Sejarah Singkat Jenis-Jenis Senjata Favorit Para Hooligan

Seorang pria mengenakan kaos berlogo Chelsea Headhunters

Pada akhir pekan terakhir Januari 2019, massa pendukung kesebelasan Millwall dan Everton bentrok. Akibatnya, muka Jay Burns, salah satu pendukung Everton, disayat, dari ujur bibir hingga ke dekat telinga. Tak lama setelah berita bentrokan dan luka lebar di muka Burns beredar, seorang pemenang kompetisi reality show Apprentice menawarkan diri untuk merawat luka Burns dan mengembalikan bentuk mukanya seperti sedia kala di kliniknya gratis.

Bukannya dapat sanjungan, sang kampiun itu malah dikritik karena dianggap memanfaatkan muka Burns sebagai lahan beriklan gratis.

Videos by VICE

Terlepas dari semua kontroversi tersebut, bentrokan para hooligan memaksa seorang petinggi kepolisian berkomentar seperti ini: “Bentrokan tempo hari termasuk insiden kekerasna sepakbola Inggris yang paling mengagetkan dalam beberapa waktu terakhir.”

Saya rasa semua orang setuju dengan ungkapan si pejabat polisi. Sudah lama sekali suporter di Inggris tidak sampai tusuk-tusukan macam ini. Saya bahkan beberapa waktu ini yakin imej hooligan di kepala banyak orang kira-kira seperti ini: Lelaki berumur 30 tahun ke atas yang kerap jotos-jotosan di luar pub, ketika amarahnya tersulut. Jarang sekali yang membayangkan hooligan sebagai penjahat zaman Victoria yang menggores lawannya dengan pisau Stanley tajam.

Sayangnya, di stadion, hooligan adalah memang gabungan antara tukang berantem dan penjahat brutal.

Senjata sudah diangkut ke dalam stadion oleh para hooligan sejak akhir dekade ‘60an saat aturan benda yang boleh dibawa ke stadion diperketat yang memicu penciptaan Millwall Brick—alat pukul yang dibuat dari surat kabar yang digulung sekencang mungkin. Pisau-pisau juga mulai diselundupkan ke bangku penonton kira-kira pada kurun waktu yang sama. Suporter Liverpool FC, misalnya, di dekade 90’an dikenal punya kebiasaan membawa pisau pemotong karpet ke stadion.

https://www.youtube.com/watch?v=8pPgMZvV_VA

Sepanjang kurun 2010-2014, saya pernah menjadi ghostwriter untuk sejumlah buku memoar kelompok hooligan. Pada masa itulah, saya diperkenalkan sama seorang pria asal Liverpool. Dia lantas menjelaskan pisau-pisau yang dulu mereka bawa ke stadion amat bahaya, karena bisa dengan mudah “mengoyak hidung dan mulut seseorang dalam sekejap.”

Pisau-pisau dengan ukuran lebih kecil digemari oleh para hooligan selama dekade 1980-an. Alasannya karena mudah disembunyikan, entah di lipatan baju atau pinggiran sepatu.

Di kurun waktu yang sama, hooligan juga mulai mempersenjatai diri dengan senjata baru: amonia. Cairan berbau busuk dan bikin mata pedih itu dimasukkan dalam botol-botol plastik yang dipencet di depan muka lawan. Mantan hooligan Watford FC Dougie Brimson, penulis skenario Green Street, menyebut amonia sebagai alasannya menanggalkan predikat hooligan.

“Saat hooligan musuh kami mulai mengisi botol Vicks dengan amonia, aku langsung berpikir, ‘okelah, sudah cukup gila-gilaannya,” katanya kepada seorang reporter BBC pada 2003 lalu.

Menjelang akhir dekade ‘80an, amonia mulai ditinggalkan. Tapi, ini sama sekali tak berarti hooligan berpaling dari penggunaan zat-zat berbahaya sebagai senjata.

Kaleng kecil berisi gas CS juga pernah dipakai hooligan untuk mengejutkan lawan mereka. Kaleng kecil ini diselundupkan dari negara yang melegalkan gas CS. Namun, popularitasnya tak bertahan lama lantaran banyak firm—alias kelompok hooligan—lebih menyukai spray CS. Pilihan ini bukannya tanpa perhitungan. Kaleng-kaleng gas CS biasanya mengeluarkan awan asap kecil yang bisa bikin mata penyerang sekaligus korban pedih. Sebaliknya, semprotan dari spray CS lebih fokus.

