FYI.

This story is over 5 years old.

Internet

Kini Tersedia Ekstensi Chrome Untuk Sembunyikan Komen 'Toxic' Netizen Julid

'Tune' adalah ekstensi berbasis machine learning yang diharap bisa menyensor komen tubir atau toxic. Masih banyak kekurangan. Tapi menarik nih jika bisa diadaptasi buat versi Bahasa Indonesianya.
Komentar toxic netizen julid sering mengganggu kita
Foto ilustrasi komen julid via Shutterstock 

Saya termasuk orang yang sering menghabiskan waktu menelusuri sudut-sudut internet paling buruk dan menjijikkan. Di sudut macam itu, mulai dari forum online atau kolom reply-an Twitter, komentar beracun bertebaran. Kadang saya berpikir, asyik kayaknya kalau kita punya menyembunyikan komentar manusia jahat yang merasa bisa mengucapkan apapun hanya karena terlindungi anonimitas.

Harapan itu mulai terwujud berkat kemunculan Tune, extension peramban Google Chrome. Cukup dengan menekan tombol setelan, kamu bisa “mengecilkan" jumlah komentar di plafon media sosial, mulai dari Twitter, Reddit, Facebook, dan YouTube. Tombol penyetel tersebut mempunyai berbagai jenis pengaturan. Dari “sunyi” hingga “menggelegar,” tergantung kamu mau filter komentarnya bekerja seagresif apa.

Iklan

Tune adalah ekstensi yang dibuat Jigsaw, pencipta teknologi yang sebelumnya dikenal sebagai Google Ideas, dan kini menjadi anak perusahaan Alphabet, Inc. Demi menyaring komentar-komentar toxic, extension ini menggunakan Perspective, sebuah API berbasis model-model pembelajaran mesin demi memindai teks yang berpotensi bersifat 'toxic'. Meski Perspective awalnya dirancang buat orang yang pekerjaannya memoderasi kolom komentar, Tune sekarang juga bisa dipakai siapapun yang membenci netizen julid.

"Tune akan membantumu mengurangi jumlah komentar-komentar toxic. Kamu bahkan bisa memakai ‘mode zen’ untuk mematikan kolom komentar sepenuhnya, atau membebaskannya kembali dengan memperlihatkan semua komentar, termasuk yang jahat-jahat," demikian keterangan manajer produk Tune, CJ Adams, lewat postingan blog tentang extension ini. "Pengguna juga bisa menyetel filternya tadi menyesuaikan tingkat toksisitas (misalnya jika sudah menyangkut serangan personal, hinaan, kata-kata kasar, dll.) yang bisa kamu toleransi di kolom komentar."

Komentar di internet sering rusuh karena moderasinya berbasis algoritmik. Asal banyak yang merespons, maka komen julid muncul paling atas di medsos. Padahal kita tahu, komen asbun paling cepat memancing emosi netizen lainnya—sehingga orang bodoh itu dapat perhatian lebih banyak daripada komen yang waras-waras saja.

Pertanyaannya, mungkinkah sebuah algoritma ekstensi memetakan serta secara cerdas mendefinisikan apa saja yang termasuk ujaran toxic? Untuk mengujinya, saya menyetel pengaturan “sunyi” di Tune sembari menjelajahi kolom komen paling rusuh di forum Reddit. Tune saya jajal memindai percakapan di r/Drama, subreddit yang dikenal sebagai "salah satu komunitas paling jahat, kejam, dan berhati dingin di rimba Internet." Di dalam forum tersebut banyak netizen anti-feminis, pendukung supremasi kulit putih, dan berbagai manusia rasis atau fasis lainnya.

Iklan

Sekilas setelah saya coba, Tune berhasil menyembunyikan komentar yang isinya makian. Tapi apakah ekstensi ini sukses menyembunyikan komentar-komentar yang toxic tanpa harus berisi hinaan dan kata-kata kotor?

Saya menyetelnya ke mode “menggelegar". Hasilnya, komentar-komentar yang disensor cukup sesuai karakter komentar pengguna forum r/Drama. Tapi tampaknya yang paling efektif diblokir Tune hanya komen mengandung kata kasar. Malah banyak komentar 'kasar' yang kena sensor setelah dibaca lagi tidak terlalu julid, atau tidak merendahkan orang lain.

Karena hasil pemakaian Tune di subreddit r/Drama belum meyakinkan, saya butuh subreddit lain untuk mengujinya. Saya menjajal ekstensi ini di r/MensRights, forum lain yang sama parahnya. Di sana berkumpul "semua orang yang ingin membahas hak-hak lelaki, dan mereka yang percaya superioritas lelaki atas perempuan telah sering dilanggar oleh para feminis."

Tune ternyata menyensor semua komentar yang mengandung kata-kata kasar pada sebuah forum berjudul “Kemunafikan feminis Emma Watson" walau sebagian komentar tersebut tidak toxic, melainkan cuma berniat mengkritik topik obrolan yang OOT..

Artinya, filter Tune belum menyadari atau belum terlatih membedakan mana makian yang tidak merendahkan manusia lain. Ekstensi ini masih belum punya kepekaan bahasa.

Saat beralih menguji ekstensi ini di linimasa Twitter. Saya menyetel Tune pada pengaturan “sunyi”. Hasilnya juga ternyata kurang memuaskan. Tune menilai twit-twit yang mempromosikan buku, serta sebuah foto arsitektur, sebagai cuitan toxic dan layak disensor.

Iklan

Aplikasi ini memang masih berada di fase “eksperimental,” menurut pengumuman blog pembuatnya. Alhasil, lumayan sulit menilai apakah aplikasi macam ini bakal berguna bagi pengguna internet kebanyakan. Bahkan kalau app ini berfungsi secara sempurna, saya sendiri tidak yakin orang justru akan memperoleh manfaat saat dia sengaja menolak melihat sebagian besar komentar yang ada di internet—bahkan di komunitas yang dianggap "toxic."

Setidaknya, keberadaan Tune membuktikan jika kamu tidak bisa sepenuhnya mempercayai algoritma untuk memoderasi ujaran kebencian di medsos. Manusia, dengan segala kekurangannya, tetaplah aktor terbaik untuk menentukan komentar satu netizen masuk kategori toxic atau tidak.

Kita ingat, Twitter sempat berniat menyensor komentar sensitif memakai aplikasi seperti Tune. Medsos berbasis mikroblog ini menyediakan fitur “sembunyikan balasan” yang diumumkan pada akhir Februari 2019, mengizinkan pengguna menyembunyikan konten yang tidak ingin dilihat, kalau ada thread yang terlalu toxic atau kalau merasa terganggu. Pada 2017, plafon ini mulai mengelompokkan balasan yang “kurang relevan” di bawah thread berdasarkan faktor seperti konten twit dan jumlah follower penggunanya.

Pertanyannya, apakah sengaja menyembunyikan komen yang tidak kamu suka adalah tindakan bijak? Bukannya kita jadi terlatih untuk makin narsis karena tidak dengar kritikan?

Jujur saja, menyensor sebagian komen yang berbeda dari ideologi atau kepercayaanmu kadang diperlukan. Apalagi kalau kamu sedang jadi sasaran kampanye troll. Tapi percaya sepenuhnya pada algoritma yang dibebani tugas “mengecilkan suara” toxic cukup berisiko. Jadi, untuk sementara, tahan diri saja lah. Kalian masih lebih efektif dibanding mesin untuk memilah mana komentar yang beracun beneran dari netizen julid di luar sana.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard