Pelanggaran HAM

Aborsi Paksa dan Pengangkatan Rahim Rutin Dialami Perempuan Uighur di Tiongkok

Seorang dokter yang kini kabur bersaksi telah dipaksa pemerintah Cina mensterilisasi ratusan perempuan muslim Uighur sepanjang karirnya.
Perempuan muslim uighur di tiongkok dipaksa aborsi oleh petugas partai komunis
Grafiti bertuliskan pesan pro Uighur tertulis di tembok Kedubes Tiongkok di Paris, Prancis pada 30 Juli 2020. Foto leh GEOFFROY VAN DER HASSELT / AFP

Seorang dokter asal Provinsi Xinjiang, Tiongkok, yang kini kabur ke Turki, mengaku sudah melakukan operasi sterilisasi rahim secara paksa terhadap ratusan perempuan etnis Uighur. Dia mengklaim tindakan medis berbahaya itu diperintahkan otoritas keamanan Tiongkok dalam rangka mengontrol perkembangan populasi etnis minoritas muslim tersebut.

Pengakuan soal sterilisasi rahim dan aborsi itu muncul saat si dokter diwawancarai oleh ITV, stasiun televisi Inggris pada 3 September 2020. Sepanjang praktik, dia memperkirakan sudah dipaksa mengoperasi 600-an perempuan yang dibikin agar tidak lagi subur.

Iklan

“Saya akan diangkut petugas pemerintah untuk mendatangi desa-desa di pelosok Xinjiang, lalu mengumpulkan semua perempuan dewasa naik truk,” kata dokter perempuan tersebut. “Jika usianya muda, perempuan Uighur itu akan menjalani operasi sterilisasi dan pengangkatan rahim. Sementara yang sudah terlanjur hamil akan diaborsi atau diminta sering mengonsumsi pil pencegah kehamilan yang mengganggu kesehatan janin.”

Orang Uighur mayoritas tinggal di Xinjiang, namun kini mengalami diskriminasi dan teror sistematis karena dianggap selalu melawan dominasi etnis Han di Tiongkok.

Saat ini ada 11 juta orang Uighur yang tinggal di Xinjang, dengan satu juta di antaranya, menurut pengamat, dipaksa masuk kamp konsentrasi berjuluk “fasilitas reedukasi”, yang lebih mirip penjara dengan beban kerja paksa. Sebagian yang masih bebas menjalani indoktrinasi agar lebih patriotis terhadap Tiongkok, serta dilaporkan mengalami pelarangan beribadah sesuai tata cara Islam.

Pemerintah Tiongkok mengklaim tindakan ini adalah program KB biasa. Namun yang disaksikan dokter ini sudah mengarah pada pemaksaan yang melanggar HAM. “Tujuannya sudah jelas pembersihan etnis,” kata si dokter yang enggan identitasnya disebut karena kesalamatannya terancam.

Data menunjukkan angka kelahiran di komunitas Uighur menurun drastis selama 10 tahun terakhir. Si dokter, yang sudah bekerja bersama pemerintah selama 20 tahun, merasa menyesal karena menjadi bagian dari program kejam tersebut.

Iklan

Salah satu perempuan Uighur yang kabur dari Xinjiang membenarkan keterangan si dokter. Kepada ITV, perempuan itu mengaku biasa didatangi petugas pemerintah untuk minum pil KB, atau sebisa mungkin menyembunyikan perut yang membuncit saat hamil agar terhindar dari aborsi paksa. Sidak yang dilakukan pejabat provinsi sering terjadi kapan saja, dan perempuan Uighur yang kelihatan hamil sementara sudah punya anak satu bakal dipaksa aborsi.

Mehrigul Tursun, perempuan Uighur yang kini kabur ke Amerika Serikat, memiliki cerita serupa. Dia pernah masuk ke kamp konsentrasi. Tanpa dia sadari, ternyata dia sudah disteril saat dirawat di bangsal setempat. Sterilisasi rahim itu baru dia ketahui saat sudah berada di AS dan menjalani pemeriksaan medis tahunan.

Penelitian lain yang dilakukan Adrian Zenz, akademisi asal Jerman, pada Juni 2020 menunjukkan bukti tidak terbantahkan bahwa perempuan uighur menjadi target utama sterilisasi pemerintah saat berada di kamp konsentrasi. “Sasaran utamanya adalah perempuan di pelosok Xinjiang. Sterilisasi ini hendak menjangkau 34 persen dari semua perempuan yang sudah menikah,” tulis Zenz.

Saat dikonfirmasi, Kementerian Luar Negeri Tiongkok membantah keras ada kebijakan sterilisasi paksa di Xinjiang terhadap minoritas muslim Uighur. Mereka mengklaim tuduhan itu digalang oleh pihak-pihak radikal.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News