Ilustrasi band Khruangbin asal Texas yang konser di Jakarta pada 18 Maret 2019
Ilustrasi Khruangbin oleh Kendra Ahimsa.

FYI.

This story is over 5 years old.

Wawancara Musisi

Alasan Khruangbin Jatuh Cinta Pada Asia, Koes Plus, dan Dara Puspita

Trio psikedelik rock asal Texas ini meminjam banyak khazanah musik Asia dalam komposisinya. Kepada VICE, mereka membicarakan konsep 'world music', sampai musisi Indonesia yang mereka favoritkan.

Album kedua Khruangbin bertajuk Con Todo El Mundo—frasa dalam bahasa Spanyol yang kurang lebih artinya "dengan sepenuh hati"—jadi salah satu rilisan yang sukses menarik perhatian penggemar musik global sepanjang 2018. Sambutan positif datang dari pendengar dari latar yang berbeda-beda, lintas genre.

Respons tersebut tidak mengherankan, mengingat luasnya berbagai pengaruh musik yang menginspirasi trio asal Texas, Amerika Serikat, ini. Mulai dari funk Thailand, musik pop lawas Iran, permainan gitar Persia, genre Zouk dari Karibia, surf rock, soul, dan masih banyak lagi.

Iklan

Semua pengaruh tadi berhasil dilebur Khruangbin secara alami dan tidak maksa. Hasilnya adalah musik instrumental psikedelik yang chill, lick-lick gitar yang seksi, serta groove dalam dosis memadai agar pendengar bergoyang.

Band yang terdiri dari drummer Donald “DJ” Johnson, bassis Laura Lee, dan gitaris Mark Speer ini awalnya terhubung pada pengaruh musik Asia Tenggara melalui cara yang unik. Nama band 'Khruangbin' dipinjam dari ungkapan bahasa Thai yang berarti pesawat terbang—kata favorit Laura Lee ketika dia mempelajari bahasa Negeri Gajah Putih—dan secara akurat menggambarkan nuansa “world music” yang diukir trio tersebut. Gitaris Mark juga mengaku sejak lama sudah mendengarkan musik-musik asal Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

Menjelang debut manggung mereka di Indonesia pada Senin 18 Maret 2019, dipersembahkan VICE Indonesia bekerjasama dengan Lokatara, Yudhistira Agato ngobrol bareng dua personel Khruangbin. Obrolan ini menyinggung apa makna "world music" di zaman sekarang, musisi-musisi Indonesia favorit mereka, dan pentingnya semua musisi menghormati akar genre yang mempengaruhi mereka.

VICE: Kalian pernah melakoni tur Asia sebelumnya. Mengingat musik kalian terpengaruh banyak musik tradisi dari benua ini, seperti apa rasanya bermain di depan pencinta musik yang mungkin tidak asing dengan sound-sound yang kalian mainkan?
Mark Speer: Asyik banget. Rasanya penontonnya sudah "paham" dengan musik kami [tertawa].
Laura Lee: Pengalamannya benar-benar luar biasa dan membuka mata kami. Seringkali kamu mengidolakan seseorang, tapi enggak pernah dapat kesempatan bertemu mereka. Kami dipengaruhi musik dari banyak negara yang sekarang bisa kami kunjungi. Itu pengalaman yang indah.

Iklan

VICE: Kalian selalu mengenakan wig di panggung. Kalian bawa wig cadangan enggak sih, kalau-kalau rambut palsunya basah karena keringat?
Mark Speer: [tertawa].
Laura Lee: Apa yang kamu lihat, itu yang kamu dapat.

VICE: Lalu kenapa DJ enggak pernah ikutan pake wig?
Laura Lee: Dia "pakai" kok.
Mark Speer: [tertawa]

VICE: Banyak poster acara kalian menampilkan gambar sapi sebagai penanda kampung halaman kalian. Kenapa konsep kampung halaman ini penting?
Laura Lee: Penting banget. Sebab itu yang menyatukan kami bertiga. Kami selalu rekaman di kota tempat kami berasal.
Mark Speer: Kami datang dari kawasan peternakan. Kami mendengarkan musik bareng di sana.

VICE: Kalian sudah beberapa kali bekerja sama bareng seniman Indonesia, seperti Kendra Ahimsa untuk pembuatan poster acara. Apa sih yang kalian suka dari ilustrasi Kendra dan seberapa penting estetika visual bagi kalian?
Mark Speer: Gaya dia benar-benar bersih dan sangat menonjol. Gaya dia mengingatkan saya akan banyak hal yang saya baca semasa kecil. Warnanya menyala. Ya intinya kami jadi kelihatan keren dalam gambar dia.
Laura Lee: Banyak sekali elemen dari karya pertama yang dia buat untuk kami…hingga sekarang saya masih sering menemukan hal baru ketika melihatnya. Dari awal karya dia sangat menarik bagi saya.

VICE: Con Todo El Mundo mengacu kepada sesuatu yang sering diucapkan kakekmu Laura. Apakah dia dan anggota keluarga yang lain sempat mendengarkan album kalian? Bagaimana reaksi mereka?
Laura Lee: Sayangnya kakek saya sudah meninggal lama. Tapi keluarga saya lumayan besar dan salah satu video kami menampilkan kakek saya dalam wujud kartun. Mereka semua bangga bisa menyaksikan beberapa memori mereka akan beliau diabadikan.

Iklan

VICE: Kalian pernah menyebut musik dari negara-negara seperti Kamboja, Vietnam dan Thailand sebagai inspirasi. Kalian sempat mendengerkan musik Indonesia juga?
Laura Lee: Ada! Dara Puspita. Kami sering mendengarkan mereka.
Mark Speer: Iya. Kami selalu mencari inspirasi-inspirasi baru. Koes Plus, saya suka banget. Risa Umami, Rafika Duri, yang lawas-lawas lah. Saya suka banget musik rock n roll lawas klasik. Panbers juga keren. Saya juga selalu mencari musik boogie, disko, dan funk dari akhir dekade 70'an dan awal 80'an. Musik macam itulah yang selalu saya cari. Kalau yang agak psikedelik, justru bukan selera saya, tapi kalau enggak ada yang lain ya saya nikmati juga.

VICE: Kalian kan terinspirasi dari banyak sekali musik yang berbeda di dunia, dari budaya berbeda, dan era yang sepenuhnya berbeda. Bagaimana kalian memastikan racikan musik kalian tidak sekedar asal comot dan tetap menghormati akarnya? Atau ini sesuatu yang enggak kalian pusingkan?
Mark Speer: Jujur, menurut saya kami hanya nge-remix musik sih sebetulnya. Mengambil bagian musik ini itu dari berbagai belahan dunia. Prosesnya mirip seperti bikin sampling beat musik hip-hop. Kami berusaha membuat sesuatu yang baru dari semua potongan-potongan yang kami ambil. Di saat yang sama, saya juga ingin tahu sebanyak mungkin tentang musik yang kami jadikan referensi, karena saya ingin menghormati tempat asal musik-musik ini. Kenapa? Karena saya sebetulnya dari dulu ingin memainkan musik seperti ini bagi orang-orang yang kupingnya belum terpapar akan sound-sound ini.


Artikel ini adalah kerja sama VICE Indonesia bersama Lokatara menjelang konser Khruangbin di Empirica SCBD, pada 18 Maret 2019. Tiket pertunjukan via online sudah habis terjual, tapi bagi yang beruntung masih tersisa tiket on the spot dalam jumlah terbatas. Jadi, datang lebih dulu sebelum pukul 19.00 WIB ya.