‘Star Wars: Episode I – The Phantom Menace’ Sebenarnya Film Bagus Atau Sampah Ya?

The Force Awakens bisa dibilang hoki. Meskipun enggak sempurna, untungnya film yang cukup menghibur tersebut tayang tahun 2015, jauh setelah prekuel-prekuel yang dibenci semua orang. Sebaliknya, The Phantom Menace apes banget. Gimana lagi, itu film Star Wars pertama yang keluar sehabis trilogi aslinya George Lucas tayang sekian dekade sebelumnya.

Tiga film pertama yang selalu dikenang penggemar budaya pop—Star Wars di tahun 1977, The Empire Strikes Back di tahun 1980, dan Return of the Jedi di tahun 1983—mengubah dunia film selama-lamanya. Ketiga film tersebut menjadi basis dari “agama” yang dianut penggemar berat Star Wars. Makanya, pada 1999, ketika Lucas resmi merilis prekuel pertamanya yang ditunggu-tunggu, ekspektasi semua orang sangat tinggi. Sayangnya Phantom sama sekali nggak sebagus yang diharapkan. Opini kritikus film campur aduk—ada yang suka, tapi sebagian benci banget—tapi bagi fans yang terlanjur di-PHP-in sama trailer menjanjikan macam-macam, kayaknya standar karya George Lucas enggak bisa lebih rendah lagi daripada Phantom Menace.

Sejak itu, opini negatif tentang The Phantom Menace seakan mutlak. Saking kecewanya orang banyak, bahkan sebelum bikin prekuel jelek jadi ngetren seperti sekarang (konsep prekuel emang dipopulerkan oleh Episode I-III), film tersebut dan kedua prekuel berikutnya jadi sinonim universal soal definisi ‘film pengkhianat’. Kini, jarang ada perbedaan pendapat ketika sedang memperdebatkan The Phantom Menace. Semua setuju kalau prekuel-prekuelnya setara penghinaan meludahi sebuah tempat suci. The Phantom Menace adalah penistaan yang mengawalinya.

Videos by VICE

Reputasi Phantom yang jelek membuat orang mengira bahwa film tersebut lebih jelek dari yang sebenernya. Tapi, ayolah, enggak mungkin prekuel yang terburuk sepanjang masa adalah Episode I kalo kita inget-inget lagi keberadaan X-Men Origins: Wolverine atau trilogi The Hobbit. Phantom juga nggak mungkin salah satu film terburuk sepanjang masa. Ada film yang saking jeleknya jadi lucu, kayak The Room, atau film jelek yang dibikin pake budget gede tapi tetep kagak bisa ditonton, kayak trilogi Transformers-nya Michael Bay. The Phantom Menace bukan salah satu dari kedua kategori itu kok.

Tentu saja, kalo kita ngomongin skenarionya, Phantom agak sampah: Para jedi knight Qui-Gon Jinn (Liam Neeson) dan Obi-Wan Kenobi (Ewan McGregor) nemu anak kecil yang mungkin adalah the Chosen One, Anakin Skywalker (Jake Lloyd), di tengah-tengah perang antar galaksi yang ngeributin sengketa perdagangan. Tapi itu sampah yang dibikin dengan sungguh-sungguh dan dengan tingkat ketrampilan yang tinggi. Bahkan, Episode I bisa dibilang sebuah mahakarya desain. Detail-detail yang terlihat di dunia yang dibangun George Lucas cuma bisa dicapai seorang sutradara dengan budget yang nggak akan pernah habis, dan keputusannya menggunakan CGI ketimbang special effect untuk melengkapi set, model, dan miniatur asli di film ini merupakan keputusan yang bijaksana.

