Jadi Cabor Olimpiade, Harusnya Citra Skateboard Tak Lagi Miring (Termasuk di Indonesia)

Yuto Horigome dan Momiji Nishiya cetak sejarah eskateboard

Olimpiade Tokyo menjadi momen dua anak muda Jepang mengukir sejarah. Mereka adalah Yuto Horigome dan Momiji Nishiya. Berusia masing-masing 22 dan 13 tahun, Yuto dan Momiji sama-sama menjadi peraih medali emas pertama dari cabang olahraga (cabor) skateboard yang digelar di Ariake Urban Sports Park, Tokyo.

Yuto terlebih dulu mengejutkan fans skateboard di seluruh dunia dengan mengalahkan peringkat satu dunia, Nyjah Huston, yang berasal dari Amerika Serikat. Sedangkan Momiji tak cuma jadi juara perempuan pertama dalam sejarah skateboard di Olimpiade, tetapi juga salah satu yang termuda.

Videos by VICE

Kemenangan keduanya terjadi di tengah masih kuatnya sentimen negatif masyarakat Jepang terhadap olahraga yang baru masuk kasta tertinggi kompetisi pada 2021 tersebut. Di sekitar lokasi pertandingan, sejumlah warga memasang tanda menolak kehadiran pemain skateboard.

“Skateboard masih jadi olahraga minor,” tutur Yuto kepada para reporter. “Saya ingin menunjukkan betapa skateboard itu menyenangkan. Salah satu yang harus mengorbankan kesenangan berseluncur dengan papan beroda empat itu adalah ayah Yuto sendiri, Ryota Horigome. Setelah menikah, dia harus menafkahi keluarga dengan menjadi sopir taksi. Ini lantaran di Jepang, skateboard hanya dianggap sebagai gangguan sehingga dinilai tak mungkin dibanggakan, apalagi menghasilkan uang.

Tetapi, Ryota menyalurkan kecintaannya terhadap skateboard kepada Yuto yang sering diajaknya bermain di taman-taman area Tokyo, termasuk yang menjadi tempatnya memperoleh medali emas akhir pekan kemarin. Kini, tak hanya prestasi yang dimiliki Yuto, namun juga sebuah rumah lengkap dengan tempat berlatih skateboard di Los Angeles, Amerika Serikat.

Tantangan yang dihadapi Momiji tak kalah berat. Baru lulus Sekolah Dasar (SD) pada Maret 2021, ia harus membuktikan bahwa skateboard bukan hanya olahraga milik para lelaki.

GettyImages-1330671493.jpg
Momiji Nishiya meraih emas di Olimpiade Tokyo. Foto oleh Ronald Hoogendoorn/BSR Agency/Getty Images

Sejauh ini, gadis belia asal Osaka itu mampu melakukannya dengan sangat baik. Sebuah kompetisi skateboard ternama dunia, X-Games, mengundangnya berpartisipasi beberapa setahun sebelum kelulusan. Podium kedua jadi miliknya, sementara yang meraih posisi juara pertama adalah bintang muda Jepang lainnya yaitu Nishimura Aori.

“Saya tidak terlalu khawatir soal dapat medali,” kata Momiji setelah menjuarai olimpiade di tanah kelahirannya. “Rasanya lebih seperti akan menyenangkan jika saya mendapatkannya.” Dilihat dari senyum lebar di wajahnya saat naik podium, bisa dipastikan memang menyenangkan.

Indonesia sendiri tidak mempunyai wakil untuk cabor ini. Satu-satunya wakil ASEAN adalah skater Filipina Margielyn Didal yang finis di urutan tujuh. Dua skater terbaik negara ini, Nyimas Bunga Cinta dan Basral Graito, sempat berangkat ke Iowa, Amerika Serikat, pada Mei lalu untuk mengikuti Dew Tour Des Monies. Ajang ini sangat penting untuk mendapatkan tiket ke Tokyo.

Sayangnya, keduanya belum berhasil masuk ke peringkat 20 besar dunia dan impian mengikuti olimpiade terpaksa harus ditahan. Namun, bukan berarti keduanya minim medali. Nyimas mengantongi perunggu di Asian Games 2018 dan perak di SEA Games 2019. Basral memperoleh perak di SEA Games 2019.

Sama seperti di Jepang, skateboard belum dipandang menjanjikan di Indonesia. Masyarakat umum masih menilai itu hanya aktivitas main-main tanpa tujuan. Tak sedikit juga yang malah melihat pemain skateboard sebagai tukang buat onar dan mengganggu ketertiban.

Contohnya ketika sebuah video viral pada bulan Maret memperlihatkan dua skater diperlakukan seperti kriminal oleh Satpol PP di trotoar sekitar Bundaran HI, Jakarta. Terjadi aksi tarik-menarik sebab petugas berusaha merampas papan skate milik dua anak muda itu. Ada juga yang mengaku ditendang petugas.

Menurut pengakuan salah satu pemain skateboard, Tomi Boi, Satpol PP berusaha menertibkan mereka karena bermain di trotoar. Lokasi itu biasa dipakai berseluncur lantaran kondisi arena skate di ibu kota tidak layak. “Kurang memadai, konstruksi tidak bagus,” ujarnya. Sedangkan permukaan trotoar di kawasan strategis tersebut lebih mulus.

Petugas membantah tidak ada alasan tepat untuk mengambil papan skate dan membawa mereka. Anak-anak muda dituding melanggar protokol kesehatan dengan tidak memakai masker dan berkerumun. Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin menyebut anggotanya hanya ingin memberikan edukasi.

“Artinya kegiatan ini sepanjang tidak ganggu ketertiban umum, tidak berkerumun, menggunakan masker, itu silakan saja. Tentu kita tidak lakukan pendisiplinan,” kata dia.

Memang ada beberapa taman skate di Jakarta yang dibangun oleh pemerintah. Hanya saja, sudah cukup lama terdengar laporan bahwa kondisi arena tersebut tidak mendukung mereka berlatih beragam trik. Bukan cuma karena kualitas permukaan yang sudah retak-retak sehingga merusak roda, tetapi juga hadirnya orang-orang yang memanfaatkan area itu untuk bersantai.

Ini yang dialami oleh para pemain skateboard di Taman Skate Kalijodo. “Sabtu-Minggu pasti ramai. Banyak warga umum dan anak kecil duduk-duduk di sini,” ujar Ridwan yang merupakan pengurus komunitas skater FamilyofXJodo. Dia dan teman-temannya khawatir justru akan membuat mereka cedera. Akibatnya, mereka tidak leluasa dalam berlatih dan memilih libur pada akhir pekan. “Ini kan udah ada aturannya khusus olahraga skateboard,” tambahnya.

“Mereka tamasya bawa tikar, makan, minum, sampahnya disimpan sembarangan. Jadi kita yang kena imbasnya. Skater dicap jelek. Kalau kita imbau malah mereka yang emosi,” tutur Dewi, salah satu anggota.

Sejarah skateboard sudah cukup panjang sejak pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal 1960-an. Buku The Impossible yang mengupas tuntas perjalanan skateboard mencatat ada 22 kota yang mengharamkannya pada 1965.

Skateboard juga disebut sebagai ancaman lalu lintas karena para pemainnya tidak bisa tertib. Kabar aparat menyita papan skate dari pemiliknya sudah lazim terdengar kala itu. Sekarang negara itu memiliki salah satu atlet kaya raya dan terkenal, Nyjah Huston, yang membuktikan skateboarder bukan pembuat onar.

Dengan masuknya skateboard ke dalam olimpiade, peraih medali perunggu asal Amerika Serikat Jagger Easton berharap publik akan mengubah pendirian. “Skateboard itu jauh lebih besar daripada sekadar olahraga. Ini merupakan suatu bentuk seni,” tegasnya. “Ini adalah tempat menyalurkan kreativitas dan banyak orang tidak menganggapnya begitu, yang mana patut disayangkan.”