Menjadi seseorang yang berpengaruh di media sosial adalah mata uang paling berharga di masa sekarang. Benarkah demikian? Enggak usah banyak tanya. Kayak SJW aja. Pokoknya begitu. Melibatkan influencer media sosial dalam berbagai urusan adalah kunci. Masyarakat menggantungkan asupan informasi hariannya pada influencer. Bukan lagi pakar, lembaga pemerintah, lebih-lebih kampus.
Karena itu, status sebagai influencer adalah modal terbaik untuk mengubah peruntungan kalian. Termasuk perkara kesempatan masuk kuliah. Ketika manusia semenjana lain mengikuti tes atau mencantumkan nilai rapor supaya diterima universitas tertentu, kaum adimanusia dengan follower lebih dari 5.000 sepantasnya melenggang lebih lancar ke jenjang Strata 1.
Videos by VICE
Seperti bisa dilihat dari situs resmi penerimaan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Malang, jalur influencer telah tersedia untuk pendaftaran 24 Februari hingga 25 April 2020. Hanya dua fakultas saja yang tak tersedia untuk dimasuki jalur ini, yaitu Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan. Hmm, agak diskriminatif ini. Influencer itu sepantasnya bisa masuk jurusan manapun, sebab mereka pun bisa membahas isu apapun agar mudah diterima masyarakat.
Kembali ke rencana PMB UMM, apabila kau adalah influencer YouTube, minimal harus tersedia lima ribu subscriber. Sementara kalau kalian cukup tenar di Twitter atau Instragram, pembuktiannya adalah follower di atas 10 ribu. Hmmm, sayang nih pesohor TikTok belum diperhitungkan. Tolong tahun depan dipertimbangkan ya buat kawan-kawan panitia PMB UMM.
Kebijakan UMM ini mengikuti jejak Universitas Pembangunan Nusantara Veteran Jakarta, yang sudah membuka jalur penerimaan serupa pada 2019.
Seleksi Mandiri (SEMA) UPNVJ tahun lalu menyediakan penerimaan jalur prestasi bagi siapa pun yang aktif di YouTube sebagai kreator konten. Syaratnya, si YouTuber harus punya minimal 10 ribu pengikut dan menyediakan konten berkualitas, edukatif, dan berguna bagi masyarakat. Kalau hobimu bikin prank hantu, jadi gelandangan, atau ngerjain ojol, kayaknya sih enggak akan diterima. Maaf ya kaum pecinta prank….
Rektor UPNVJ Erna Hernawati mengatakan kebijakan ini dijalankan untuk menyesuaikan kampus dengan semangat revolusi industri 4.0. “Kami ingin mahasiswa-mahasiswa di sini itu termotivasi agar lebih kreatif. Makanya kami beri penghargaan khusus Youtube Creator melalui jalur prestasi,” ujarnya kepada Tirto.
Sebagian netizen di Twitter ada yang nyinyir sama kebijakan ini. Menurut kami sih, sikap negatif tersebut gegabah. Influencer, sekali lagi, adalah messias bagi kita semua. Tanpa influencer, komunikasi kebijakan publik di Indonesia bakal terhambat. Roda-roda perekonomian mandeg. Pandemi sulit diredam penularannya.
Jangan merasa ini lebay. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saja menyempatkan mengundang puluhan influencer lho, pada Jumat (20/3) di kantor mereka untuk membantu pemerintah menyebar informasi yang lebih akurat mengenai COVID-19 yang penularannya sudah melonjak tiga kali lipat dibanding pekan lalu. Iya, mendatangkan alat uji Corona yang hasilnya bisa segera keluar penting, memperluas kesiapan fasilitas kesehatan sama pentingnya, demikian pula membeli jutaan butir obat yang bisa meredakan gejala COVID-19.
Tapi, influencer juga penting. Komponen yang amat penting malah. Kalau influencer tidak digandeng, masyarakat akan tersesat dalam rimba informasi dunia maya. Jangan juga buru-buru menuding sebagian influencer tak punya kompetensi soal isu kesehatan dan epidemiologi. Tuh kan, sebagian pembaca nyinyir lagi. Hati kalian sudah teramat hitam, dipenuhi iri dengki sih. Rumusnya sederhana. Masyarakat, terutama yang di bawah 30 tahun, tidak lagi nonton TV, baca koran, bahkan membaca berita dari situs-situs berita. Informasi mereka berasal dari medsos. Lebih tepatnya dari influencer.
Itulah kenapa Bapak Presiden Joko Widodo sangat menyayangi influencer dan beberapa kali mengundang kaum adimanusia ini ke istana untuk berbagi info soal permasalahan bangsa. Lembaga negara, dari sektor manapun, akhirnya ikut rajin melibatkan influencer. Pengin “millenial” lebih rajin investasi di bursa? Ajak influencer. Pemerintah ingin anak muda tertarik ikut program bela negara? Oh, tentu saja influencer perlu dilibatkan. Apalagi kalau tujuannya meyakinkan publik bahwa industri sawit itu baik banget sama negara ini.
Jika untuk beragam kepentingan itu influencer bisa turut berperan, maka di perguruan tinggi, soko guru pendidikan tinggi Indonesia, kehadiran mereka juga amat dinanti. Patut kita simak, akankah lebih banyak kampus membuka jalur khusus influencer dalam penerimaan mahasiswa baru. Ingat, status influencer memang setingkat di atas kita-kita yang jelata. Selayaknya jalur karpet merah ini kita dukung.
Abaikan komentar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji yang menilai tidak ada korelasi antara subscriber/follower dengan kesiapan seseorang menempuh pendidikan tinggi, saat diwawancarai Tirto. Apalagi jalur prestasi seharusnya diberikan kepada calon mahasiswa yang berhubungan dengan jurusan atau fakultas yang diinginkan karena lebih berpotensi mendukung keberhasilan kegiatan perkuliahan si mahasiswa.
“Kualifikasinya tidak bisa asal-asalan,” kata Ubaid. “Harus jelas kuotanya. Ini bisa menjadi celah jual-beli kursi dan transaksional.”
Ckckckck…..
Ingat-ingatlah, semua yang mencaci atau nyinyir tidak tahu betapa vitalnya influencer. Ampuni dan kasihanilah kaum-kaum medioker di medsos yang membenci, sebab mereka terjebak dalam ketidaktahuan.
Pada influencer kami selalu berharap. Tuntunlah bangsa kami menuju gerbang keselamatan dan masa depan yang gemilang.