Sekarang bukan cuma perempuan yang bisa pakai rok. Faktanya, lelaki zaman dulu sering mengenakan rok.
Jenis bawahan ini bahkan melambangkan jiwa muda, kejantanan dan hipermaskulinitas selama peradaban Yunani dan Romawi kuno. Sementara itu, bangsawan Mesir kuno terbiasa melilitkan sarung pendek schenti di pinggul sebagai penegas status mereka.
Videos by VICE
Di dunia fesyen, desainer memakaikan rok pada model laki-laki untuk dipamerkan di atas runway. Anak punk dan grunge menjadikan rok sebagai simbol ekspresi diri. Seorang kakek gagah viral di internet karena memadupadankan rok pensil dan sepatu hak tinggi dengan mantel panjang.
Tren fesyen nonbiner menjadi semakin lazim di masyarakat dan terus dipopulerkan oleh seleb dan influencer, sehingga laki-laki dalam balutan rok bukan lagi sebatas kenangan masa lalu. Pemakainya juga tidak berasal dari kalangan tertentu saja.
“Tinggi saya 193 centimeter dengan berat badan 95 kilogram. Sulit sekali menemukan rok yang pas dengan ukuran saya,” tutur Liam Kalhagen, mahasiswa 19 tahun dari Oregon, AS.
Kalhagen tertarik membumbui gayanya dengan sentuhan rok. Betapa senang dirinya saat menemukan rok yang muat untuknya di toko pakaian bekas.
“Sebagian besar toko memiliki area pakaian laki-laki dan perempuan. Kalian bisa menemukan pakaian laki-laki di tempat perempuan, tapi tidak sebaliknya,” dia melanjutkan.
Dia mengambil contoh celana jins yang umumnya unisex, tapi rok dan dress khusus untuk perempuan.
“Gaya pakaian laki-laki kurang beragam daripada perempuan. Kenapa [rok dan dress] yang didesain khusus untuk tubuh laki-laki tidak tersedia di toko? Ini tidak masuk akal bagiku.”
Selain menantang diri untuk menyempurnakan gaya berpakaian, Kalhagen mengenakan rok sebagai respons terhadap keterbatasan busana ini.
“Saya ingin memakainya dengan baik,” katanya kepada VICE. Menurut pemuda itu, kebiasaan menghakimi orang sudah tidak separah dulu. Media sosial menormalkan gagasan laki-laki pakai rok.
Video TikTok bertagar #boysinskirts telah ditonton lebih dari 168 juta kali, sedangkan tagar #meninskirts telah mengumpulkan sekitar 52,4 juta tayangan.
Video Kalhagen memamerkan outfit telah ditonton 1,2 juta kali dan memiliki lebih dari 396.000 like. Isi komentarnya pun positif.
Alasan influencer Brian Batesy tergiur memakai rok cukup sederhana.
“Saya suka penampilannya,” ujar lelaki 22 tahun asal Massachusetts. “Kaki saya jadi kelihatan bagus.”
Ketika memakai rok, dia merasa seperti sedang memberontak karena menentang norma sosial yang “membosankan”.
“Menurut pendapat saya, pakaian tidak ada hubungannya dengan gender,” katanya. “Rok bisa buat siapa saja. Itu hanya pakaian dan seharusnya tidak dikaitkan dengan jenis kelamin apa pun.”
Analis keamanan siber Casian Moore di California mengamini hal ini. Dia menegaskan pakaian yang melekat di tubuhnya tidak berhubungan dengan seksualitasnya.
“Masalahnya, kebanyakan orang beranggapan ekspresi gender sejalan dengan seksualitas,” ujarnya.
Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada tempat bagi gender dan seksualitas dalam dialog tentang laki-laki mengenakan rok. Ini justru sangat penting.
“Orang telah dilecehkan, dipukul dan dibunuh akibat ekspresi gender mereka,” tutur lelaki 27 tahun. “Satu-satunya alasan saya bisa pakai rok di tempat umum yaitu karena pengorbanan komunitas queer.”
Moore mengidentifikasi dirinya sebagai lelaki cishet (cisgender heteroksesual), tapi suka pakai rok buat bergaya dan demi kenyamanan. Selain itu, dia bersolidaritas dengan komunitas yang telah memperjuangkan ini semua. Berkat komunitas queer, laki-laki tak perlu lagi malu mengenakan rok.
“Sering sekali terjadi kejahatan bermotif kebencian terhadap transpuan dan kelompok LGBTQ lainnya. Dengan generasi baru orang-orang yang menormalkan fesyen gender-fluid, saya berharap kelompok LGBTQ bisa lebih nyaman mengekspresikan gender pilihan mereka di depan umum,” lanjutnya.
Ketika orang menjadi lebih bebas mengeksplorasi gender dan seksualitasnya, mereka juga semakin leluasa mengekspresikan diri. Salah satu caranya melalui fesyen.
“Saya rasa dengan runtuhnya batasan gender, kita akan semakin sering melihat apa yang tadinya dianggap maskulin atau feminin secara tradisional menjadi lebih fleksibel untuk identitas gender apa pun,” kata Kalhagen. “Jika kita bisa menghilangkan norma sosial seputar pakaian, laki-laki bebas mengekspresikan diri sesuai keinginan.”
Moore mengaku sering menerima pujian saat pakai rok, meski terkadang ada juga yang menatapnya aneh.
Kalhagen mengalami hal serupa. Akan tetapi, dia tertarik melihat reaksi orang saat menyadari dia pakai rok.
“Saya sadar ada yang mengkritik, tapi ini hanyalah konsekuensi dari upaya mengubah norma masyarakat mengenai laki-laki dan mode,” simpulnya.
Follow Romano Santos di Instagram.