Presiden Jokowi Ingin Fungsi Jabatan PNS Eselon III dan IV Digantikan Kecerdasan Buatan

Presiden Jokowi Ingin Fungsi Jabatan PNS Eselon III dan IV Digantikan Kecerdasan Buatan Mulai 2020

Pernyataan Presiden Joko Widodo itu bagai petir menyambar di siang bolong buat pejabat aparatur sipil negara di berbagai tingkatan birokrasi kita. Jokowi mengatakan, “Yang [pejabat] eselon III dan IV akan kami potong dan kami putuskan diganti dengan AI (kecerdasan buatan). Kalau diganti AI, birokrasi akan lebih cepat. Tapi sekali lagi, ini tergantung omnibus law yang kami sampaikan ke DPR,” ucap Jokowi saat membuka “Kompas 100 CEO Forum” di Jakarta, Kamis (28/11) lalu, seperti dilansir Tirto.

Keputusan ini adalah tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 393 Tahun 2019 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi yang diterbitkan 13 November lalu. Dalam SE tersebut, ada sembilan langkah pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi. Saat ini pemerintah ada di tahap awal mengidentifikasi posisi-posisi mana yang akan diberikan kepada kecerdasan buatan.

Videos by VICE

Buat ASN yang mendadak waswas dipecat dan kehilangan komputer Zuma, tenang. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menenangkan penambahan ASN dari kalangan nonmanusia ini tidak akan berakibat pada perampingan pegawai. Pokoknya, enggak akan ada yang dipecat.

“Jadi kalau eselon dirampingkan idenya sama sekali enggak ada hubungannya dengan pengurangan pegawai. Oleh karena itu, pengurangan eselon jadi isu utamanya adalah pemendekan pengambilan keputusan. Pemendekan rentang tindakan,” ujar Pratikno dikutip Okezone. “Jadi kalau eselon III-IV berkurang, rentang jadi pendek, sekaligus dibuka ruang selebar-lebarnya untuk jabatan fungsional.”

Meski akan disederhanakan, tidak semua eselon III dan IV akan dipindahtugaskan. Ada tiga kriteria yang kebal dari alihfungsi. Pertama, ASN yang memiliki tugas dan fungsi sebagai kepala satuan kerja yang bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran atau barang dan jasa.

Kedua, ASN yang memiliki kerjaan berkaitan dengan otoritas, legalisasi, pengesahan, persetujuan dokumen, atau kewenangan kewilayahan. Ketiga, ASN yang diusulkan lembaganya sendiri untuk tidak dipindahtugaskan.

Meski namanya bikin gentar, kecerdasan buatan sebenarnya “cuma” mesin yang memeragakan kemampuan kognitif manusia, seperti bisa belajar hal baru dan memecahkan masalah. Contoh AI yang kita hadapi sehari-hari adalah Google Assistant, Siri, serta robot chat. Sebenarnya intelligence dalam istilah AI lebih cocok diterjemahkan sebagai “pikiran” atau “kognisi”. Dengan demikian, “pikiran buatan” ini pas jika diantonimkan dengan “pikiran alamiah” (natural intelligence) yang inheren pada manusia.

Pada 2017, konsultan teknologi asal Prancis Capgemini Consulting menganalisis bahwa penggunaan AI dalam pelayanan publik bermanfaat banget membuat layanan itu cepat dan tidak makan banyak ongkos. Tapi, AI baru bisa diandalkan jika sudah tersedia data berkualitas tinggi yang dimanajemen dengan bagus dan bisa diperbarui secara real time.

Tapi AI punya sisi gelap. Pemakaiannya kerap menggusur pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah. Selain itu, walau dia mesin tanpa perasaan, AI dibuat oleh manusia yang bisa bias. Jika si programmer punya bias, AI yang ia buat akan membawa sifat itu. Makanya, pemakaian AI harus dibarengi dengan keterbukaan algoritma si AI.

Sejak memulai jabatannya di periode kedua, Presiden Jokowi memang menjadikan pemudahan regulasi investasi di Indonesia sebagai konsentrasi kerjanya. Omnibus law dipilih karena ia dikenal sebagai UU sapu jagat yang berfungsi menghapus atau merevisi banyak regulasi sekaligus.

Menurut ahli hukum tata negara Universitas Lambung Mangkurat Mirza Satria Buana, saat ini ada 62 ribu regulasi yang tersebar di banyak lembaga, membuat pembangunan terhambat birokrasi panjang. Mirza mencontohkan, praktik omnibus law pernah dilakukan Irlandia ketika negara tersebut mengeluarkan satu UU untuk menghapus 3.225 UU sekaligus. “Capaian Irlandia dianggap sebagai rekor dunia praktik omnibus law,” ujar Mirza kepada Detik.

Dua UU omnibus law yang saat ini sedang disiapkan adalah UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Keduanya telah dipastikan masuk ke program legislasi nasional (prolegnas) prioritas untuk 2020.

Ngomong-ngomong, jika AI berhasil diterapkan dalam birokrasi, mungkin ada baiknya proyek ini diteruskan dengan mengganti semua politisi bodoh dengan AI, mengganti semua pejabat korup dengan AI, dan mungkin juga perlu dicoba: Mengganti semua kreator konten sampah di YouTube dengan AI. Sepertinya bakal menyenangkan….