Pelecehan Seksual

Member JKT48 Diduga Alami Pelecehan saat Tur, Manajemen Sebut 'Antusiasme Fans'

Dalam video viral, seorang penggemar terlihat mencoba menyentuh dada member dalam acara di The Park Mall Solo. Manajemen JKT48 menolak menyebutnya pelecehan, alhasil polisi tak mengusut.
Video amatir merekam dugaan pelecehan member JKT48 saat tur di The Park Mall Solo
Foto hanya ilustrasi, menggambarkan generasi pertama JKT48 tampil di konser Java Jazz 2014. Foto oleh Robertus Pudyanto/Getty Images

Dugaan pelecehan seksual oleh fans kepada salah seorang member JKT48 mencuat saat grup idola ini tampil di The Park Mall Solo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa pekan lalu (28/6). Video amatir yang viral di TikTok merekam suasana hiruk pikuk ketika member JKT48 usai tampil dan hendak meninggalkan lokasi tur.

Iklan

Para member dikawal oleh petugas keamanan, sementara di kanan-kiri mereka penonton mengulurkan tangan untuk bersalaman. Namun, salah satu penonton ini, seorang pria, justru mengulurkan tangan untuk menyentuh tubuh para member yang lewat. Ia diduga beberapa pengguna medsos yang mengomentari video itu, terkesan menyentuh dada member bernama Fiony Alveria Tantri alias Cepio (20).

Kejadian tersebut bisa dilihat di video berikut. Sementara video aslinya di TikTok sudah di-private. Untuk rekaman lebih jelas, kamu bisa menontonnya di sini.

Kasus ini mengundang diskusi di antara komunitas penggemar JKT48, namun sempat tidak banyak diberitakan media. Respons resmi manajemen JKT48 di media sosial baru muncul setelah Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mencuitkan kejadian. Sebenarnya twit Gibran bukan berfokus pada kejadian ini sih. Doi protes kenapa media menyebut pelecehan itu terjadi di Solo ketika secara administratif, malnya berada di Kabupaten Sukoharjo (well, nama resmi malnya emang The Park Mall Solo). 

Sekilas penjelasan mengapa Gibran merasa perlu mengoreksi. Doi mengaku diprotes banyak orang soal pelecehan itu bisa terjadi di Solo. Menurutnya, jika didiamkan ia akan dianggap sebagai wali kota yang enggak berani speak up soal pelecehan.  

Iklan

Lewat pernyataan resmi di Twitter, pihak manajemen JKT48 menyanggah peristiwa yang terekam tersebut sebagai pelecehan. Walau mengakui kejadiannya memang seperti dalam rekaman yang viral, manajemen menyebutnya sebatas “antusiasme luar biasa dari fans.”

Sikap manajemen ini membuat polisi tak bisa bergerak. Polres Sukoharjo mulanya sempat memulai gelar perkara untuk menyelidiki kasus ini, namun dihentikan karena tak ada laporan dari korban. Pasalnya, pelecehan seksual pada orang dewasa diatur UU TPKS sebagai delik aduan.

"Sampai saat ini sudah dilakukan klarifikasi dengan panitia dan manajemen artis. Tidak ada rencana melaporkan kejadian tersebut," ujar Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho kepada CNN Indonesia.

Beda-beda cara orang mendefinisikan pelecehan seksual belakangan emang jadi problem tersendiri. Bulan lalu, kepolisian di Gresik dan Tangerang Selatan jadi bahan tubir karena menolak memproses dugaan pelecehan seksual pada anak cuma karena aparatnya merasa yang mereka hadapi bukan pelecehan. Ada polisi yang beralasan “korban tidak menangis”, ada juga yang pakai dalih “baju korban tak dibuka”.

Masalah ini jadi gawat karena aparat harus berpegang pada definisi di undang-undang, bukan perasaan. Apalagi ketika korban dari kasusnya adalah anak-anak, yang berarti kasusnya merupakan delik biasa (tidak butuh laporan korban). Ini yang membedakan dengan dugaan pelecehan seksual pada member JKT48, yang mana korbannya sudah berusia dewasa sehingga kasusnya menjadi delik aduan (butuh laporan korban).