The VICE Guide to Right Now

Berkat Teknologi Anyar, Penderita Kelumpuhan Bisa Operasikan Komputer Lewat Otak

Udah kayak skenario “Black Mirror” aja…
Lansia menjalankan komputer dengan pikiran
Peserta uji coba alat Stentrode bernama Graham Felstead. Foto milik Synchron, Inc.

Kita semua bisa sepakat hidup menjadi lebih mudah dengan adanya teknologi canggih. Apa yang dulunya mustahil, nyatanya bisa terwujud juga sekarang. Keterbatasan fisik sekalipun tak lagi menjadi penghalang untuk bergerak dengan mudahnya.

Baru-baru ini, perangkat yang menghubungkan komputer dengan otak sudah lolos uji coba. Dikembangkan oleh produsen obat bioelektrik neurovaskular Synchron di Australia, teknologi Stentrode bisa digunakan untuk mengoperasikan komputer pakai otak. Itu artinya penyandang disabilitas dapat mengirim email atau pesan layaknya orang biasa.

Iklan

“Ini sebuah terobosan di dunia teknologi antarmuka komputer-otak,” ujar CEO Synchron Thomas Oxley dalam siaran pers. “Teknologi nirkabel ini mudah dipasang dan dapat digunakan di rumah. Pengguna tidak perlu bedah otak untuk memakainya. Penyandang disabilitas parah bisa mendapatkan kembali kebebasannya.”

Teknologi Mengendalikan Pikiran Jauh Lebih Canggih Dibanding yang Kalian Pahami

Elektroda yang terpasang pada tabung perangkat akan diulirkan menuju otak melalui pembuluh darah. Selama uji coba, ilmuwan memasang tabung ke vena jugularis di leher dan menyesuaikan posisinya agar searah dengan korteks motorik utama otak, yang akan mengontrol gerakan secara sukarela. Impuls otak kemudian dikirim ke unit yang ditanam di kulit dada.

Perangkat ini berjalan mulus pada dua peserta yang lumpuh karena penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). Gejala ALS pada umumnya yakni otot lemah, lengan atau kaki terasa lemas, kram otot dan kedutan di lengan.

Studi yang diterbitkan pada 28 Oktober menjelaskan dua pasien dapat menjalankan sistem operasi Windows 10 untuk mengirim pesan, berbelanja online dan mengatur keuangan. Peserta pertama bisa menggunakan perangkat tanpa pengawasan setelah 86 hari, sedangkan peserta kedua dapat melakukannya dalam waktu 71 hari. Mereka menerima skor masing-masing 92,6 persen dan 93,2 persen untuk “akurasi rata-rata tugas mengetik”.

Dalam video, Synchron menyebut Stentrode bagaikan “bluetooth-nya otak”.

“Elektroda, atau sensor pencatat aktivitas otak, diikat ke pembuluh darah yang berperan sebagai jembatan alami menuju otak,” tutur Oxley dalam video.

Iklan

Sinyal yang dihasilkan oleh otak akan diterjemahkan oleh komputer dan diubah menjadi perintah seperti memperbesar atau klik kiri, sedangkan pelacak mata digunakan untuk menggerakkan kursor. Dengan demikian, pengguna tak lagi membutuhkan keyboard atau mouse.

Peserta bernama Graham Felstead mengatakan hidupnya berubah sejak menggunakan Stentrode.

“Saya bisa produktif lagi berkat alat ini. Saya bisa belanja, mengambil uang dan bekerja sukarelawan untuk Rotary Club. Sungguh luar biasa bisa hidup independen lagi,” ungkapnya.

Dilansir dari Wired, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) belum menyetujui penggunaan teknologi ini secara luas. Synchron berencana melakukan uji coba lanjutan.

Stentrode bukan teknologi pertama yang menghubungkan otak dengan komputer. Agustus lalu, Elon Musk memamerkan chip komputer yang bisa ditanam ke otak. Tujuannya? Agar kecerdasan buatan (AI) dapat diintegrasikan dengan manusia.

Sementara teknologi buatan Synchron ditujukan untuk membantu orang lumpuh, perangkat semacam ini bisa digunakan untuk kepentingan lainnya. Pada 2018, Nissan menerbitkan hasil riset tentang teknologi yang dapat mengirimkan sinyal otak pengemudi ke kendaraannya. Pada 2016, startup Neurable di Boston mengembangkan game virtual reality yang bisa dimainkan menggunakan pikiran.