Hukum Indonesia

Jerinx Walk Out dari Sidang, Bukan Terdakwa Pertama Melakukannya di Indonesia

Musisi tenar asal Bali yang disidang atas hinaan 'IDI Kacung WHO' itu menuntut agar sidang digelar tatap muka, bukan via online. Meski tak lazim, ini bukan kejadian pertama ada terdakwa WO.
Jerinx Walk Out dari sidang perdana hinaan IDI kacung WHO
Musisi I Gede Ari Astina alias Jerinx. Foto dari akun Instagram SID official

I Gede Ari Astina, musisi yang lebih dikenal dengan julukan Jerinx, menjalani sidang perdana secara virtual di Denpasar, Bali, pada Kamis (10/9). Dia dituntut melanggar dua pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), setelah menyebut Ikatan Dokter Indonesia sebagai “kacung WHO” lewat postingan Instagram. Musisi 43 tahun itu ditemani 12 penasehat hukum dalam sidang yang disiarkan akun YouTube Pengadilan Negeri Denpasar tersebut. Jerinx diadili secara virtual dari salah satu ruangan Polda Bali.

Iklan

Jalannya sidang perdana tidak berjalan mulus. Beberapa menit setelah sidang dimulai pada pukul 09.15 WITA, Jerinx menuntut majelis hakim agar menggelar sidang dalam format tatap muka standar. Alasannya, streaming online membuat hakim tidak bisa secara jelas melihat gestur atau bahasa tubuhnya selama diadili.

“Jujur, saya keberatan dengan sidang online karena saya merasa hak-hak saya sebagai warga negara dirampas dan kurang fair,” kata Jerinx, seperti dikutip Suara.com.

Merespons permintaan Jerinx, Ketua Majelis Hakim Adyana Dewi menyatakan sidang tetap akan dijalankan secara online. Sebab PN Denpasar menjalankan Peraturan Mahkamah Agung berlaku sejak Maret 2020, yang meminta semua sidang dilaksanakan lewat streaming online untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.

“Sekarang untuk dilakukan persidangan untuk membaca surat dakwaan oleh penuntut umum," kata Adyana Dewi seperti dilaporkan Detik.com.

Mendapat jawaban tersebut, Jerinx memutuskan keluar dengan alasan tidak mendapat proses sidang yang adil. Aksinya walk out diikuti ke-12 kuasa hukumnya. “Jika ini dipaksakan, saya memilih untuk keluar dari ruang sidang,” kata drummer band Superman is Dead itu.

Tindakan Jerinx, meninggalkan sidang dalam status sebagai terdakwa yang sedang diadili, terhitung kurang lazim dalam sejarah peradilan di Indonesia. Uniknya, dia bukan yang pertama melakukannya.

Terdakwa kasus peledakan gedung Bursa Efek Jakarta, Iswadi H Jamil, pada 5 Juni 2001 pernah melakukannya lebih dulu. Kala itu, terdakwa, saksi, serta tim kuasa hukum sama-sama keberatan melihat jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi yang dianggap sudah direkayasa.

Iklan

Tempo melaporkan, saksi Tengku Ismuhadi Jafar yang lebih dulu meminta hakim mengizinkannya meninggalkan persidangan. Disusul Iswadi, lanjut dengan semua tim kuasa hukumnya. Salah satu penasehat hukum Iswadi, Pablo Cristalho, menilai aksi walk out saksi dan terdakwa dibenarkan berdasarkan UU Nomor 8/1981 tentang KUHAP, serta tidak bisa disebut sebagai penghinaan terhadap pengadilan.

“Saksi dan terdakwa bebas untuk tidak menjawab pertanyaan dan juga diperbolehkan untuk keluar dari ruang sidang bila ia menganggap persidangan tersebut terdapat kemungkinan pelanggaran hukum serta dianggap sudah direkayasa untuk mempersalahkan terdakwa,” kata Pablo.

Iswadi sendiri akhirnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 23 Agustus 2001, karena tidak terbukti membantu dua pelaku utama pengemboman lain yang dihukum penjara seumur hidup.

Praktisi hukum pidana sekaligus anggota Peradi, Togar S.M Sijabat, dalam opininya di situs hukumonline.com, menyatakan aksi walk out saat persidangan lebih merugikan pelakunya, baik itu kuasa hukum, saksi, atau terdakwa sendiri. Sebab, kesempatan menggali fakta tandingan dari tuntutan jaksa jadi hilang.

“Menggali fakta-fakta persidangan sangat dibutuhkan untuk menentukan strategi pembelaan oleh penasihat hukum,” tulis Togar.

Dalam sejarah persidangan Indonesia, baik terdakwa, saksi, pengacara, hingga jaksa pernah ada yang tercatat media melakukan aksi walk out. Satu-satunya yang dilarang meninggalkan sidang adalah hakim. Jika skenario itu terjadi, Kepala Pengadilan harus mengganti semua jajaran majelis hakim. “Yang pernah terjadi adalah hakim menghentikan persidangan karena faktor keamanan yang tidak terjamin dan persidangan dipindahkan ke pengadilan di kota lain,” kata Togar.

Sidang Jerinx sendiri memicu kontroversi, karena dia dilaporkan dengan pasal problematis UU ITE. Jerinx ditahan sejak 12 Agustus lalu, namun tetap mendapat dukungan besar dari komunitas yang menolak kebijakan pemerintah soal Covid-19.

Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus A. T. Napitupulu mengatakan kritik Jerinx terhadap penanganan Covid-19 di medsos peribadinya masuk wilayah debat publik, bukan ujaran kebencian, dan tidak sepatutnya dikriminalisasi. Karenanya penggunaan Pasal 28 ayat (2) UU ITE terhadap Jerinx dianggap ICJR tidak tepat.

“Pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat Jerinx ini jelaslah tidak sesuai dengan maksud pembentukannya, dan terlihat sangat dipaksakan hanya untuk memenuhi sentimen punitif dari masyarakat,” kata Erasmus lewat keterangan tertulis.