Foto atau gambar telinga aktor-aktor di Cina yang pakai anting belakangan dikaburkan atau di-blur. Kejadian ini dianggap usaha pemerintah Beijing memperkuat ide-ide maskulinitas tradisional. Sejak awal Januari 2019, banyak penonton TV lokal menyadari telinga dua laki-laki yang tampil dalam reality show berjudul I Fiori Delle Sorelle (‘Bunga Kakak Perempuan’) disensor di bagian anting yang mereka kenakan.
Penyensoran tersebut juga ditemui dalam layanan streaming iQiyi, sebagaimana dilaporkan ABC. Tiongkok menolak tampilnya sosok pesohor laki-laki “feminin.” Sejak kejadian ini muncul berbagai reaksi dan tagar #BintangTVLakiLakiJanganPakaiAnting yang digunakan hampir 100.000 kali di medsos Weibo—Twitternya orang Tiongkok.
Videos by VICE
Sejumlah pengguna medsos menuduh media pemerintah Cina memaksakan peran gender tradisional dan mendorong definisi “maskulinitas” versi mereka kepada publik. Ada yang menganggapnya sebagai diskriminasi gender, namun ada juga sebagian warganet mendukung keputusan tersebut, lalu mencela artis laki-laki yang mengenakan anting sebagai “pengaruh buruk bagi anak-anak muda.”
“Saya mendukung upaya pemerintah dalam hal ini,” tulis satu pengguna Weibo. “Laki-laki seharusnya berpenampilan jantan.”
Teknik penyensoran Cina yang menindas macam ini bukan hal baru. Sensor di Tiongkok termasuk yang paling ketat di dunia. VICE pernah menulis tentang stasiun televisi milik negara menyensor kebudayaan hip-hop, tato, lambang-lambang LGBT.
Merujuk laporan NDTV, semua konten yang mengungkapkan “kekaguman terbuka terhadap gaya hidup Barat” dan bahkan konten yang bergurau tentang tradisi Cina akan diberangus. Program-program televisi domestik tak jarangh harus menyerahkan materi publikasi dulu kepada biro partai Komunis lokal, sebelum dapat izin penyiaran. Mengingat semakin banyak orang yang mengkonsumsi dan mengunggah konten di internet, sensor gila-gilaan itu lambat laun mulai tembus ke platform digital.
Tonton dokumenter VICE menyorot sebuah layanan streaming film di Tiongkok yang sukses mengakali sensor ketat pemerintah:
Profesor Yuk Ping Choi, ahli sosiologi di Hong Kong, menjelaskan kepada ABC bahwa kasus penyensoran anting kemungkinan didasari keinginan pemerintah agar dianggap serius oleh negara-negara lain.
“Cina kini mengejar pengaruh internasional, jadi mereka ingin meluruskan imej laki-laki Cina dengan imej kejantanan global,” ujarnya. Profesor Choi menjelaskan semua media biasanya diharapkan menyensor diri demi memenuhi standar pemerintah mengenai apa yang dianggap sebagai konten pantas. “Tampaknya perusahaan streaming ini khawatir penampilan para aktor melawan harapan pemerintah mengenai perilaku laki-laki yang pantas.”
Belum jelas apakah ada peraturan langsung yang menyatakan laki-laki tidak boleh tampil di TV mengenakan anting, atau apakah stasiun acara televisi yang membuat keputusan sendiri dan menyensor lubang telinga cowok karena dirasa tidak pantas secara budaya (mirip dengan kondisi di Indonesia). Menurut perusahaan media lokal Sina Entertainment, seorang jurnalis yang menyelidiki situs web resmi Administrasi Radio dan Televisi Tiongkok, tidak ada peraturan eksplisit menyatakan “artis laki-laki tidak diperbolehkan memakai anting di acara televisi”. Jurnalis tersebut tidak menerima balasan setelah menelepon SARFT.
Tahun lalu, media pro-pemerintah Cina menayangkan editorial yang mencela penampilan banyak laki-laki di industri hiburan Cina. Artikel tersebut mengecam “estetika sakit” banyak artis laki-laki feminin—yang mereka sebut sebagai “celana banci”—berdampak negatif pada remaja Cina dan menghancurkan imej bangsa Tiongkok.
“Dalam masyarakat yang beragam dan terbuka, estetika boleh berbeda-beda, dan orang bisa menikmati apa yang mereka lakukan,” seperti dikutip dari tajuk rencana Kantor Berita Xinhua. “Semuanya harus ada batasnya… Pada kasus , sudah bukan masalah estetika, melainkan kesengajaan mencari-cari vulgaritas dan keburukan.”
“Fenomena maraknya celana banci memicu antipati publik adalah bahwa kita tidak boleh meremehkan dampak negatif kebudayaan sakit ini terhadap remaja yang akan menjadi masa depan negara ini.”
Follow Gavin di Twitter atau Instagram
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Australia