Satu buah spray CS berisi CS yang dilarutkan dalam cairan khusus dan dipompa keluar dengan nitrogen bertekanan tinggi. Colin Blaney, hooligan Manchester United membeberkan bahwa firmnya—City Jibber—memuja spray CS karena akurat saat dipakai menyerang musuh dalam tawuran.

1548848787182-51094545_603300710130345_2869722788694851584_n
Foto kiri: Suporter garis keras Everton and Millwall bentrok di Lapangan Surrey Quays; Foto Kanan: Penggemar Everton bernama Jay Burns, disayat dari bibir sampai kuping.

Senjata lebih ekstrem juga pernah dijajal oleh para Hooligan. Bom bensin dan pistol suar adalah dua di antaranya. Andy Blance, hooligan terkemuka pendukung Hibernian FC, harus mendekam di penjara selama lima tahun setelah menyerang punggung rivalnya pakai kapak. Untungnya, insiden berdarah macam ini jarang sekali terjadi. Umumnya, luka-luka dalam bentrokan hooligan diakibatkan oleh benda-benda sehari-hari seperti botol dan batu bata yang ditajamkan dengan pisau.

Kendati kerap dikaitkan dengan hooligan, pisau tak serta merta menjadi bagian inheren kultur hooligan. Brian, mantan anggota Dirty 30, firm pendukung Crystal Palace, mengaku bahwa penggunaan pisau dipandang miring oleh segenap hooligan. Meski begitu, dirinya mengakui ada saja anggota klub hooligan yang terbiasa mengantongi pisau. “Pisau tak memiliki imej positif di banyak kalangan hooligan. Cuma memang, dalam setiap klub hooligan, ada saja anggota edan yang doyan membawa pisau ke mana-mana,” kata Brian.

Adanya persepsi senjata sejatinya tak diperlukan sama sekali dalam kultur hooligan menandakan hukuman serius menanti para hooligan yang tetap bandel membawa senjata. Andrew Bennion selaku pendiri Young Guvnors, kelompok hooligan pendukung Manchester City, mengaku pernah diburu hooligan lawan yang menenteng pistol. Pengejaran itu terjadi setelah dirinya menyayat wajah hooligan kubu sebelah. Bennion mengatakan balas dendam adalah hal yang wajar dalam peristiwa macam itu.

Mengingat sebagian besar hooligan risih dengan senjata, mungkinkah insiden di Millwall tak akan terulang lagi? Belum tentu. Menurut Kevin, anggota Dundee Utility, firm gabungan pendukung Dundee FC dan Dundee Unite, perubahan cara hooligan memandang pisau bisa saja menjadikan peristiwa di Millwall ini sebagai sebuah tren baru dalam bentrokan antar pendukung klub sepakbola di Inggris.

“Hooligan mudalah yang akan menentukan tren baru ini—para “schooligan” yang nampang di Instagram dan Twitter sambil mengenakan seragam Stone Island dan memegang pisau Stanley di tangannya,” katanya. “Sebenarnya, tipe hooligan macam ini cuma jadi bahan tertawaan di medsos. Masalahnya, enggak semua yang nampang seperti itu adalah anak rumahan. Banyak juga yang benar-benar datang ke stadion pada hari sabtu. Jika begitu cara pandang generasi baru hooligan terhadap senjata, perubahan persepsi tak bisa dihindari lagi.”

Sekalipun mengagetkan, bentrokan di Millwall hanyalah bagian kecil dari sejarah panjang penggunaan senjata oleh hooligan. Waau sebagian besar hooligan merasa cukup puas jotos-jotosan saja dengan suporter lawannya, kultur hooligan yang membawa pisau ke stadion—atau bahkan pakai senjata berbahaya lain—tak akan musnah kecuali bila tetua firm tidak hendak mendisiplinkan anggota yang nekat macma itu.


Follow penulis artikel ini di akun @nickchesterv

Terimakasih saya ucapkan untuk Pete Nice dan Johnny Proctor yang baru saja meluncurkan buku. Tanpa mereka, saya kesusahan menghubungi baberapa orang selama penulisan artikel ini.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK.