Twitter

Twitter Luncurkan Fitur Twit Rekaman Suara, Alamat Bakal Jadi Cara Bullying Baru

Sekilas ini fitur menarik. Tapi kita harus ingat, suara lebih susah dimoderasi daripada foto ataupun teks. Buat orang yang berniat cyberbullying, fitur ini menguntungkan mereka.
Fitur Rekaman Suara Twitter berisiko ciptakan cyberbullying jenis baru
Screenshot fitur baru Twitter oleh VICE US. 

Pada 18 Juni 2020, Twitter mengumumkan fitur baru cuitan berwujud rekaman suara. Artinya, kalian bisa merekam apapun dan mengunggahnya dalam bentuk file audio langsung ke laman Twitter masing-masing.

Kalau dari promosi resmi Twitter, suara yang bisa dibagi terasa rileks, menyenangkan, dan damai. Seperti ini:

Masalahnya, kita semua tahu, cara pakai fitur tersebut tidak akan sedamai yang dibayangkan Twitter. Justru, kita sudah bisa memperkirakan, keisengan dan, yang terburuk, taktik baru cyberbullying memakai fitur rekaman suara.

Iklan

Satu masalah terbesar dari rekaman suara adalah sulitnya memoderasi konten di dalamnya. Sebab suara harus didengar sungguhan, agak sulit pakai algoritma mesin untuk melacak substansi. Sesungguhnya, fitur ini juga bukan ide buruk. Dengan fitur ini, akun musisi bisa langsung mengunggah cuplikan single barunya, atau juga mengunggah podcast yang hanya bisa diakses via Twitter.

Ada juga kemungkinan pemakaian fitur ini untuk mengirim catatan suara, yang bisa dibagikan langsung oleh influencer kepada follower. Untungnya juga, buat sementara, Twitter tidak mengizinkan orang untuk me-reply konten suara dengan rekaman suara lain. Artinya, belum ada peluang twitwar suara.

Cuma, yang perlu disorot, Twitter adalah platform yang subur dengan bullying dan serangan siber terencana kepada akun-akun tertentu. Terutama akun feminis, LGBTQ+, mereka yang dianggap "SJW", serta kelompok yang oposan dengan pemerintah, sering jadi sasaran. Itu belum termasuk, untuk kondisi di AS dan Eropa, maraknya akun-akun supremasi kulit putih serta neo-Nazi, yang keberadaannya sulit diberantas.

Masalah lain yang membuat risiko bullying siber tinggi untuk fitur rekaman suara, adalah minimnya jumlah moderator manusia yang dipekerjakan Twitter. Jumlah moderator konten Twitter bahkan lebih sedikit dibanding raksasa media sosial lain. Sehingga kemampuan memantau substansi rekaman yang dibagikan, apakah melanggar aturan platform atau tidak, makin dipertanyakan.

Namun berkaca pada konsep livestream video Twitter yang sudah berfungsi sebelumnya, para penonton juga bisa diminta oleh akun streamer untuk membantu memoderasi konten-konten yang masuk. Manajemen Twitter sejauh ini belum bersedia berkomentar mengenai risiko bullying suara tersebut.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US