Seperti ada tangan besar yang mengatur, kios obat kuat di mana-mana tampilannya serupa: (1) Bentuknya ruko sangat kecil seukuran kamar kos. (2) Letaknya di pinggir jalan besar. (3) Ada banyak sekali tulisan terang dalam tiga warna genjreng baku: biru, kuning, dan merah.
Kadang ada yang memakai warna hijau, tapi ini jarang. (4) Semua tulisan itu dicetak dalam banner plastik yang ditempel di seluruh wajah toko, seakan-akan setiap sentimeter dinding dan pintu depan toko adalah bagian kanvas yang terlarang buat kosong. Tapi bahkan itu belum cukup, masih akan ada banner berdiri dan neon box yang bikin lebih tegas apa dan apa saja yang dijual toko tersebut.
Videos by VICE
Interiornya juga template. Akan ada satu etalase ala konter hape. Di belakang etalase, sebuah ruangan lain yang lebih kecil dipisahkan dari ruang depan dengan dinding permanen, sekadar partisi portabel, atau cukup pakai tirai. Dari amatan kita yang melihat sekilas ketika melintas di depan toko, kita akan jarang melihat ada penjaga toko duduk di balik etalase.
Lebih jarang lagi kita melihat ada calon pembeli yang mampir. Setidaknya saya enggak pernah melihat ada motor atau mobil parkir di depan kios obat kuat. Motor pertama yang pernah saya lihat parkir di depan kios obat kuat adalah motor saya sendiri waktu mempersiapkan tulisan ini.
Pekan lalu saya datang ke satu kios obat kuat di Jalan Kaliurang, Sleman, D.I. Yogyakarta untuk mencari tahu seluk-beluk usaha penjaga syahwat seksual ini. Pikiran saya agak menyepelekan. Emang laku ya jualan obat kuat gini? Orang beli kondom di apotek aja malu, apalagi buat obat kuat kan.
Ini jadi pengalaman pertama saya datang ke kios obat kuat karena selama ini saya merasa enggak butuh obat kuat. Saya pernah nanya ke pasangan untuk iseng-iseng berhadiah nyobain obat kuat, tapi dia menolak. Katanya, takut kena serangan jantung. Hmmm, ini juga pertanyaan yang perlu dikonfirmasi.
Lian Kie, nama toko obat kuat yang saya datangi, dijaga sendirian oleh seorang pria berusia 24 tahun yang enggak mau disebut namanya. Toko ini sudah setahun berjalan, tapi ia bukan pramuniaga pertama.
Ruangan toko berukuran sekira 15 meter, dengan satu bilik semipermanen di belakang, tempat Mas ini tidur. Ia perantau di Jogja, domisili aslinya di Semarang.
Dalam etalase, selain boks-boks obat, juga berjejer tisu mejik dan alat bantu seks kayak vagina-vaginaan, penis palsu, dan alat vakum untuk ngebesarin penis. Di sudut belakang etalase, beberapa gelondong baterai mangkrak, bersebelahan dengan plastik bening. Plastik itu dipakai untuk membungkus Viagra, si pil biru populer buatan Amerika Serikat, yang dijual eceran Rp50 ribu per tablet. “Soalnya kalau dijual botolan [isi 20 tablet] kan mahal,” kata si Mas.
Yang bikin saya agak bergidik, selain berbentuk tablet, serbuk, dan oles, ternyata obat kuat ada yang berwujud cokelat batangan. Cokelat obat kuat merek Soloco inilah yang paling mahal tadi, dihargai Rp500 ribu. Tiba-tiba saya parno kalau ada yang iseng ngasihin asal cokelat ini ke cowok.
Meski kios toko obat kuat masih tersebar di mana-mana, penjualan secara online lah yang kini jadi mendominasi. Salah satu penjual obat kuat online mengatakan kepada VICE, ia biasa melego 1.500 sampai 2.000 paket obat kuat per bulan, mengandalkan promosi di Facebook dan Instagram. Dengan harga tiap kemasan Rp150 ribu, omzetnya di kisaran Rp250-300 juta saban bulan. Ini penjualan di tengah wabah corona lho.
Hanya saja, produk yang ia jual belum memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Masih dalam [proses] perizinan,” kata si penjual. Ia tidak membuat sendiri produknya, melainkan membeli dalam jumlah besar dari produsen, yang kemudian diberi merek sendiri. Praktik maklon umum terjadi dalam bisnis makanan, kosmetik, dan obat-obatan.
Memang ada orang yang menggunakan obat kuat untuk memperlama permainan di ranjang. Namun, obat kuat terutama paling bermanfaat bagi laki-laki dengan impotensi—yang dalam bahasa medis disebut disfungsi ereksi—walau ini cuma salah satu solusi.
Menurut penelitian di 2018, sepertiga laki-laki di dunia pernah mengalami impotensi dalam derajat bervariasi, dan semakin sering ditemukan seiring bertambahnya usia. Berhubung ini problem umum yang jangan langsung disimpulkan akan berlangsung permanen, tolong jangan jahat sama orang yang mengalaminya.