Artinya, dunia yang ada di Phantom, dibandingkan Episode II dan III yang dipenuhi special effect dan green screen, bakal menua dengan baik: Naboo yang digambarkan sebagai Venice masa depan, dengan kerajaan yang dihuni oleh aristrokrat berbusana mewah; dunia bawah air para Gungan, dengan banyak hiasan terang benderang dan kapal selam yang dipinjam dari dunia Verne; Tatooine, gurun gersang tempat berkumpulnya para penjahat yang merupakan setting adegan podracing ikonik di film ini; dan Coruscant, kota rame sebesar planet yang juga ibukota alam semesta. Dunia-dunia ini merupakan visi dari Star Wars yang belum pernah kita lihat sebelumnya.

Berubahnya lanskap rongsokan-masa depan menjadi lebih dunia yang lebih utopis menunjukkan betapa Lucas menghindari prekuel/sekuel yang klise: Daripada blak-blakan ngikutin setting film aslinya ( The Force Awakens enggak luput dari kesalahan ini lho), Lucas mencoba sesuatu yang benar-benar baru di The Phantom Menace. Iya iya, emang ada midichlorian anjing itu, tapi Lucas mengubah duel lightsaber membosankan yang udah sering kita lihat menjadi pertunjukan balet yang sadis, memperkenalkan kita dengan Darth Maul si penjahat baru, membuat skoring yang terasa seperti detik-detik menuju kiamat (salah satu karya John Williams terbaik di Star Wars), dan mengubah protagonisnya dari koboi gembel menjadi politikus galaksi dan samurai luar angkasa.


Baca juga ulasan nostalgia VICE lainnya mengenang film yang legendaris tapi mutunya dipertanyakan:


Karena enggak ada yang berani ngingetin atau kasih masukan ke Lucas seperti di era pembuatan awal trilogi Star Wars sebelumnya (sebelum merajai blockbuster, Lucas biasanya bekerjasama dengan banyak kolaborator dengan saran-saran oke yang membantu kesuksesan film mereka), di film Phantom Menace Lucas kelihatan banget bikin film seenak jidatnya. Sejelek-jeleknya, usaha Phantom untuk jadi beda dari Star Wars yang udah-udah patut dikagumi. Lucas mengganti space western-nya yang basi menjadi sebuah space opera yang serius, seru, membosankan, memalukan, dan mengharukan secara bersamaan.

Yang tetap enggak bisa dimaafin di film ini ada banyak sih: keberadaan Jar Jar Binks, penggambaran karakter alien yang rasis banget, dialog menggelikan yang kayaknya dibikin sama orang yang nggak pernah ngobrol sama manusia lain, ditambah lagi dialog itu disampaikan oleh aktor-aktor yang sebetulnya jago tapi kayak lagi ditodong pake pistol. Ian McDiarmid, yang saking pedenya memerankan Senator Palpatine sampe-sampe filmnya malah kayak tentang dia, merupakan satu-satunya aktor yang nggak kaku, dibanding Natalie Portman dan Ewan McGregor yang terang-terangan ngikutin Alec Guinness. Phantom adalah film yang indah, tapi kadang-kadang kosong, seakan-akan karakter-karakternya merupakan turis yang bosan jalan-jalan.

Tapi argumen senada bisa kita lontarkan kepada filmnya Luc Besson Valerian, yang disebut-sebut sebagai film sci-fi paling gagal. The Phantom Menace dan Valerian sebenarnya enggak sejelek itu, sampai diberi gelar Terburuk Sepanjang Masa. Paling mentok, mereka cuma gagal aja. Satu-satunya yang beda dari kedua film tersebut adalah fakta ini: prekuel Star Wars tidak bisa mencapai harapan penonton, karena fans dan kritikus udah berharap ketinggian dari awal.

Baca juga artikel VICE lainnya soal Star Wars:

Kisah Jurnal Ilmiah Internasional Kecolongan Memuat Kajian Star Wars

Ada Lho Orang Yang Mendirikan Agama Jedi, Mengikuti Film Star Wars

Pengin Tahu Seluk Beluk Stormtroopers, Pasukan Kroco Ikonik Star Wars? Ini Jawabannya