Foto ilustrasi pemuda mengembuskan asap vape
Foto via Getty Images
vape

Studi: Vape Bisa Merusak Sistem Kekebalan Tubuh

Dari hasil eksperimen terbaru, penggunaan vape jangka panjang ditemukan memiliki dampak yang lebih buruk dari perkiraan peneliti.

Dewasa ini, semakin banyak orang sadar akan bahaya merokok. Beberapa perokok memutuskan berhenti sepenuhnya untuk alasan kesehatan, sedangkan yang lain beralih ke rokok elektrik yang disebut-sebut lebih aman daripada produk tembakau.

Vape telah menjadi alternatif terfavorit di kalangan perokok. Selain karena aroma yang enak, katanya sih kandungan zat beracun dalam cairan vape lebih sedikit. Menariknya, sebuah studi baru-baru ini menunjukkan, vape ternyata sama berbahayanya dengan rokok biasa. Sistem kekebalan tubuh kita bisa rusak karenanya.

Iklan

Pada akhir 2000-an, rokok elektrik diciptakan sebagai alat bantu bagi perokok untuk pelan-pelan menghentikan kebiasaan mereka. Masalahnya, keberadaan vape sama sekali tidak membantu mengurangi ketergantungan pada rokok. Yang ada justru penggunaannya makin marak, dan menimbulkan kebiasaan nge-vape pada orang-orang yang sebelumnya tidak pernah merokok.

Jutaan orang di seluruh dunia kini menghirup uap vape, tapi sayangnya belum ada penelitian yang bisa menunjukkan efek sampingnya jika digunakan jangka panjang.

Guna membuktikan benar tidaknya klaim rokok elektrik lebih aman, para peneliti di Kanada memaparkan tikus laboratorium dengan uap vape tiga kali sehari selama empat minggu. Percobaannya diuji pada tikus berusia delapan hingga 12 minggu.

Carolyn Baglole, salah satu peneliti yang menjabat Lektor Kepala di McGill University, Kanada, mengungkapkan timnya menggunakan uap dari Juul pod, merek vape kontroversial yang terang-terangan memasarkan produknya kepada anak remaja. “Juul menjadi pilihan kami karena sangat populer di kalangan anak muda,” Baglole memberi tahu VICE. 

Karena alasan di atas jugalah mantan ahli bedah AS Jerome Adams menyatakan penggunaan vape oleh generasi muda sebagai epidemi nasional pada 2018 silam. Menurutnya, satu Juul pod hampir setara 20 bungkus rokok, yang berarti produk vape dapat membahayakan kesehatan anak-anak, atau lebih parah lagi menyebabkan kecanduan. BPOM AS bahkan telah melarang peredaran Juul tahun lalu, namun sifatnya sementara.

Iklan

Studi ini merupakan hasil penelitian kedua yang dikerjakan oleh Baglole dan rekan-rekannya dalam rangka melihat bagaimana rokok elektrik memengaruhi fungsi organ tubuh kita. Tapi kali ini, mereka melakukannya dengan menirukan paparan uap Juul seperti yang terjadi pada manusia.

Satu kelompok tikus jantan dan betina dibiarkan menghirup uap Juul tiga kali sehari selama empat minggu, durasinya 20 menit setiap sesi. Satu kepulan diberikan setiap semenit sekali, dan jaraknya sekitar tiga jam sekali. Para peneliti mengatakan, jumlah paparan ini mirip kebiasaan pengguna Juul di tingkat ringan dan sedang. Setelah itu, ada dua kelompok yang terpapar cairan kontrol atau udara ruangan standar guna memastikan efek yang dirasakan pada kelompok pertama benar-benar karena Juul.

Tikus kerap digunakan dalam percobaan yang mempelajari risiko kesehatan manusia karena hasilnya dapat memberikan gambaran sekilas apa yang mungkin terjadi kepada kita di masa depan. Pasalnya, lama paparan tersebut sama dengan kira-kira tiga tahun manusia.

“Kami cukup terkejut melihat betapa besar perubahannya [pada tikus],” Baglole menjelaskan. Dia lalu menambahkan, baru sedikit penelitian yang menyelidiki perubahan molekul besar akibat rokok elektrik. Sementara itu, temuan mereka memperlihatkan paparan asap vape tingkat rendah yang berulang dapat memengaruhi sel paru-paru.

“Kalaupun tidak ada kerusakan besar pada paru-paru, kami melihat potensi perubahan cukup besar yang mengarah pada kerusakan di masa depan,” lanjutnya. Tikus yang terpapar uap Juul mengalami peradangan paru-paru dan kerusakan di tingkat molekuler. Dengan kata lain, uap vape mengubah cara informasi disampaikan dari DNA tikus.

Iklan

Tak hanya itu saja, tim peneliti memperhatikan peningkatan masuknya neutrofil ke dalam paru-paru, yang bisa menyebabkan masalah pada sistem pertahanan tubuh. Baglole menyebut nge-vape berpotensi menyebabkan reaksi berantai yang tidak dapat diprediksi ilmuwan – ketika uap vape mengirimkan sinyal alarm ke tubuh untuk meminta bantuan sistem imun melawan bahaya.

Dengan demikian, tubuh pengguna rokok elektrik lebih rentan mengalami peradangan atau terkena penyakit autoimun, seperti fibrosis paru atau lupus. Hal ini juga berarti mereka memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit paru-paru kronis atau kanker paru-paru.

Kamu sudah lama sakit flu dan batuk, tapi tak kunjung sembuh? Bukan tidak mungkin, penyakitmu itu disebabkan oleh vape.

Temuannya sejalan dengan riset yang didalami Laura Crotty Alexander, Lektor Kepala Fakultas Kedokteran University of California San Diego. Pulmonolog itu telah bereksperimen dengan rokok elektrik sejak 2013 lalu. Datanya menyiratkan, seandainya perokok vape terinfeksi bakteri penyebab pneumonia, gejala yang mereka rasakan bisa jadi lebih parah daripada yang tidak menggunakan vape.

“Setiap perubahan pada sistem kekebalan paru-paru sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan respons paru-paru akan berubah ketika menghadapi tantangan lain,” terang Crotty Alexander. Menurutnya, bisa terjadi komplikasi yang parah jika orang mengabaikan risiko rokok elektrik.

Hasil percobaan tim Baglole memang menunjukkan uap Juul mengubah sistem kekebalan paru-paru tikus, tapi katanya diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan dampaknya pada manusia. Walaupun begitu, eksperimen ini semakin memperkuat bukti rokok tidak bagus untuk kesehatan, apa pun jenisnya. Baglole yakin para ilmuwan akan menemukan “perubahan molekuler dan imunologis yang serupa” dalam tubuh manusia jika penelitian tersebut melibatkan kita secara langsung. Yang terakhir, sang peneliti menganjurkan agar kita “sebisa mungkin mengurangi jenis paparan ini”.

Barangkali vape memang tidak lebih berbahaya dari rokok tembakau. Crotty Alexander mengakui fakta ini, tapi ia juga menegaskan “vape lebih jahat daripada yang saya kira”.

Juul Labs tidak menanggapi permintaan VICE untuk berkomentar.

@TatyanaZaria