Virus Corona

Begini Pengalamanku Jadi Kurir Ganja Medis di Tengah Pandemi Corona

Atasan bilang boleh izin sakit jika seandainya menunjukkan gejala, tapi kami takkan digaji.
JW
seperti diceritakan pada Jonah Walters
Apotek yang menyediakan ganja medis di Amerika Serikat
Foto ilustrasi oleh Colin Robinson/Getty 

How I Get By adalah seri artikel VICE yang menceritakan seperti apa rasanya bekerja di perusahaan-perusahaan ternama dunia


Pennsylvania hanya satu dari sekian banyak negara bagian di Amerika Serikat yang industri ganja medis beserta 9.000 pekerjanya terkena dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19. Untuk menggalakkan “social distancing”, Pennsylvania melonggarkan pembatasan terhadap sektor industri ini. Pemerintah lokal meningkatkan jumlah penjualan bagi 147.000 pasien, dan mengizinkan apotek untuk menyediakan layanan antar dan penjemputan. Kami berbincang dengan seorang lelaki yang bertugas mengantarkan ganja medis untuk mengetahui bagaimana mereka mendistribusikannya ke apotek-apotek di seluruh negara bagian pada saat pandemi.

Iklan

Sejak musim panas tahun lalu, aku bekerja sebagai penanam dan pengolah ganja medis di Pennsylvania. Tim kurir kami telah mendistribusikannya ke mana saja, mulai dari Philadelphia, Harrisburg, Erie hingga Pittsburgh. Aku pribadi mengantarkannya ke 15-20 apotek dalam satu minggu. Aku dikasih upah kira-kira US$17 (setara Rp268 ribu) per jam.

Tempatku bekerja tergolong besar, dan kemungkinan ada 200 pekerja di sana. Kalau dulu cuma ada satu shift, waktu kerja kami sekarang dibagi menjadi shift pagi dan malam. Dengan begini, tak banyak orang berada dalam satu gedung pada waktu bersamaan.

Sejauh pengetahuanku, ini satu-satunya perubahan nyata yang telah dilakukan perusahaan sejak pandemi corona dimulai. Jam kerjaku masih sama, dan justru lebih konsisten karena pesanannya meningkat. Orang-orang mulai menimbun persediaan mereka.

Tugas hari ini cukup berat. Petugas apotek bilang mereka kelimpungan melayani pesanan yang gila-gilaan. Antrean pembeli mengular panjang di beberapa apotek, meski banyak juga yang telah menerapkan drive-thru. Pembeli cukup mengantre dari dalam mobil. Dua minggu lalu, pesanan yang kami terima dari sejumlah apotek naik dua hingga tiga kali lipat dari biasanya. Kami bahkan juga mendistribusikan ganja medis ke apotek-apotek yang sudah empat-lima bulan tidak kami kunjungi.

Saya bekerja empat hari seminggu bersama lima atau enam sopir, dan setiap mobil diisi dua orang. Ketika wabah corona menjadi pemberitaan, kami mulai mendiskusikannya dalam perjalanan. Kami memperhatikan kasus penularannya ada di mana saja, supaya kami bisa menghindari wilayah itu.

Iklan

Aku sendiri makin khawatir dengan pandemik ini. Tunanganku mengidap penyakit yang melemahkan kekebalan tubuhnya, dan aku takut menularkan virus kepadanya. Sewaktu virusnya mulai menyebar di Amerika, aku menanyakan atasan apa yang terjadi jika ada pekerja yang mengalami gejala-gejala COVID-19. “Di rumah saja, tidak usah kerja,” katanya. Ketika ditanya apakah kami akan mendapat cuti berbayar, dia tertawa dan bilang, “Ya tidak lah.”

Suasana di apotek berubah setelah pemerintah memerintahkan lockdown. Para petugas di apotek pertama yang kami kunjungi mengenakan masker dan sarung tangan. Dari situ, kami menyadari keadaannya takkan lagi seperti dulu.

Kami menyetok produk pembersih di dalam mobil, tapi kami sendirilah yang memintanya. Kami mengenakan sarung tangan dan masker bedah tipis berwarna biru setiap hari. Perusahaan juga memberikan kacamata pengaman, meski tak ada manfaatnya sama sekali.

Situasinya sangat menakutkan di Pennsylvania. Seluruh bagian tenggara Pennsylvania, termasuk Philly, telah diisolasi. Begitu pula di bagian barat daya dekat Pittsburgh, perintah beraktivitas dalam rumah sudah dikeluarkan. Aku seharian gelisah tiap mengunjungi Philadelphia. Pom bensin mulai ditutup karena banyak petugas kasir yang dilaporkan positif terjangkit virus. Kasus penularan di tempat tinggalku bahkan naik dua kali lipat beberapa hari lalu. Satu-satunya hal positif dari pandemik ini yaitu jalanan Pennsylvania jadi lengang, memberikanku harapan orang-orang menanggapinya serius.

Iklan

Rekan kerja sama-sama khawatirnya denganku. Coronavirus adalah satu-satunya yang kami bicarakan sepanjang hari. Aku rasa kami berhak mendapat hazard pay, atau setidaknya cuti sakit digaji, untuk semua risiko yang kami ambil.

Aku berusaha menyuarakan kekhawatiran ini ke atasan minggu lalu. Aku bilang para sopir memiliki risiko tinggi, karena masih harus mengunjungi dan berinteraksi langsung dengan orang-orang di apotek dan pom bensin. Namun, tidak ada perubahan sama sekali.

Aku termasuk beruntung mendapat asuransi kesehatan dari perusahaan, tapi aku tak yakin sanggup bayar biaya pemeriksaan jika seandainya aku ketularan. Masalahnya, pembayaran bersama (copayment) kami mahal. Kami akan kesulitan membayar uang muka bahkan dengan asuransi sekalipun.

Aku cuma berharap situasinya enggak semakin memburuk dan memaksaku menolak masuk kerja (aku sudah kepikiran melakukan ini). Aku yakin semua orang akan mencapai breaking point mereka kalau musibah ini terus berlanjut.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US