Pada 12 Januari, Profesor Kwok Yung Yuen memeriksa pasien yang positif tertular virus corona. Mereka tinggal di Shenzen, ribuan kilometer jauhnya dari Wuhan. Ada anggota keluarga pasien yang habis bepergian ke kota asal penyebaran virus, jadi Yuen memastikan bahwa manusia bisa menularkan virus ini.
Yuen segera melapor ke pemerintah pusat. Namun, Beijing baru mengumumkan temuannya delapan hari kemudian.
Videos by VICE
Dalam wawancara bersama program acara BBC Panorama, Yuen menuduh pejabat setempat merusak bukti fisik dan lamban menanggapi temuan klinis sebagai upaya menutup-nutupi skala wabah yang kini telah menewaskan lebih dari 667.000 jiwa di seluruh dunia.
Setelah mendapat peringatan dari sejumlah dokter akhir Desember lalu, Yuen dan rekan-rekannya mulai menyelidiki sumber wabah corona di Wuhan pada awal Januari. Tapi anehnya, tenaga medis baru bisa mendatangi Pasar Huanan setelah tempatnya disterilkan.
“Tidak ada yang bisa diselidiki karena Pasar Huanan sudah bersih setibanya kami di sana,” terangnya. “Kami akhirnya tidak dapat mengidentifikasi dari mana manusia ketularan virus itu.”
Seandainya lockdown Wuhan diterapkan lebih cepat, pakar kesehatan masyarakat yakin jangkauan pandemi bisa berkurang secara signifikan.
Menurut Yuen, pemerintah Tiongkok telah memerintahkan pejabat setempat untuk merahasiakan informasi.
“Saya curiga Wuhan sengaja menyembunyikannya,” katanya kepada Panorama. “Pejabat lokal bertugas melaporkan segala sesuatu sesegera mungkin, tapi kali ini mereka diminta untuk bungkam.”
Pada Januari, dokter Li Wenliang menghadapi tekanan dari aparat setelah pesan WeChat-nya yang memperingatkan potensi wabah baru viral di internet.
Dia terjangkit virus dari pasien beberapa minggu setelah diizinkan bekerja. Ketika Li meninggal dunia, Beijing berusaha membungkam kritik yang ditujukan kepada pemerintah dengan menghapus semua postingan media sosial yang membahas kematiannya.
Pemerintah Tiongkok mengaku mereka sudah “sangat transparan dan bertanggung jawab” dalam mengatasi wabah corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memuji upayanya. Namun, publik berkata lain. Mereka menilai Beijing kurang terbuka pada masa awal wabah. Virus ini tidak akan menelan banyak korban jika segera ditangani.
“Andai saja lockdown dimulai sejak 2 Januari alih-alih 23 Januari, jumlah kasusnya mungkin bisa berkurang hingga 95 persen,” Profesor Andrew Tatem dari Universitas Southampton memberi tahu Panorama.
Dengarkan podcast kami di Apple Podcast, Spotify, Stitcher, atau aplikasi lainnya.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.