Kejahatan

Berbagai Jenis Maling di Mancanegara Mengaku Gabut Gara-gara Kebijakan Lockdown

"Selama menjani 'profesi' ini, saya tidak mengenal yang namanya cuti. Saya enggak bisa gini terus." Sabar ya para maling, copet, dan perampok di negara-negara yang mengalami lockdown....
Tingkat Kejahatan maling dan copet di Negara yang menerapkan lockdown menurun
Kolase foto dan ilustrasi maling selama corona oleh Marta Parszeniew.

Sejak pemerintah Inggris menerapkan lockdown untuk melawan pandemi corona, angka kejahatan, terutama pencurian, menurun drastis. Hanya dalam hitungan hari setelah pengumuman lockdown, di beberapa daerah tingkat perampokan turun sebesar 20 persen. Bahkan pada April 2020, tingkat perampokan seluruh dunia berkurang lebih dari sepertiga dari statistik tahun sebelumnya. Seiring masyarakat beradaptasi tidak keluar rumah untuk menghambat penyebaran virus corona, maling pun mencoba beradaptasi demi menyelamatkan "karier" mereka.

Iklan

Ada sih maling yang memutuskan berhenti melakukan kegiatan kriminal sama sekali. Tapi beberapa semata-mata banting setir melakukan tindak kriminal yang lebih masuk akal dilakukan ketika jalanan sepi dan banyak rumah kosong.

Will, maling spesialis pengutil toko swalayan dari utara Manchester, termasuk yang beralih sasaran. Dia bersedia diwawancarai VICE, asal identitasnya tidak ditulis lengkap. Dulunya dia rutin melakukan pencurian dari butik-butik desainer pakaian. Akhir-akhir ini, karena berbagai toko non-sembako tutup, dia terpaksa mencari nafkah dengan mencuri peralatan di area konstruksi bangunan yang masih dibolehkan beroperasi oleh pemerintah Inggris.

"Zaman masih rutin mengutil pakaian, saya rata-rata bisa mendapat lebih dari 500 Pound Sterling (setara Rp9,6 juta) dalam seminggu. Itu kalau lagi beruntung. Sekarang di kota saya enggak ada toko yang buka lagi selain Wilko (swalayan peralatan rumah) dan Superdrug (swalayan alat kecantikan dan farmasi)," keluhnya. "Berhubung di kawasan pembangunan masih terus beroperasi, ya mau enggak mau saya harus berimprovisasi. Ini di luar kebiasaan, tapi mau gimana lagi?"

Mencuri peralatan konstruksi seperti bor, palu, sekop, atau perata jalan sejauh ini bisa membantu Will bertahan hidup, namun opsi ini tidak cukup memadai untuk bertahan jangka panjang. Dia mengatakan pandemi corona menghantam masa depan karirnya. Dia bahkan sempat mempertimbangkan tobat sekalian, lalu bekerja di situs konstruksi yang dia sikat barang-barangnya, mengingat tukang bangunan adalah profesi yang lebih tahan krisis dibanding terus jadi "maling".

Iklan

"Tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir, dan saya tidak mungkin bisa bertahan kalau cuma mengandalkan skill mengutil barang," ujar Will. "Selama menjani 'profesi' ini, saya tidak mengenal yang namanya cuti. Saya enggak bisa gini terus."

Maling pengutil toko bukan satu-satunya pelaku kriminal yang menderita akibat kebijakan lockdowon. Pendapatan maling spesialis pembobol rumah di Kota Manchester turut terancam karena banyak orang sekarang tidak ke mana-mana. Mereka dipaksa untuk mendiversifikasi diri ke bentuk kriminalitas lainnya.

Menurut Jake, anggota geng kriminal Inggris yang biasanya terlibat berbagai kejahatan pencurian, teman-temannya sekarang nekat melakukan pembobolan gudang atau toko besar di siang bolong. Para maling ini menyadari potensi saksi kejahatan mereka di jalanan berkurang dan semakin banyak toko yang kosong.

