HS, lelaki berusia 42 tahun, merasa tidak punya pilihan lain kecuali nekat melawan petugas. Pada 11 September 2020, dagangan minuman kerasnya dirazia Polresta Tasikmalaya. Sepuluh hari kemudian, dalam keadaan yang diakuinya sedang “depresi”, dia memacu mobil Suzuki APV-nya dan menabrak water barrier dekat gerbang kantor polisi bersangkutan.
Tapi kejadiannya tidak cuma sampai di situ. HS turun dari mobil dan berusaha merebut pistol seorang petugas. Berbekal spirit nothing to lose ia juga berteriak, “Besok kiamat!” Eh, kok terdengar kayak lanjutan pantun Ade Londok?
Videos by VICE
Peristiwa absurd tersebut terjadi pada Senin dini hari (21/9). Menurut polisi yang menahan HS, ia melakukannya seorang sendiri. “Dia turun dan berteriak mengucapkan besok kiamat,” Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Erdi A. Chaniago menirukan perkataan pelaku, dikutip Liputan6. “Karena banyak barang dagangannya disita, yang bersangkutan agak depresi sedikit,” tambahnya.
Gara-gara kejadian ini, HS yang sudah kena pasal tipiring sewaktu kena razia miras, kini ditambah harus ditahan polisi atas tuduhan menganiaya aparat. Sungguh ending yang sangat mudah ditebak.
Kasus ini mungkin bikin membangkitkan pertanyaan yang sudah lama dipendam sebagian orang: minuman keras kan dikenai cukai, kok masih sering dirazia sih? Untuk menjawabnya, mari kita mulai sesi 101 Hukum sejenak. Acuan paparan ini adalah dua peraturan, yakni Perpres 74/2013 dan Permendag 20/2014 (plus perubahan kesatu dan kedua permendag tersebut).
Regulasi di Indonesia memang melegalkan alkohol, namun dengan aturan yang sangat ketat. Misal, hanya pihak yang sudah diberi izinlah yang berhak memproduksi, mendistribusikan, dan memperdagangkannya. Bagaimana cara menjualnya, di mana ia boleh dijual, di mana saja miras boleh diminum di tempat, siapa yang diizinkan mengonsumsi, semua juga dibatasi. Jika salah satu dari rantai bisnis miras ini tidak mengantongi izin, cap ilegal akan segera distempelkan.
Miras juga dibagi ke dalam tiga golongan. Miras golongan A adalah yang memiliki kandungan etanol 5 persen ke bawah. Golongan B mengandung etanol 5-20 persen. Lalu golongan C dengan kandungan 20-55 persen.
Pembagian kategori berefek kepada siapa yang boleh menjual. Seperti, hanya bar, hotel, dan restoran berizin yang berhak menyediakan miras dari ketiga golongan itu. Untuk pengecer, mereka cuma diperbolehkan menjual miras golongan A, itu pun tak boleh diminum di tempat. Khusus untuk minimarket, hak menjual alkohol golongan A mereka sudah dicabut oleh Permendag 15/2015.
Sekarang kita masuk ke aspek pidana dari minuman keras beserta aktivitasnya. Pertama, KUHP Pasal 300 ayat 1 melarang (1) pedagang yang menjual miras kepada orang yang sudah kelihatan mabuk, (2) orang yang sengaja membuat anak-anak mabuk, dan (3) orang yang memaksa orang lain mabuk dengan ancaman kekerasan. Sementara KUHP Pasal 536 ayat 1 melarang orang mabuk-mabukan di jalan umum. Hati-hati lho ya, kalau ngeyel bisa digaruk polisi.
Selanjutnya adalah KUHP Pasal 537 yang melarang alkohol dijual maupun diberikan kepada tentara berpangkat letnan ke bawah, istrinya, anaknya, maupun pelayannya. Di Pasal 538, dilarang menjual atau memberi minuman keras kepada anak-anak. Kemudian yang terakhir, Pasal 539 mengatur larangan membagikan miras di acara pesta atau keramaian yang terbuka untuk umum. Hmmm….
Meski ada larangan-larangan di atas, mau semelanggar apa pun, miras ilegal maupun penyalahgunaan miras tidak boleh ditindak oleh masyarakat sipil. Soalnya, urusan ini hanya menjadi kewenangan polisi. Jika ada perda miras di lokasi setempat, satpol PP juga akan turun tangan. Jadi, enggak boleh tuh kelakuan warga sipil di Bekasi ini ditiru, menyegel toko miras atas inisiatif pribadi. Apalagi alasannya karena yakin si toko jadi penyebab “azab” banjir besar di Bekasi Januari kemarin.
Balik ke pedagang miras depresif yang menyerang kantor polisi tadi. Muncul spekulasi si pedagang marah banget gara-gara masih dirazia padahal udah ngasih upeti ke aparat kali ya? Spekulasi ini menyinggung rahasia umum, bahwa banyak bisnis miras ilegal bisa bertahan berkat dibekingi aparat. Yah, kita tunggu klarifikasi dari bapaknya aja.
Last but not least, meski bir identik sebagai minuman haram bagi muslim, aslinya enggak sesaklek itu lho. Muhammadiyah, misalnya, sudah memfatwakan bahwa yang haram adalah minuman memabukkan, dan miras beralkohol di bawah 5 persen tidak termasuk di dalamnya. Tapi beda ulama beda penilaian, soalnya kalau versi MUI, bahkan “bir” nol alkohol aja terlarang diminum.