Saya iseng mengecek, apakah tersedia obat untuk performa seks perempuan, dan ternyata ada. Jenisnya Flibanserin, yang salah satu merek dagang terkenalnya bernama Addyi. Bedanya, flibanserin dipakai untuk meningkatkan hasrat seksual cewek. sepertinya ini yang tadi disebut sebagai “perangsang untuk wanita”.
Sebenarnya, sudah banyak kasus membuktikan Viagra yang dikonsumsi perempuan bisa menaikkan keinginan ngewe. Cuma, FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) belum mengesahkan manfaat baru ini.
Kalau kalian atas alasan apapun tertarik mengonsumsi obat kuat, ada hal yang perlu diperhatikan banget. Pertama, obat dan makanan yang belum nomor izin edar (NIE) dari BPOM tidak terjamin keamanan, mutu, dan khasiatnya. Jadi, tolong lebih bijak memilih obat kuat. Kedua, obat kuat yang diklaim herbal sekalipun wajib memiliki NIE.
Ketiga, ada baiknya memverifikasi obat yang mengklaim punya izin edar dengan mengeceknya di situs BPOM ini. Ini buat membuktikan NIE yang dicantumkan bukan fiktif. Saya sempat mengecek Viagra buatan Pfizer Indonesia yang ternyata memang punya izin edar, sedangkan si cokelat Soloco enggak ditemukan dalam daftar.
Tapi, mari kembali ke pengakuan pramuniaga toko Lian Kie. Berikut hasil tanya jawab saya dengannya:
VICE: Pembeli obat kuat ini cowok doang atau pernah ada ceweknya juga sih? Saya nanya gini karena pernah dengar tebak-tebakan, “Kalau cewek lemah, kenapa obat kuat cuma buat cowok?’“
[Tertawa] Biasanya bapak-bapak. Tapi ibu-ibu juga pernah. Biasanya beli buat suaminya.
Harganya dari yang termurah sampai yang paling mahal berapa ya?
Yang paling murah Rp35 ribu, yang termahal Rp500 ribu.
Apa yang bikin ada yang murah dan ada yang mahal?
Dari bisa tahan berapa lamanya. Kalau yang mahal, bisa tahan tiga jam.
Di sini cuma jual produk untuk lelaki?
Enggak sih, kalau buat cewek ada, perangsang. Perangsang itu bentuknya permen. Sama ada alat bantu seks juga [buat cowok dan cewek].
Toko obat kuat tuh ada jam operasionalnya?
Buka jam 6 pagi. Tutupnya sih terserah saya, biasanya saya tutup jam 10 atau 11 malam.
Kenapa toko obat kuat sering ada di tepi jalan besar dan kadang dipenuhi tulisan warna-warni?
Semua usaha kan emang harus di tempat yang strategis. Kalau soal tulisan, saya enggak tahu.
Buat awam, rasanya jarang melihat ada orang masuk kios obat kuat. Sehari yang datang bisa berapa sih?
Soalnya kios obat kuat juga melayani jasa antar. Jadi nanti ngontak, terus diantarin. Itu ngiklaninnya seringnya di Facebook. Tapi sekarang karena corona emang sepi. Pas sepi begini, seharian bisa enggak ada sama sekali. Kalau pas normal, tiga sampai lima orang datang.
Orang yang beli bakal konsultansi dulu atau mereka udah tahu apa yang mau dibeli? Apa produk best seller di sini?
Udah tahu. Mereka langsung sebut nama aja. Kalau nanya, paling mereka nanya cara pakainya. Best seller-nya Cialis. Nama mereknya Tadalafil. Bentuknya tablet, harganya Rp250 ribu.
Kenapa tertarik sama kerjaan ngelola obat kuat?
Dulu saya pernah kerja ngejaga toko buah, fotokopian, macem-macem. Ini yang punya, temennya kakak. Orang tua tahu saya kerja di sini [toko obat kuat]. Kalau ditanya teman kerja di mana, saya biasa aja.
Menurut Anda, obat-obatannya aman enggak? Pernah nyoba make sendiri
Menurut saya aman. Saya belum punya pasangan. Kalau udah punya istri ya [mau dicoba sendiri].
Sayang sih. Sebetulnya masih banyak yang bisa dikulik, tapi belum terjawab sepenuhnya seluk beluk bisnis obat kuat macam ini. Sebab si mas memang cuma pramuniaga. Pemilik tokonya sulit dihubungi. Meski begitu, balik dari Toko Obat Kuat Lian Kie, pikiran saya melekat ke obat kuat paling mahal, yang konon menjanjikan penis tahan tegak tiga jam. Sampai di rumah, saya mengirim pesan ke pasangan.
“Ngaceng tiga jam tuh perlu enggak sih?”
“Ngeri banget,” jawab dia.
“Kenapa?”
“Takut enggak bisa balik.”