Pembunuhan

Kasus Paket Sate Beracun di Jogja Terungkap, Motif Pelaku Marah Ditinggal Nikah

Pelaku bermaksud mengirim sate bertabur sianida itu ke mantan kekasihnya, seorang polisi di Jogja. Namun, makanan itu justru menewaskan bocah 10 tahun di Bantul.
Paket Sate Beracun di Jogja Terungkap, Motif Pelaku Marah Ditinggal Nikah Polisi
Foto ilustrasi bahan kimia beracun oleh Matthew Rader [kanan]; ilustrasi sate oleh Akharis Ahmad/via Unsplash

Kasus terbunuhnya seorang anak lelaki di Bantul bernama Naba Faiz Prasetyo (10) akhirnya mendapat titik terang. Jumat pekan lalu (30/4), Polres Bantul menangkap perempuan berinisial NA (25) yang diduga adalah pelaku pengirim sate beracun yang sempat viral dibahas pengguna medsos di Yogyakarta.

Dalam konferensi pers Senin (3/5) pagi waktu setempat, polisi menjelaskan butuh empat hari untuk akhirnya berhasil menangkap pelaku. “Motifnya, sakit hati karena target [Tomi] menikah dengan perempuan yang lain,” ujar Direktur reskrimum Polda DIY Burkan Rudy Satria dilansir Harian Jogja.

Iklan

Meninggalnya bocah Naba diawali saat Bandiman, ayahnya yang bekerja sebagai sopir ojek online di Yogyakarta, membawa pulang kiriman makanan yang ditolak penerima. Makanan berisi sate tersebut mestinya dikirim kepada seseorang bernama Tomi, namun yang bersangkutan menolak menerimanya karena identitas pengirim tidak jelas.

Kronologinya dimulai pada Minggu, 25 April sore. NA menghampiri Bandiman yang baru selesai beristirahat di sekitaran Stadion Mandala Krida. Keduanya lantas bertransaksi secara offline dengan alasan NA tidak memiliki aplikasi. NA bermaksud mengirim paket makanan kepada seseorang bernama Tomi yang tinggal di salah satu perumahan di Kecamatan Kasihan, Bantul. Kiriman tersebut mengatasnamakan “Hamid di Pakualaman” tanpa data nomor pengirim. Bandiman menerima orderan di luar aplikasi tersebut dengan bayaran Rp30 ribu.

Sesampai di lokasi tujuan, Bandiman menemui istri Tomi karena Tomi sedang di luar kota. Setelah memastikan kepada Tomi, sang istri memutuskan menolak kiriman paket karena merasa tidak memesan makanan ataupun mengenal seseorang bernama Hamid. Pesanan tersebut lantas ia berikan kepada Bandiman untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah, sate tersebut dilahap Naba dan Titik Rini, istri Bandiman. Sementara Bandiman berbuka dengan gudeg yang dibawa Naba sepulang mengaji.

Iklan

Tidak lama berselang, Naba jatuh pingsan dengan buih di mulut. Ia segera dibawa ke RSUD Kota Yogyakarta, namun meninggal dalam perjalanan. Titik yang juga memakan sate berhasil memuntahkan makanan beracun itu sebelum tertelan. Bandiman meyakini racun dibubuhkan ke bumbu sate karena ia sempat makan sate tanpa bumbu dan tidak mengalami apa-apa. Ia kemudian melapor ke polisi.

Belum ada keterangan apa hubungan calon korban Tomi dengan pelaku NA. Menurut penelusuran Tribun Jogja, Tomi adalah penyidik senior di Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Yogyakarta.

Kasus ini langsung viral dalam seminggu terakhir sejak kronologinya dipos di grup Facebook Info Cegatan Jogja. Setelah pelaku tertangkap, foto pelaku langsung disebar netizen di internet.

Screen Shot 2021-05-03 at 14.27.50.png

Kapolres Bantul Wachyu Tri Budi Sulistyono mengatakan, hasil laboratorium menunjukkan bumbu sate mengandung potasium sianida. “Racun sianida ini dijual online, banyak. Dijual secara bebas,” ujar Budi.

Iklan

Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto menyebut meski salah sasaran, tindakan NA tetap termasuk pembunuhan berencana. “Jelas dia punya motif membunuh, atau paling tidak meracuni korbannya. Sangat berhati-hati dengan cara memesan jasa offline kepada driver ojol itu,” kata Suprapto kepada Tribun Jogja. “Saya meyakini racun itu tidak dibubuhi oleh penjual sate. Karena jika itu dari penjual sate, korbannya bukan dari keluarga Bandiman saja. Saya kira racun itu dibubuhkan setelah pelaku membeli sate.”

Suprapto menyebut pelaku terancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan pidana minimal penjara seumur hidup dan maksimal hukuman mati.

Ini bukan kali pertama jasa ojek online digunakan untuk melakukan tindak kriminal. Pada 2019, Kepala Badan Narkotika Nasional Heru Winarko mengatakan pengedar narkoba sudah punya modus menggunakan ojol sebagai kurir pengantar narkoba dalam jumlah kecil. Menurut Heru, ojol menawarkan solusi pengiriman cepat, tak dicurigai penegak hukum, dan tak perlu punya ikatan dengan bandar.

“Bandar-bandar kan bawa narkoba tidak bawa sendiri. Biasanya pakai jasa kurir dan lain-lain. Ini yang kita harapkan, baik ojol maupun ojek konvensional, jangan mau dijadikan sebagai transporter,” kata Heru dilansir Tribunnews.