Meskipun berabad-abad telah berlalu sejak para Viking mengguncang daratan dan lautan, mereka terus membuat kita terkagum dengan kisah-kisah kapal yang epik, pemakaman berapi, konfigurasi jenggot yang mempesona, dan kebiasaan mereka menyerbu, menjarah, dan menghancurkan. Kendati para Viking merupakan sebuah bagian dari sejarah yang nyata, mereka sering dipandang sebagai sosok fantastis-semu seperti vampir, bajak laut, dan zombie—kisah mereka selalu sukses secara komersial, dan mereka dikenal memiliki reputasi yang “kejam.”
Para arkeolog baru saja menemukanemukan informasi tentang gaya hidup Viking, dan ternyata mereka lebih memilih menunjukkan kekuatan mereka dengan meracik bir dan berpesta, bukan dengan membakar dan menaklukkan desa-desa tetangga.
Videos by VICE
Sekelompok peneliti dari Universitas Baylor telah merilis hasil pemeriksaan sebuah situs Viking bernama Hrísbrú, yang mereka gali dan teliti untuk memahami apa saja yang dilakukan Viking selain lempar-lemparan pedang dan membuat gaya kepang baru. Ternyata, kunci pengaruh politik di Islandia—yang termasuk wilayah baru untuk para Viking, yang berasal dari Skandinavia—bergantung pada keterampilan memasak daging. Orang Texas dan Viking ternyata tidak begitu beda jauh.
Arkeolog asal Denmark Davide Zori, PhD—yang memimpin penelitian ini—mengatakan kepada Science Daily bahwa kejantanan kaum Norse sangat penting dalam kebudayaan Viking, yang ditunjukkan dalam bentuk ekonomi yang mendorong pemimpin dan penguasa untuk pamer harta dengan cara berpesta dan menyediakan suplai bir dan daging sapi yang massal. “Seperti sebuah barbekyu,” ujarnya. “Harus ada steak besar di atas panggangan.”
Sepotong daging yang sedang dipanggang di atas api di zaman itu kurang lebih nilainya setara dengan Rolex vintage yang dikenakan CEO. Berpesta merupakan versi abad pertengahan penggalangan dana parpol, yang digelar untuk membangun hubungan dengan pemimpin lokal dan membuat suasana kemewahan yang mengesankan sekaligus menakuti. Tempat duduk kamu di meja menentukan posisi sosialmu; memamerkan tengkorak sapi yang sedang dihidangkan menambah sentuhan khas Viking.
Di situs penggalian, Zori dan timnya menemukan biji-biji jelai di lantai yang bertumpuk-tumpukan (rasa bir Viking asli hanya bisa kita bayangkan). Meskipun jelai juga dimanfaatkan untuk membuat roti dan bubur, bir merupakan hidangan pokok yang paling berharga. Orang tidak akan terkesan dengan pesta yang penuh dengan roti semata. Hrísbrú, yang dulu dihuni oleh Viking-viking paling terkenal, pada dasarnya merupakan Playboy Mansion versi Islandia.
Tetapi para Viking kesusahan menyesuaikan diri dengan musim dingin Islandia yang kejam dan keadaan yang tidak ideal untuk beternak sapi. Domba, yang sudah mempunyai mantel wol tersendiri, dibiarkan merumput di luar, tapi sapi memerlukan lumbung dan jumlah makanan yang banyak. Perjuangan untuk terus berpesta menjadi semakin sulit.
Pada titik ini, saat para Viking kesusahan mengawetkan dan menyimpan daging sapi dan jelai, kekuasaan kepala suku Viking Islandia yang sebelumnya tak tertantang mulai menyusut. Dalam lingkungan dingin tanpa steak dan bir, peran-peran sosial berubah dan menipis. Mengenai sejarah narasi yang mendeskripsikan zaman ini, Zori bercerita ke SD “Iya, mungkin para Viking memenggal kepala satu sama lain—tapi cerita-cerita ini juga mendeskripsikan pemerahan susu sapi.”
Akhirnya, produksi jelai dihentikan, semua orang menjadi tenang dan para Viking mulai beternak domba alih-alih melanjutkan tradisi berpesta yang mahal dan mustahil.
Kesimpulan terbesar Zori dari penelitian arkeologis adalah kecenderungan para Viking menyantap daging mewah dan bir lebih diprioritaskan dibandingkan keuntungan-keuntungan komunitas lainnya. Intinya tindakan para pemimpin politik dari dulu hingga sekarang sama saja ya, sama-sama kemaruk.
Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES