Warga Berburu Harta Karun Peninggalan Sriwijaya di Bekas Lahan yang Terbakar

Warga Berburu Harta Karun Peninggalan Sriwijaya di Bekas Lahan yang Terbakar

Selain permasalahan antar negara dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatra ternyata memunculkan “berkah” tak terduga. Warga mendapati beberapa artefak yang diduga berasal dari era Kerajaan Sriwijaya.

Beberapa benda yang oleh penduduk lokal disebut “harta karun” itu ditemukan terserak di lahan bekas terbakar Kecamatan Tulang Selapan, Cengal dan Air Sugihan, kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Temuan serupa juga dilaporkan warga dari lahan bekas terbakar di Jambi.

Videos by VICE

Menurut Retno Purwanti, Arkeolog dari Badan Arkeologi Sumatera Selatan, kegiatan treasure hunt ini ternyata sudah menjadi “tradisi” warga terdampak karhutla sejak 2015 lalu. Retno mengatakan warga akan beramai-ramai menyerbu lokasi lahan gambut bekas kebakaran, untuk mencari perhiasan peninggalan masa lalu. Rupanya warga sudah menyadari, banyak peninggalan sejarah tertimbun di bawah lahan gambut. Efek terbakarnya lahan gambut itu menyebabkan peninggalan muncul ke permukaan.

Sebagian harta karun tersebut berupa perhiasan, namun ada juga yang berupa logam mulia. “Warga tak perlu menggali terlalu dalam, tetapi sudah ketemu perhiasan itu, terutama logam mulia,” ujar Retno seperti dikutip Kompas.com.

Selain emas, warga juga menemukan perhiasan kuno yang disebut mata kucing berbentuk kalung. Retno mengatakan perhiasan tersebut mungkin berasal dari Mesir dan negara-negara Indopasifik.

Badan Arkeolog menduga lokasi treasure hunt kali ini dulunya merupakan kawasan perdagangan atau pelabuhan besar pada masa Kerajaan Sriwijaya. Bukti lain yang memperkuat dugaan tersebut adalah temuan lain seperti kapal, kemudi, dayung, dan papan kapal di lokasi bekas kebakaran hutan.

Tim peneliti pernah mengkaji perhiasan yang ditemukan usai karhutla di lokasi serupa empat tahun lalu. Menurut laporan CNN Indonesia, peninggalan tertua berasal dari abad ke-7, ditemukan di lahan bekas terbakar kawasan Karang Agung. Sedangkan di Air Sugihan banyak ditemukan peninggalan kuno dari abad 9 hingga 12. Sementara di kawasan Cengal, ditemukan peninggalan kuno dari abad ke-12 hingga masa Kesultanan Palembang Darussalam.

Retno menjelaskan dari hasil temuan tersebut dan lokasi penemuannya mereka menduga adanya pergeseran lokasi pusat perdagangan dari masa Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang. Penemuan harta karun tersebut tidak hanya menjadi rezeki nomplok bagi warga, namun juga menjadi kepingan puzzle yang krusial bagi penulisan sejarah kerajaan-kerajaan nusantara.

Menurut Retno temuan perhiasan tersebut semakin menjelaskan bahwa aktivitas perekonomian pada zaman itu kerap dilakukan di atas air, apalagi dahulu telah ditemukan juga sungai-sungai tua di pesisir timur Sumatera.

Dengan semakin meluaskan kebakaran yang terjadi di lahan gambut, kemungkinan besar bakal muncul peninggalan-peninggalan lainnya. Namun ini belum tentu dapat menjadi kemajuan bagi persejarahan juga koleksi museum Indonesia. Pasalnya barang temuan ini bukan hanya menjadi berharga untuk arkeolog, namun juga untuk para kolektor yang langsung membeli dari warga tanpa laporan.

Retno mengaku menyayangkan ketika kegiatan berburu harta karun ini dilakukan tanpa catatan yang jelas. Apalagi para penemu harta karun biasanya dapat menjual barang ke kolektor dengan harga yang cukup tinggi.

“Kebanyakan warga disuruh kolektor atau pemburu harta karun dari Lampung. Karena benda bersejarah di Lampung sudah habis, mereka geser ke Sumsel. Warga ditawari harga yang cukup tinggi apabila menemukan benda-benda bersejarah itu,” tambah Retno.