tak dikenal pernah menghampirimu hanya untuk memuji penampilanmu?
Iya, begitulah. Saya sering dapat pujian atas bercak-bercak di wajah saya atau rambut saya. Manis sih, tapi kadang capek aja. Inginnya orang-orang nanyain tentang pekerjaan saya atau hobi saya gitu.
Kamu bisa tidur dengan siapapun yang kamu inginkan, dong?
Saya enggak pantas mengeluh. Terkadang saya hanya butuh seks, seperti orang lain. Tapi di suatu titik, seks selewatan kayak begitu mulai terasa tak bermakna. Dan ketika orang-orang yang saya enggak suka menghampiri saya, saya harus menolak mereka. Menolak orang itu enggak seru.
Kalau saya secakep kamu, saya pikir hal yang paling saya sukai adalah barang-barang gratis yang dikirim para humas, karena mereka ingin melihat kamu memakai barang-barang itu.
Iya, saya setuju. Senang sih, dapat baju dan barang lainnya secara cuma-cuma. Abis itu saya post di Instagram deh.
Dyllan, 21 tahun
VICE: Apa menurutmu hidup lebih mudah karena penampilanmu kayak begini?
Dyllan: Ya kagak, lah. Hidup mah keras-keras aja, mau tampangnya kayak gimana juga.
Jadi kamu enggak khawatir hidupmu akan lebih sulit, ketika nanti menua dan penampilanmu berubah?
Enggak lah. Dan saya enggak takut kehilangan penampilan saya, karena kalau cakep mah cakep aja. Di samping potong rambut secara rutin, saya enggak melakukan perawatan diri apapun. Dan saya rasa, saya enggak akan tiba-tiba rajin merawat diri.
Apakah orang-orang tidak terlalu tertarik dengan kepribadianmu setelah melihat tampangmu?
Iya, dan itu menganggu saya sedikit. Banyak orang enggak sadar kalau saya juga punya otak. Mereka ternyata sangat terkejut ketika saya bilang saya murid unggulan.
*Nama Billie telah diubah untuk artikel ini atas permintaannya.