Perbudakan Modern

Komnas HAM: Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Tewaskan Lebih dari Tiga Orang

Saat diperiksa Komnas HAM, Bupati Terbit Rencana Perangin Angin mengakui peserta program rehab narkoba bekerja tanpa bayaran di perusahaan sawit miliknya.
Komnas HAM Sebut Lebih dari Tiga Orang Tewas di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
Penampakan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Sumut, saat didatangi wartawan pada 27 Januari 2022. Foto oleh Kiki Cahyadi/Anadolu Agency via Getty Images

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Senin 7 Februari 2022 telah memeriksa Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang kini berstatus nonaktif akibat kasus suap. Dalam pemeriksaan yang difasilitasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, sang bupati mengakui telah mempekerjakan orang-orang yang menjalani rehabilitasi narkoba di rumahnya tanpa bayaran. Para pecandu dan anak nakal dari berbagai wilayah Kabupaten Langkat itu dari pagi hingga sore bekerja di pabrik kelapa sawit milik sang bupati, kemudian disekap dalam kerangkeng manusia di luar jam kerja.

Iklan

“Iya [mereka tidak dibayar], bekerja di pabrik sawit. Kami juga sudah cek pabriknya,” kata Choirul Anam, selaku Komisioner Komnas HAM, saat ditemui wartawan di Gedung KPK, Jakarta Selatan.

Rehabilitasi tanpa izin di rumah sang bupati langkat dijuluki pegiat buruh dan media sebagai “kerangkeng manusia”, karena bentuknya lebih mirip penjara privat. Ada laporan mereka dipaksa bekerja lebih dari 12 jam sehari di kebun dan pabrik sawit Bupati Terbit. Tak hanya itu, sebagian peserta rehabilitasi narkoba itu mengalami penyiksaan oleh anak buah Terbit. Dari temuan Komnas HAM sejauh ini, ada lebih dari tiga orang tewas selama berada dalam kerangkeng tersebut sejak 2015. Jumlah korban tewas sangat mungkin bertambah, jika berdasar keterangan saksi.

“Kami sedang mendalami keterangan yang potensial menambah jumlah orang yang meninggal," kata Anam saat dikonfirmasi terpisah oleh CNN Indonesia. Komnas HAM kini mendalami penyebab peserta rehab di rumah sang Bupati Langkat tewas, dengan cara menyelidiki bekas luka serta alat untuk menyiksa mereka, serta peran sang bupati dalam terjadinya penyiksaan peserta rehab.

Terbit terpantau wartawan turut hadir di Gedung KPK pada hari yang sama untuk pemeriksaan kasus suapnya. Namun politikus Golkar sekaligus petinggi ormas Pemuda Pancasila itu menolak memberi pernyataan pada pers terkait kasusnya, termasuk dugaan dia menjalankan perbudakan berkedok rehab narkoba.

Iklan

Meski sudah ada bukti puluhan orang dalam kerangkeng sang bupati tidak dibayar, Komnas HAM enggan terburu-buru menyimpulkan yang dilakukan Terbit sebagai perbudakan modern. Anam menyatakan pihaknya masih perlu meminta keterangan ahli Tindak Pidana Perdagangan Orang. “Pekan ini akan kami panggil ahli,” ujar sang komisioner.

Dalam jumpa pers pekan lalu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut kerangkeng di rumah Terbit dimaksudkan sebagai panti rehabilitasi pecandu narkoba. Bupati Terbit berdalih menyuruh warga yang rehab bekerja di ladang sawit, agar mereka memiliki keahlian kerja sekeluar dari panti rehabilitasi.

“Mereka tidak diberikan upah seperti pekerja, mereka diberikan ekstra puding dan makan,” kata Brigjen Ramadhan.

Dari penelusuran aparat, semula ada 48 orang yang tinggal dalam kerangkeng di halaman rumahnya. Sebagian sudah dipulangkan, menyisakan 30 orang saja saat kediaman Terbit digeledah KPK awal Januari lalu.

Bupati Kabupaten Langkat, Sumatra Utara ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa di wilayah kerjanya pada 18 Januari 2022. Terbit ditahan bersama lima tersangka lain, yang terlibat suap dalam rangka mengamankan berbagai paket pengerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat. Menurut KPK, sang bupati berkongkalikong dengan kerabat serta orang kepercayaannya, demi membuat paket proyek untuk digasak sendiri dananya.

Berdasarkan pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Bupati Terbit terakhir melaporkan kekayaannya pada 25 Februari 2021. Sang bupati tercatat memiliki kekayaan Rp85 miliar, berkat bisnis sawit dan kepemilikan lahan yang tersebar di berbagai wilayah Sumatra Utara.