Apabila dulu mereka diam-diam masuk ke ruang belakang toko perhiasan untuk menyikat isi gudang, atau mengalihkan perhatian penjaga toko sementara rekan lainnya mengosongkan lemari pajangan, kini maling tinggal memilih toko kosong yang hanya mengandalkan alarm dan brankas sebagai garda terakhir pengamanan. Sialnya bagi para pemilik toko, maling-maling berpengalaman terbiasa menghadapi tantangan macam ini. Dulu satu-satunya alasan mereka tidak melakukan pencurian selain malam hari karena potensi banyaknya saksi mata.

"Normalnya kamu menunggu hingga matahari tenggelam untuk melakukan aksi [menjebol sebuah toko], tapi sekarang enggak perlu menunggu malam, karena enggak banyak orang berkeliaran di siang hari," ujar Jake. "Peluang tertangkap basah ketika kita nekat beraksi sekarang lebih kecil, entah oleh polisi ataupun penduduk biasa."

Iklan


Normalnya, pertokoan di pusat kota yang penuh CCTV tidak disentuh maling-maling yang memilih daerah sepi di pinggiran, dengan keamanan lebih longgar. Nyatanya, sejak lockdown dimulai, asumsi ini tak lagi berlaku. Semakin banyak pencurian terjadi di pusat kota manapun di Inggris, biarpun angka pencopetan turun. Copet termasuk yang menderita juga, lantaran bus, kereta, dan terminal sekarang sepi di Negeri Ratu Elizabeth. Copet lebih nyaman beraksi di tengah keramaian. Gara-gara corona, mereka kesulitan menemukan keramaian untuk dimasuki. "Semua kriminal sedang mengalami kesulitan," ujar Jake. "Kami harus memikirkan ulang cara menafkahi diri."

Maling hotel menghadapi masalah yang sama. Maling hotel biasanya menyusup masuk ke dalam kamar hotel mewah, mencuri barang-barang khusus tamu kaya yang sudah diincar sejak awal. Dulu kriminalitas macam ini menjadi sumber pendapatan bagi teman Jake, bernama Jay, yang sengaja berbaur dengan tamu kaya hotel dengan cara berdandan parlente, mengenakan jas Hugo Boss, jam tangan Rolex, dan sepatu Patrick Cox sebelum beraksi.

Sepanjang 2019, Jay berhasil mencuri jam tangan Patek Phillippe Aquanaut senilai Rp576 juta setelah masuk ke dalam kamar pejudi kaya yang dia ikuti dari sebuah kasino mewah. Gara-gara lockdown, pendapatannya berkurang drastis. Tidak ada lagi orang kaya untuk diincar, karena hotel kini digunakan sebagai tempat tinggal bagi tunawisma. "Ada rekan sesama maling yang berhasil masuk ke hotel Hilton baru-baru ini," ujar Jay. "Yang bisa dia dapat hanyalah pisau dan garpu dari dapur."

Iklan

Sekilas, lockdown memang membuat potensi kejahatan berkurang. Penelitian yang dilakukan Gian Campedelli, Alberto Aziani dan Serena Favin dari lembaga Transcrime AS menyimpulkan kejahatan menyasar rumah pribadi yang paling terpengaruh lockdown. Mereka mendapati fakta bahwa tingkat pencurian rumah awalnya stabil, namun mulai jatuh seiring aturan karantina semakin ketat. "Ini artinya semakin ketat lockdownnya, semakin sedikit peluang bagi para maling untuk beraksi," demikian kesimpulan Campedelli dkk.

Jadi apakah ini artinya karier pencuri profesional sudah tamat? Belum tentu. Biarpun lockdown memang mengurangi aktivitas kriminal secara signifikan, menurut Profesor Karl Roberts selaku konsultan kebijakan publik, penegakan hukum, dan keamanan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada peluang penurunan angka pencurian hanya terjadi selama lockdown berlangsung. "Tingkat pencurian akan kembali normal setelah lockdown seiring kesempatan untuk melakukan tindak kriminal meningkat."

Minimal, penduduk berbagai negara yang mengalami lockdown setidaknya bisa bernapas agak lega selama beberapa bulan. Peluang rumah mereka kemalingan berkurang. Sayangnya, yang sial adalah penduduk negara yang kebijakannya nanggung. Sudah khawatir tertular virus corona, tingkat kriminalitas malah meningkat di masa pandemi, seperti yang terjadi di Indonesia.

Follow penulis artikel ini lewat akun Twitter @nickchesterv

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK