Musik

Lil Uzi Vert Jadi Simbol Evolusi Industri Musik Sengaja Menunda Rilisan Album Baru

Penggemar hip hop kini terbiasa membangun hype seputar album yang jadwal rilisnya tak pasti. Musisi dan pelaku industri dari genre lain sangat mungkin meniru taktik serupa.
Album Baru Lil Uzi Vert Eternal Atake Laris Berkat Hype Penggemar
lil uzi vert, foto via instagram pribadinya

Desember 2019, kultur "antisipasi", istilah untuk kebiasaan membangun hype dan ekspektasi pendengar terhadap sebuah rilisan baru musisi, mencapai puncaknya berkat perilaku akun Instagram resmi Rihanna. Sebagai salah satu musisi pop terpopuler dunia, postingan Rihanna memicu kemunculan berbagai akun bikinan penggemar, berbagai karya seni digital, bahkan tagar yang berhubungan dengan penundaan rilis materi barunya. Sadar dengan fenomena tersebut, dan ikut-ikutan bercanda, Rihanna mengunggah video seekor anjing berjoget diiringi lagu "Jump Around"-nya House of Pain, dengan caption semacam ini: "sedikit update: lagi dengerin materi R9 (judul album terbarunya-red) dan kayaknya belum mau gue rilis dulu ah."

Iklan

Dua musisi lain yang menerima perlakuan yang serupa dari para penggemar adalah rapper Playboy Carti dan Lil Uzi Vert. Album baru Carti, Whole Lotta Red masih belum memiliki tanggal rilis pasti, sementara album baru Uzi, Eternal Atake, baru saja dirilis. Namun keduanya memiliki kesamaan: album tersebut sudah bertahun-tahun sengaja ditunda perilisannya.

Sejak Juli 2018, akun bikinan penggemar seperti @carti.nation, @uziprogress, @eternaltake, dan @leaked_carti memosisikan diri seakan-akan adminnya adalah orang dalam di sekitar sang musisi idola, sehingga penggemar bisa mendapatkan informasi terkini sebelum media mainstream memberitakannya.

Intinya, penggemar yang jadi admin akun-akun ini berhasil mendapatkan pasokan informasi perihal materi lagu-lagu baru dengan cara tidak hanya follow musisinya sendiri, tapi juga manajer, produser, kolaborator, dan teman-teman dekat musisi. Mereka menghabiskan waktu memeriksa setiap postingan, story, hingga komentar, demi secercah informasi soal album baru sang idola.

Admin akun tersebut sampai mengikuti sesi foto, ajang temu penggemar, dan melacak sesi studio yang terkait perkembangan album. Kadang informasi yang dihasilkan menciptakan spekulasi, sehingga penggemar lain mengubah detail-detail kecil informasi ini menjadi meme. Ada penggemar yang menciptakan sampul albumnya sendiri, saking tidak sabarnya.

Ada pula yang menggunakan lagu yang bocor ke internet dan menciptakan editan video klip versi mereka sendiri. Lewat cara-cara seperti ini, kultur antisipasi membangun sebuah komunitas bukan hanya berdasarkan rilisan baru, tapi ide perilisan musik baru itu sendiri. Akun @frankoceanmemes — sebuah akun Instagram berisi meme-meme Frank Ocean, yang memiliki 84.000 follower ketika artikel ini ditulis—bertindak tidak hanya sebagai sumber informasi terkini seputar musisi RnB itu, tapi juga semacam forum terapi bagi fans yang frustrasi karena Frank sampai sekarang tak juga menunjukkan tanda berniat melempar album baru.

Iklan

"Kultur hip-hop tumbuh pesat di Instagram, di sana penggemar dan follower menggunakan platform tersebut membentuk komunitas berdasarkan musisi favorit mereka dan selalu menjadi yang terkini perihal tren dan informasi," ujar Fadia Kader, ahli strategi kreatif dari tim kemitraan musik di Instagram.

Fadia membandingkan kultur antisipasi musik baru ini mirip dengan kultur "drop" di fashion, di mana hype sering terbentuk untuk produk atau koleksi merchandise tertentu (contohnya kesediaan orang ngantri semalam suntuk demi sepasang produk sepatu baru, yang sudah dibicarakan di medsos sejak tiga atau enam bulan sebelumnya). Menurut Fadia, perilaku penggemar musik dan fashion "secara alami bersinggungan."

"Banyak penggemar musik hip-hop juga bagian dari komunitas penyuka streetwear. Jadi pendekatan mereka ketika menunggu produk Supreme baru muncul turut dibawa ketika menantikan rilisan musik teranyar. Lagi pula, kalau kamu kolektor sneaker dan streetwear, kemungkinan besar kamu penggemar Lil Uzi Vert dan Playboi Carti" imbuhnya.

Fenomena kultur antisipasi materi baru semacam ini bukan hanya menandakan loyalitas fans terhadap satu musisi. Kultur semcam ini memperbarui makna hubungan antara komunitas penggemar berat dengan musisi jadi lebih setara. "Fans berat cenderung berpikir seperti ini: Saya suka banget sama seniman A, kalau saya menciptakan meme dan nge-tag seniman tersebut, fans berat lainnya akan melihat dan mengunggah ulang konten saya, dan mungkin si musisi akan memperhatikan saya juga," ujar Fadia. Dengan cara membangun jaringan seperti ini di Instagram, akun-akun penggemar berdedikasi tinggi menjadi semakin terangkat pengaruhnya.

Iklan

Gerry, admin yang mengelola @eternaltake, sebuah akun yang menyebut dirinya sendiri sebagai "Platform @LilUziVert Pribadimu," saat diwawancarai i-D mengaku meluncurkan akunnya pada Januari 2019. Terinspirasi hobinya membaca seluk-beluk industri musik, lelaki berumur 26 tahun yang tinggal di Charlotte, Carolina Utara tersebut, ingin menjadi bagian dari sesuatu yang bisa menghubungkannya dengan penggemar lain, mendapatkan opini, saran buat musisi idola, berdebat dan bahkan bagi-bagi materi gratisan, guna menunjukkan cintanya untuk komunitas pecinta musik. "Saya sudah mendengarkan Uzi sejak Mei 2016, jadi saya selalu terkini perihal musik baru darinya," ujarnya. Saat itu, dia menilai ada banyak kebencian dari komunitas hip hop terhadap sosok Uzi dan dia ingin mengubah pandangan orang yang dia labeli sebagai haters. "Musik itu harusnya menyatukan orang, ya kan?" Nyaris setahun kemudian, dia berhasil memiliki 70 ribu follower.

Berkat @eternaltake, Gerry benar-benar jadi bagian jaringan seniman yang dia idolakan. Uzi pernah merespons postingan akun tersebut. "Adanya respons balik itu membuat saya merasa terhubung dengan si seniman karena saya berkomunikasi dengan penggemar, melempar pertanyaan, dan mendapatkan opini," ujar Gerry. "Saya tahu Uzi dan tim manajemennya mengikuti akun saya, jadi penting kalau saya bisa memberi feedback yang semoga dapat membantunya menciptakan keputusan penting perihal perkembangan kariernya."

Iklan

Akun Garry memberinya kesempatan berkomunikasi dengan sesama penggemar untuk membicarakan serba-serbi musik Uzi, spekulasi-spekulasi, dan hal lainnya. "Menurutku Uzi sangat mudah dipahami dan dia sayang dengan penggemarnya," ujar Fadia. "Penggemar merasa Uzi seperti bagian dari mereka dan bukan seperti tipikal rapper lain."

Ketika akhirnya Eternal Atake dirilis mendadak pada 8 Maret lalu, komunitas ini telah menggunakan akun-akun seperti yang dikelola Gerry untuk membahas lagu favorit di album tersebut, berdebat tentang lagu mana yang harus dibikinkan video klip, dan berspekulasi soal jadwal tur Uzi berikutnya. "Kultur antisipasi seputar album baru sekarang bergeser ke kapan merchandise rilis, lagu apa yang perlu di-remix, dan sebagainya," ujar Fadia, yang juga menambahkan bahwa kultur antisipasi berevolusi sesuai siklusnya—pra dan pasca album dirilis.

Cole Cuchna, pembawa acara Dissect—sebuah podcast yang menganalisa satu album secara mendalam, mulai dari My Beautiful Dark Twisted Fantasy, To Pimp a Butterfly, atau Blonde, serta membedah satu lagu per episode—meyakini tren kayak gini bermula dari forum internet Reddit (yang mulai populer di berbagai negara sejak 2005). Di forum itu, penggemar sering berbagi artwork bikinan sendiri untuk membangun hype seputar materi baru musisi idola. Cole juga menyebut tipe fandom seperti ini ada sejak dulu dalam berbagai bentuk, termasuk di genre musik lainnya.

Iklan

"Saya ingat ketika remaja dan terobsesi sama Blink 182," ujarnya. "Saya sengaja mampir ke Tower Records tengah malam ketika album mereka baru rilis dan membeli tiga versi berbeda album tersebut."

Cole meyakini tindakannya semasa remaja didasari perasaan yang serupa dengan fans hip hop kekinan, biarpun tidak terhubung dengan penggemar lain. Dia juga menyebut bahwa dari semua musisi, Kanye West adalah rajanya kultur antisipasi. Kanye secara strategis menunda momen perilisan produk barunya (musik, sneaker, dan pakaian) guna membangun hype. "Saya rasa musisi-musisi tersebut menyadari nilai dari akun-akun penggemar," tambahnya. "Itulah sebabnya akun-akun tersebut tidak ditutup, biarpun mereka meminjam banyak foto yang dilindungi hak cipta."

Album Eternal Awake milik Uzi kini mendominasi tangga lagu berbagai negara. Rasanya kultur antisipasi telah berperan mendorong albumnya naik ke posisi satu dan mengangkat profil sang rapper dua tahun terakhir, biarpun tidak banyak musik baru yang dia rilis. Kalau mau menengok di kancah metal, Tool sebenarnya juga punya strategi kayak gitu. Lebih dari 13 tahun tidak merilis album, sekalinya rilis langsung diikuti dengan menyebar semua materi lama mereka ke platform streming. Hasilnya Tool sepanjang 2019 menguasai tangga lagu global.

Jadi, sekalipun perilisan album itu tertunda atas berbagai alasan—entah karena isu dengan label atau artisnya memang lagi mentok ide—efeknya tidak lagi buruk buat musisi dan cuma bikin sewot penggemar fanatik. Hype yang diciptakan lewat media sosial fans di tahap pra-perilisan menunjukkan betapa seniman, dengan trik manajemen yang jitu, bisa mengubah waktu-waktu yang sebetulnya terbuang percuma menjadi faktor yang berguna menunjang promosi. Tentunya kalau memang semua hype itu benar-benar dipuncaki dengan rilisnya materi album baru (jadi, ayo dong buruan rilis album barumu Rihanna).

Artikel ini pertama kali tayang di i-D UK