Perjalanan Mencari Shangri-La

Artikel ini pertama kali tayang di AMUSE.

Fotografer asal Prancis Laurent Laporte biasa membagi waktunya antara flat di Paris dan mobil van di wilayah Basque, Spanyol. Keliling dunia adalah kegiatan yang akan dia lakoni setiap ada kesempatan. Salah satu perjalanan terbarunya melawat ke Tibet. Dia melakukan pemotretan bersama “seorang penjelajah Prancis yang elegan disponsori sebuah merek baju mahal.” Proyek ini berjalan sangat buruk. Semua rencana kacau balau.

Videos by VICE

Sesi pemotrertan itu seharusnya dilakukan dalam perjalanan bernuansa tradisional yang akan melibatkan kuda, porselin dan anggur lokal. Faktanya si penjelajah tersebut mengubah semua rencana pada menit terakhir, lalu memaksa Laporte ikut mendaki gunung setinggi 5.000 meter tanpa rencana matang atau peralatan yang dibutuhkan.

“Kadar oksigen di kawasan itu sudah rendah dan setiap gerakan rasanya melelahkan,” kata Laporte. “Kami sampai di puncak yang ditutupi salju. Lalu dia mengatakan kepada saya bahwa dia lupa kalau ada potensi badai salju, jadi kami berjalan bersama melewati tumpukan salju tebal sekali. Di tengah badai, dia mencoba masuk ke setiap gubuk kayu kecil untuk menemukan tempat berteduh.”

Pasangan pendaki dadakan itu akhirnya menemukan sebuah gubuk yang penuh salju, tapi kondisinya sedikit mendingan. Mereka berkemah sepanjang malam selama badai menerjang. “Sepanjang malam, saya harus meletakkan wajah saya di lantai yang basah dan dingin agar tidak menghirup asap dari api yang telah kami buat agar tetap hangat. Bahkan walaupun saat itu saya membenci pria teman seperjalanan tadi, saya tetap mengagumi kondisi fisiknya dan bagaimana dia menerima semua rasa sakit. Saya meletakan semua barang saya agar mengering di dekat api. Sehari setelahnya, sepatu saya harus dilelehkan karena membeku dan saya harus menyelesaikan perjalanan dengan lubang-lubang di telapak sepatu. “

Terlepas dari semua kekacauan tadi, Laporte menilai perjalanan ke Tibet tersebut sebagai salah satu dari tiga perjalanan terbaik sepanjang hidupnya. Berkat perjalanan tanpa rencana tadi, dia bertemu biksu yang selebor dan kaya raya, perasaaan gegar budaya, serta semakin memahami alasan tersesat saat melakoni travelling itu justru sangat penting.

Amuse: Apa yang menurutmu paling menakjubkan dari perjalanan ke Tibet?
Laurent Laporte: Setelah rencana perjalanan satu minggu pertama dibatalkan, saya mendapati diri saya bebas selama beberapa hari, jadi saya berjalan dan sengaja tersesat di banyak tempat. Situasi macam itu hal favorit bagi saya saat berpergian.

Seperti apa budaya baru yang kamu temui selama tersesat di Tibet?
Sangat sulit menjelaskannya, karena tetap saja interaksi saya dengan warga lokal sangatlah terbatas akibat kendala bahasa. Saya juga tidak bertemu dengan turis manapun untuk berbagi pengalaman hidup di sana. Saya mengerti kalau orang Tibet sangat religius, tapi lebih dari itu, mereka sepenuhnya bergantung pada biarawan, karena biarawan adalah orang-orang yang memiliki semua pengetahuan. Mereka menjelaskan semuanya, dari teknik berkebun hingga menyembuhkan penyakit, bahkan menjawab pertanyaan tentang cinta. Orang kaya membayar biksu untuk melakukan pemberkatan di rumah mereka, yang merupakan kemewahan terbesar di sana, jadi para biksu cukup kaya raya. Banyak biksu mengendarai mobil 4×4 dan memakai sepatu kets baru, yang sangat jauh dari gambaran umum yang dimiliki semua orang soal biarawan walaupun tidak semuanya begitu.

