The VICE Guide to Right Now

Merujuk Kasus di Malang, Kalian Bisa Ditangkap Polisi karena Motif Anti-Kapitalisme

Di saat berdekatan, peneliti Ravio Putra yang di Twitter kerap kritis pada pemerintah kabarnya ditangkap setelah WhatsApp-nya diretas. Banyak pihak khawatir ini pemberangusan sistematis.
Aktivis Aksi Kamisan Malang dan Ravio Patra Ditangkap Polisi
Foto hanya ilustrasi, diambil saat momen polisi menangkap peserta demonstrasi 16 Maret 2012 di Jakarta. Foto oleh Adek Berry/AFP

Aparat menangkap tiga aktivis di Malang atas dugaan vandalisme bertendensi anarkis. Alfian Aris Subakti (20), Saka Ridho (20), dan Ahmad Fitron Fernanda (22) dicokok setelah dituduh mencoret dinding warga dengan tulisan “Tegalrejo Melawan” di beberapa titik Kota Malang. Penangkapan dilakukan pada Minggu (19/4) lalu, sedangkan pencoretan, menurut polisi, terjadi pada 4 April.

Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan ketiga mahasiswa yang juga aktif dalam Aksi Kamisan Malang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Yang bikin sebel ada dua hal. Pertama, Asep bilang coretan tersebut bertujuan menghasut masyarakat untuk "melawan kapitalisme. Kedua, barang buktinya hanya dua kertas karton bertuliskan “Tegalrejo Melawan”.

Iklan

"Ketiga tersangka ini memiliki motif, mereka tidak terima dan memprovokasi masyarakat untuk melawan kapitalis yang dirugikan masyarakat. Barang bukti 2 sketch karton tulisan 'Tegalrejo Melawan'," kata Asep dilansir Suara, Rabu (22/4).

Polisi menyebut ada enam titik yang tercoret: di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, Jalan LA Sucipto, Jalan Tenaga, Jalan Ahmad Yani Utara sampai Jalan Jaksa Agung, Jalan Suprapto, dan Underpass Karanglo. Kata Asep, Alfian dan Saka Ridho berperan sebagai inisiator pembeli pilok dan pelaku pencoretan, sedangkan Ahmad Fitron mengawasi kegiatan pencoretan tersebut.

Ketiga aktivis yang ditangkap sudah didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Surabaya, dan LBH Pos Malang. Ketiga lembaga advokasi ini kemudian merilis keterangan tentang kejanggalan proses penangkapan.

"Menurut keterangan dari keluarga Fitron, Alfian, dan Mamul, ketiga pemuda ini tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukkan surat penahanan yang jelas dan alasan penangkapan yang prematur, karena hanya berbasis dugaan yang spekulatif tanpa disertai bukti yang jelas alias masih kabur," demikian keterangan tertulis yang diterima VICE.

Ketiga pemuda ini diproses secepat kilat tanpa memperhatikan langkah-langkah hukum yang ada. Meski tuduhan samar, polisi langsung menaikkan status ketiga orang sebagai tersangka hanya bermodal sketch "Tegalrejo Melawan" itu. Kediaman nenek Fitron (domisili Fitron selama kuliah) sempat digeledah polisi untuk mencari barang-barang yang berkenaan dengan gerakan anarkisme.

Iklan

YLBHI, LBH Surabaya, dan LBH Pos Malang lantas menuntut tiga hal: pembebasan ketiga pemuda karena penangkapan menyalahi prosedur, pembatalan status tersangka karena tidak ada bukti yang jelas dan bersifat spekulatif, dan penghentian kriminalisasi macam ini kepada siapa pun.

Dugaan kriminalisasi aktivis menyeruak karena selain aktif di Aksi Kamisan, Fitron merupakan aktivis pers mahasiswa di Universitas Negeri Malang yang pernah meliput perjuangan warga menolak tambang emas di Gunung Tumpangpitu dan Gunung Salakan, Banyuwangi.

Selain itu ia juga turut dalam kampanye "Save Lakardowo", gerakan memprotes pembuangan limbah berbahaya oleh PT PRIA, sebuah perusahaan pengelola limbah di Mojokerto, yang mengganggu kesehatan warga sekitar pabrik. Sedangkan Saka dan Fian aktif mendampingi petani Desa Tegalrejo di Kabupaten Malang yang sedang mempertahankan lahannya dari BUMN perkebunan PTPN.

"Update terakhir proses hukumnya masih di tahapan penyelidikan," ujar Jauhar dari LBH Surabaya kepada VICE. "Belum ada informasi yang jelas [terkait barang bukti] karena ketika BAP, mereka [tersangka] tidak mengakui itu. Keyakinan kami tidak hanya kertas itu saja [barang bukti dari polisi]. Pasti ada saksi dan rekaman CCTV. Tapi, terkait rekaman kami belum melihat," tambah Jauhar.

VICE menghubungi pegiat Aksi Kamisan Malang, Mas Maula Loh Maula Al Ghozali, untuk melihat sikap Aksi Kamisan terhadap kasus ini. Menurut Maul, penangkapan ini serbacacat. Selain cacat prosedur seperti yang udah disampaikan LBH, rasionalisasi vandalisme melawan kapitalisme yang dituduhkan aparat tidak masuk akal.

Iklan

"Dari motif penangkapan [gara-gara kapitalisme], kami juga rasa polres sedang melawak ya. Ada banyak argumen baik secara amanat UUD ‘45 yang sesuai dengan perlawanan terhadap kapitalisme. Namun, di sini menjadi jelas bagaimana aparat kita emang berpihak pada kapitalis, tidak berpihak pada masyarakat," kata Maul kepada VICE. Terkait pengadaan bukti, Maul merasa pihak polres juga mengada-ngada. "Bukti yang disampaikan waktu konferensi pers juga samar-samar menurut kami."

Tidak lama berselang dari kasus di Malang, dugaan polisi sedang giat mengkriminalisasi siapa pun yang berseberangan dengan negara terjadi lagi. Ravio Patra, peneliti transparansi kebijakan pemerintah yang aktif mengkritik penanganan Covid-19 dan stafsus presiden lewat Twitter, ditangkap aparat pada Rabu (22/4) malam.

Berdasarkan keterangan tertulis yang disebar Direktur Eksekutif SAFENet Damar Juniarto, sejak Rabu, nomor WhatsApp Ravio diretas selama dua jam dari pukul 14.00 sampai 16.00. Dalam dua jam itu, nomor milik Ravio menyebarkan ajakan kerusuhan untuk menjarah toko-toko pada 30 April, lagi-lagi menyerempet anarko-anarkoan.

Pukul 15.31 kemarin, Ravio sempat mencuit, "Halo semuanya. Ada masalah dengan WhatsApp saya. Mohon untuk TIDAK mengontak saya via WhatsApp dan jika ada yang berada di satu grup WhatsApp dengan saya, tolong segera keluarkan saya dari grup atau, jika tidak bisa, minta seluruh anggota grup untuk keluar. Terima kasih."

Malamnya, pukul 19.14, Damar menerima pesan dari Ravio bahwa ada orang yang mencarinya. Damar kemudian meminta ia segera pergi ke rumah aman (safe house) dan mematikan ponsel. Paginya Damar mengabarkan bahwa Ravio telah ditangkap oleh intel polisi di rumah aman.

Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan LBH Jakarta dan LBH Pers mendatangi Polda Metro Jaya untuk mendampingi Ravio.

Saat kondisi sudah begini, mari mempertimbangkan pindah platform ngobrol dari WhatsApp ke Signal, seperti yang Edward Snowden lakukan.