FYI.

This story is over 5 years old.

Fotografi

Mengunjungi Surga Selancar Tersembunyi di Pinggir Kota Terbesar Cina

Pantai Xichong adalah rahasia yang jarang diungkap oleh peselancar dari Kota Shenzen kepada pendatang.
J
oleh Jun
CY
foto oleh Chen Yu Xiao
FH
Diterjemahkan oleh Felicia Huang

Artikel ini pertama kali tayang di VICE China.

Aku tak pernah membayangkan bakal menjadi peselancar. Beneran nih. Aku tinggal di Cina lho, negara yang jarang sekali memiliki budaya selancar. Siapa sangka, ketika aku pindah ke Xichong, kota kecil di pesisir selatan Tiongkok, dekat sama Kota Shenzen, aku malah menekuni selancar. Dulu aku datang ke Xichong hanya membawa satu tas punggung berisi pakaian alakadarnya. Dalam waktu singkat, aku ternyata langsung punya satu papan selancar, dua sepeda motor, satu kasur lipat untuk tidur di manapun, serta nyaris setiap hari mendalami selancar. Aku sudah kecanduan.

Iklan

Xichong sebetulnya enggak dekat-dekat banget sih dari Shenzen, kota terbesar Tiongkok dengan penduduk 11 juta jiwa. Kira-kira naik mobil dua jam perjalanan lah. Suasana Xichong kontras banget dari Shenzen—kota yang penuh pencakar langit, subway penuh sesak manusia, dan apartemen bertumpuk-tumpuk. Shenzen adalah kota yang paling cepat perkembangannya, sehingga mengundang pendatang dari seantero Negeri Tirai Bambu yang ingin mencari kerja. Namanya kota besar, pasti stres sekali tinggal di kawasan urban sepadat Shenzen. Jika kalian ingin mencari jalan keluar, jangan ragu menempuh perjalanan dua jam tadi. Pemandangan yang menyambut kalian benar-benar berbeda 180 derajat. Xichong, dan pantainya yang paling terkenal Daya, bisa dibilang kota setengah hari. Kalau matahari sudah tenggelam kebanyakan penduduk tak lagi keluar rumah. Makanya banyak backpacker yang ingin berselancar memilih berkemah di pinggir pantai. Jika matahari mulai tinggi, kalian akan bisa menyaksikan peselancar tiap hari menyemut di bibir pantai. Ibarat ombak, aktivitas selancar di kota ini memiliki ritme yang konstan—ada pasang, ada surut.

Aku sudah merasa sebagai penduduk asli Xichong setelah tinggal beberapa lama di sini. Ombak mengatur ritme hidupku. Aku dan rekan-rekan peselancar lain akan bergegas ke pantai ketika pedagang kaki lima mulai menggelar dagangan di tepi pantai, lalu kembali pulang saat pedagang tadi kembali ke rumah masing-masing. Adakalanya kami akan seharian di pantai saat ombak sedang bagus. Kalau pantai sedang surut dan ombak tak terlalu bagus, barulah para peselancar ini bekerja atau tidur-tiduran menanti laut kembali memanggil.

Iklan

Komunitas peselancar di Cina, seperti kusebutkan di awal, kecil sekali lingkupnya. Begini gambarannya: setiap ketemu peselancar baru, ternyata kami kenal 20 sampai 30 orang yang sama. Ya dia lagi, dia lagi. Komunitas kecil enggak buruk kok. Kami jadi merasa seperti keluarga. Tidak ada yang saling agresif ketika memburu ombak. Bahkan, kalau ada ombak yang oke banget, kami akan mempersilakan peselancar yang baru datang untuk mencobanya lebih dulu.

Pelajaran utama yang kudapat dari menggeluti komunitas surfing adalah satu hal ini: laut akan mengajarkanmu kesabaran. Di Shenzhen, orang terdorong untuk serba terburu-buru. Orang dibikin abai sama lingkungan. Mereka sibuk sama ponselnya sendiri saat naik subway atau naik bus. Tapi di laut tak bisa seperti itu. Kau harus merengkuh semua hal di sekitarnya. Ada laut, ada langit, dan orang-orang yang menunggangi ombak di sebelahmu. Tak ada lagi distraksi kehidupan modern yang seakan ingin terus mengatur hidup kita. Sebaliknya, di sini, alam yang mengatur hidupmu. Seperti biasanya manusia hidup di Bumi Allah ini.

Setelah beberapa tahun mendalami selancar, aku memulai juga hobi fotografi. Aku merekam serba-serbi aktivitas selancar Xichong. Aku menyaksikan keindahan tiada duanya tiap memotret peselancar di atas papan menunggangi ombak. Atau saat mereka berdiri di tepi pantai sambil memamerkan papannya. Keren banget. Dilihat dari sudut manapun sosok mereka kok asyik banget. Tapi tak ada yang bisa mengalahkan sensasi saat diriku sendiri yang berselancar. Tiap kali badanku menyentuh air sambil menenteng papan di tangan, rasanya kayak mabuk obat batuk. Kebahagiaan yang murah meriah banget lah.

Iklan

Bagi seorang peselancar, kau pasti ingin berfoto dengan papanmu. Selancar tuh ibarat pacaran, ada satu titik kamu ingin punya potret kebersaam kalian bersama. Jadi, inilah bukti cintaku pada budaya selancar. Cerita cinta yang akan aku kenang selama-lamanya.