Apa hal terbaik dari perjalanan tanpa rencana di Tibet ini dari kacamata seorang fotografer?
Tempat ini diantara Tibet dan Yunnan, yang merupakan tempat yang terpencil dan tidak diketahui, jadi bagi seorang fotografer itu adalah surga. Ini bahkan terlalu banyak: semuanya sangat berbeda sehingga Anda harus sedikit menahan diri dan mencoba fokus pada hal yang benar-benar menarik. Ini mengingatkan saya pada saat pertama kali ke Tokyo: kejutan budayanya sangat besar sehingga Anda memotret semuanya. Saya langsung mengerti turis China saat mereka tiba di Paris.

Adakah fotografer yang kamu kagumi?
Saya suka banyak fotografer tapi saya lebih suka mengagumi salah satu proyek mereka daripada menjadi “penggemar”. Saya suka menghargai sebuah serial, karya atau buku dari seorang fotografer. Saya suka saat artis tidak terbatas pada satu gaya dan terus mengeksplorasi dan mencoba. Itulah mengapa saya menyukai photobooks. Yang pertama terlintas di benak saya adalah ZZYZX karya Gregory Halpern, Olive Juice oleh Molly Matalon dan Damien Maloney, Vegas dan She oleh Stefanie Moshammer, General View oleh Thomas Albdorf dan sebagian besar karya penugasan yang dibuat oleh Webber Represents.

Apa yang membuat travel photography sangat istimewa?
Saya pikir jalan-jalan membantu Anda memotret dan sedikit demi sedikit memahami apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Fotografi mengajarkan Anda bagaimana cara sebenarnya berjalan-jalan. Baru-baru ini saya menemukan fakta kebanyakan orang lebih suka pergi berlibur untuk jalan-jalan. Mereka pikir mereka berjalan-jalan, tapi sebenarnya tidak. Mereka hanya pergi ke tempat yang paling santai yang dibertahu oleh pemandu perjalanan pergi kesitu dan sudah, itu saja. Bila Anda memiliki kamera dan keinginan untuk berbagi sesuatu yang sangat spesial, Anda harus pergi keluar dari jalan jalan biasanya. Terkadang tidak begitu jauh—bisa jadi hanya pintu kecil di sebelah kiri. Sebuah kamera terkadang bisa menjadi dalih: kamera memungkinkan saya untuk bepergian sendiri tanpa kehilangan bagian terpenting dari kesempatan berbagi.

Ke lokasi macam apa selama ini petualanganmu?
Saya memiliki kesempatan jalan-jalan dengan orang tua saya ketika saya masih muda, jadi saya terus menyimpan gairah ini dengan saya dan saya telah berada di hampir seluruh bagian dunia ini, dari jalanan terik California sampai ke Siberia yang membeku bareng penumpang kereta Trans Siberia, atau ke pedesaan Rumania yang indah hingga ke jalanan paling berbahaya di Meksiko. Ketika orang bertanya kepada saya mengapa saya travelling, saya hanya berbicara tentang atraksi yang terkadang saya miliki terhadap perjuangan. Saya kira itu cukup membuat saya fokus pada sesuatu selain terlalu memikirkan kondisi saya sebagai manusia sehari-harinya.

Ke mana dirimu berencana melakukan perjalanan berikutnya dan mengapa?
Saya membeli sebuah mobil van Volkswagen tua, yang saya suka pakai bepergian. Saya menghabiskan tiga bulan musim panas ini antara negara Basque Perancis dan Spanyol dan pantai-pantai indah Portugal. Sekarang saya ingin melakukan perjalanan ke Maroko, yang sudah saya kenal cukup baik karena orang tua saya bertemu di sana. Ayah saya adalah seorang dokter dan ibu saya seorang guru bahasa Prancis di El Jadida, saya benar-benar ingin pergi ke sana dengan mobil dan mengambil rute yang sama persis seperti yang mereka ambil saat mereka masih muda. Saya bermimpi tentang kebiasaan fotografer perjalanan klasik ini: bawalah sebuah studio keliling kecil dengan latar belakang yang bagus dan pasang di setiap kota tempat saya berhenti dan membuat potret dari orang-orang.