Pelemahan KPK

Usai Rekaman Skandal Buku Merah Muncul, Jokowi Tagih Penyidikan Kasus Novel ke Jenderal Tito

Cuplikan CCTV perusakan buku merah diungkap oleh IndonesiaLeaks bersama Tempo dan Tirto. Diduga skandal ini terkait penyiraman air keras ke Novel Baswedan.
Rekaman Skandal Buku Merah Muncul, Jokowi Tagih Penyidikan Kasus Novel Baswedan ke Jenderal Polri Tito Karnavian
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi terefleksi dari kaca perkantoran kawasan Kuningan, Jakarta. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Jagat media sosial geger sejak Kamis (17/10) sore, setelah Indonesia Leaks merilis bukti baru terkait skandal perusakan buku merah yang membuka kemungkinan dimulainya investigasi lanjutan terkait berbagai kasus yang menyangkut Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebuah rekaman kamera pengintai (CCTV) yang diterima IndonesiaLeaks, dan lantas disebarluaskan oleh Tirto.id, Tempo, bersama Independen.id, memperlihatkan momen perusakan barang bukti buku merah oleh penyidik KPK dari unsur kepolisian.

Iklan

Buku Merah memuat catatan transaksi keuangan CV Sumber Laut Perkasa, perusahaan milik Basuki Hariman, yang disalurkan kepada sejumlah pejabat. Basuki adalah narapidana kasus suap impor daging yang perkaranya turut menyeret hakim Mahkamah Konsitusi Patrialis Akbar.

Seperti dijelaskan dalam video Tirto, dua penyidik dari unsur kepolisian, yakni Harun dan Roland Ronaldy, terindikasi merusak buku merah di Ruang Kolaborasi lantai sembilan Gedung KPK. Terekam pada beberapa momen Harun dan Roland bolak-balik di ruangan itu melakukan sesuatu terhadap buku tersebut.

Skandal buku merah jadi persoalan besar lantaran nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian tertera dalam buku itu sebagai salah seorang penerima aliran uang dari Basuki. Dalam berdasarkan BAP sekretaris Basuki yang rutin mencatat di buku itu, Kumala Dewi Sumartono, ada sembilan kali uang mengalir kepada Tito dengan nominal mencapai Rp8,1 miliar, merujuk laporan Tempo.

Bukti baru ini juga memunculkan kemungkinan keterkaitan antara pengrusakan buku merah dengan penyerangan kepada penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Pasalnya, perusakan buku merah terjadi tiga hari setelah pertemuan Novel dengan Tito.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai rilisnya CCTV bisa menjadi bukti awal dimulainya kembali penelusuran kasus buku merah atau pun Novel Baswedan. "KPK bisa mengenakan [pasal] obstruction of justice kepada orang yang diduga merusak barang bukti itu, buktinya bisa dipakai adalah rekaman CCTV," ujar Wana Alamsyah saat dikonfirmasi Tempo.

Iklan

Atas penerbitan kolaborasi liputan itu yang dikaitkan dengan penyerangan terhadap Novel Baswedan, istana buka suara. Moeldoko, selaku Ketua Kantor Staf Presiden, menyatakan Presiden Jokowi bakal menagih Kapolri soal pengusutan kasus Novel itu. Tenggat penyelidikan kasus Novel bakal berakhir dalam waktu dekat, mengingat periode yang diberikan adalah tiga bulan setelah 19 Juli 2019. "Kebiasaan yang dijalankan oleh Pak Jokowi begitu. Selalu mengecek atas perkembangan perkejaan yang telah beliau perintahkan," kata Moeldoko seperti dikutip CNN Indonesia.

Hingga artikel ini dilansir, belum ada klarifikasi resmi kepolisian terkait rekaman CCTV dan fakta bahwa karir para perusak buku merah di video malah makin moncer: Roland kini menjadi Kapolres Cirebon, sedangkan Harun diberangkatkan ke sekolah pimpinan polri.

Tempo mencoba menghubungi Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Idham Azis namun tidak diladeni. Idham sendiri memegang peranan penting sebagai pemimpin tim teknis yang menindaklanjuti hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) terkait kasus Novel dan bersabda buku merah itu tidak relevan.

Kerja TPGF menuai kekecewaan publik, ketika Juli lalu melaporkan hasil kerja mereka setelah enam bulan, Mereka hanya mengemukakan enam kemungkinan motif penyerangan Novel tanpa menguak fakta baru sama sekali. Tim ini juga diprotes Novel karena tidak memasukkan kasus suap impor daging yang sepaket dengan buku merah sebagai salah satu dari enam motif tersebut.

Iklan

Kasus buku merah sudah lama diselidiki oleh IndonesiaLeaks. Sebelum ada bukti baru rekaman CCTV, polisi sempat meladeni berbagai pertanyaan wartawan dan tegas menjawab bahwa buku catatan merah tidak ada kaitannya dengan kasus suap pejabat negara.

"Kami tanya ke dia [Basuki Hariman] apa benar pernah memberikan apa yang tercatat dalam buku merah? kata Pak Basuki tidak pernah [berikan dana ke pejabat negara]. Jadi selesai, kalau sumbernya saja bilang tidak pernah, kenapa kita bilang ada," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan dilansir Suara, tahun lalu. Saat itu, Adi juga menyangkal soal tuduhan ada perusakan buku merah dilakukan penyidik KPK dari unsur kepolisian.

Informasi senada disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Oktober 2018. Setyo menyatakan tak akan ada pemeriksaan tambahan soal dugaan perobekan buku merah karena memang tidak perlu. "Untuk di dalam kepolisian tidak ada [penyelidikan]. Saya jamin solid. Kami lakukan penyelidikan keluar," ujar Setyo dikutip CNN Indonesia.

Kapolri Tito Karnavian, Jumat (18/10) menampakkan diri ke publik saat berpidato dalam acara pengantar purnatugas Wakil Presiden Jusu Kalla oleh Polri di Gedung PTIK, Jakarta Selatan. Dalam sambutannya, dia tidak melakukan klarifikasi ataupun menyinggung perihal beredarnya rekaman CCTV tersebut.

Meski pemerintah dan kepolisian belum memberikan pernyataan resmi, akun-akun di media sosial yang lekat dengan label buzzer telah bersuara. Rudi Valinka, pemilik akun @kurawa, dalam cuitannya mengaku tidak heran rekaman CCTV beredar. Menurutnya, itu semua hanyalah "kolaborasi" internal KPK dan media untuk menjatuhkan kepolisian dan pemerintah periode kedua Jokowi yang tiga hari lagi dilantik.

Menyebut kasus ini sebagai "proyek CCTV", kurawa menyebut Tempo seakan-akan "membeli" hak tayang rekaman CCTV dari oknum KPK. Untuk menghindari kesan monopoli media istimewa di KPK, maka Tirto lantas dipilih sebagai “partner” perilisan. Pada cuitannya tersebut, ia tidak membahas substansi video karena merasa ini adalah kasus lama yang sudah diketahui publik.